NewsRepublik.com, Sejarah – Amerika Serikat dan Uni Soviet menorehkan sejarah baru pada 20 Juni 1963 dengan menandatangani kesepakatan penting di tengah memanasnya tensi Perang Dingin. Kedua negara adidaya tersebut sepakat membentuk sebuah sistem komunikasi langsung yang dikenal dengan sebutan “hot line”.
Jalur komunikasi ini dirancang untuk aktif selama 24 jam penuh, menghubungkan langsung Washington D.C. dan Moskow. Tujuannya jelas: mencegah pecahnya konflik nuklir akibat miskomunikasi antara kedua pihak.
Mengutip laman History, Jumat (20/6/2025), kesepakatan ini lahir dari pengalaman krisis yang nyaris berujung fatal, yakni Krisis Rudal Kuba pada Oktober 1962.
Saat itu, dunia dibuat tegang ketika AS menemukan adanya proyek rahasia Uni Soviet yang membangun fasilitas peluncuran rudal nuklir di Kuba, yang hanya berjarak sekitar 150 kilometer dari pantai Florida.
Menanggapi temuan tersebut, Presiden John F. Kennedy segera memberlakukan blokade laut—yang kala itu disebut “karantina”—untuk mencegah masuknya persenjataan tambahan ke wilayah Kuba.
Situasi memuncak dan dunia berada di ambang Perang Dunia III, sebelum akhirnya pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev sepakat menghentikan rencana tersebut. Sebagai imbalannya, AS berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Kuba.
Langkah Strategis Bangun Komunikasi Efektif
Berkaca dari insiden tersebut, kedua negara menyadari pentingnya membangun sistem komunikasi yang lebih efisien, cepat, dan akurat dalam menghadapi situasi genting.
Kesepakatan yang diteken pada 20 Juni 1963 ini menjadi tonggak penting dalam upaya diplomasi bilateral, menggantikan metode komunikasi konvensional yang selama ini dianggap lamban dan tidak responsif.
Presiden Kennedy menilai inisiatif ini sebagai langkah strategis. Ia menyebutnya sebagai “langkah awal untuk menekan risiko perang yang dipicu oleh kesalahan perhitungan atau kecelakaan”.
Meski kerap digambarkan sebagai sambungan telepon merah dalam film-film Hollywood, sistem hot line ini sebenarnya berbasis saluran teletype, yang kemudian berkembang menjadi jaringan komunikasi digital. Teknologi tersebut memungkinkan kedua kepala negara bertukar pesan secara langsung dalam waktu singkat.