NewsRepublik.com, Entertaiment – Sejak resmi bercerai dari Edward Akbar pada 29 November 2024, aktris Kimberly Ryder menghadapi tantangan besar sebagai ibu tunggal, terutama dalam menjawab pertanyaan anak-anaknya tentang keberadaan sang ayah. Dalam sebuah wawancara, Kimberly mengungkapkan bahwa anak-anaknya kerap menanyakan kenapa ayah mereka tidak hadir.
“Kalau anak-anak nanyain ayahnya, sekarang jawabannya, ‘Ya maaf ya, Papa belum bisa datang’,” ujar Kimberly. Jawaban itu, menurutnya, adalah bentuk komunikasi jujur dan lembut yang berusaha ia sampaikan untuk menjaga kondisi emosional anak-anak.
Kimberly, yang dikenal lewat perannya di film Bangsal Isolasi, juga mengaku bahwa meskipun Edward memberikan nafkah anak sesuai dengan ketetapan hukum, masih banyak kebutuhan lain yang harus ia tanggung sendiri. “Nafkah sesuai angka iya, cuma di luar itu kan masih ada kesehatan dan juga sekolah, yang itu belum ditambahkan,” tuturnya saat ditemui di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Ia pun berusaha menjelaskan kepada anak-anak dengan penuh empati. “(Aku bilang ke anak-anak), ‘Mungkin Papa saat ini butuh ruang sendiri, Papa lagi ada masalah mungkin dan kita tunggu aja sampai Papa selesai’,” tambahnya.
Di tengah tantangan sebagai orang tua tunggal, Kimberly berusaha tetap kuat dan terbuka pada anak-anaknya. Ia berharap dengan komunikasi yang jujur dan penuh kasih, anak-anak tetap merasa aman dan dicintai, meski dalam kondisi keluarga yang tak lagi utuh.
Perjalanan Perceraian Kimberly dan Edward
Perceraian Kimberly Ryder dan Edward Akbar disahkan secara resmi pada akhir November 2024. Proses hukum tersebut menghasilkan keputusan penting: hak asuh penuh atas dua anak mereka, Rayden Starlight Akbar dan Aisyah Moonlight Akbar, diberikan kepada Kimberly. Keputusan ini menjadi titik awal bagi Kimberly dalam membesarkan anak-anaknya di tengah dinamika keluarga yang berubah.
Sebagai bagian dari kesepakatan perceraian, Edward diwajibkan memberikan nafkah anak sebesar Rp 6 juta setiap bulan, dengan klausul kenaikan sebesar 10 persen tiap tahunnya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengimbangi meningkatnya biaya hidup dan kebutuhan anak-anak yang terus bertambah seiring waktu.
Meski begitu, Kimberly menegaskan bahwa dukungan finansial tersebut hanya mencakup kebutuhan dasar. “Masih banyak pengeluaran penting lain, seperti pendidikan dan kesehatan, yang harus saya tanggung sendiri,” ungkapnya dalam salah satu wawancara.
Sebagai ibu tunggal, Kimberly tidak hanya menanggung beban ekonomi, tapi juga memastikan kestabilan emosional dan kesejahteraan psikologis anak-anaknya. Ia berupaya keras agar mereka tetap tumbuh dalam lingkungan penuh cinta, dukungan, dan keamanan, meskipun harus menjalani hidup tanpa kehadiran ayah secara langsung setiap hari.
Perjalanan ini tidak mudah, namun Kimberly terus menunjukkan komitmennya sebagai orang tua yang hadir sepenuhnya—baik secara fisik, emosional, maupun finansial—demi masa depan anak-anaknya.
Komunikasi dan Hubungan dengan Anak
Dalam situasi yang penuh tantangan setelah perceraian, komunikasi menjadi pilar utama bagi Kimberly Ryder dalam membesarkan anak-anaknya. Ia menyadari betul pentingnya memberikan penjelasan yang jujur namun lembut kepada Rayden dan Aisyah, terutama ketika mereka mulai mempertanyakan keberadaan sang ayah.
Dengan penuh empati, Kimberly kerap mengatakan kepada anak-anaknya, “Maaf ya, Papa belum bisa datang sekarang,” atau “Mungkin Papa saat ini butuh ruang sendiri.” Baginya, menjaga perasaan anak-anak tetap stabil adalah prioritas utama. Ia tidak ingin membebani mereka dengan konflik orang dewasa, melainkan menanamkan pengertian bahwa kondisi yang mereka alami bukanlah kesalahan siapa pun.
Di balik keterbatasan komunikasi dengan Edward Akbar, Kimberly tetap berusaha menjaga jembatan hubungan yang sehat demi anak-anak. Ia menaruh harapan agar Edward suatu hari nanti dapat kembali aktif dalam kehidupan Rayden dan Aisyah. “Saya masih berharap komunikasi itu bisa terbuka lagi, terutama untuk anak-anak,” ujarnya dengan nada optimistis.
Meski membesarkan anak tanpa kehadiran fisik seorang ayah secara rutin bukanlah hal mudah, Kimberly percaya bahwa cinta dan konsistensi dalam komunikasi akan membentuk dasar emosional yang kuat bagi anak-anaknya. Ia ingin mereka tumbuh sebagai pribadi yang tetap merasa dicintai dan diperhatikan, meskipun struktur keluarga mereka telah berubah.
Melalui pendekatan yang hangat dan terbuka, Kimberly berupaya menciptakan ruang aman bagi anak-anaknya untuk bertanya, mengungkapkan perasaan, dan menerima kenyataan hidup dengan penuh keberanian dan kasih sayang.
Harapan untuk Masa Depan
Di tengah perjuangannya sebagai ibu tunggal, Kimberly Ryder tetap memelihara harapan akan masa depan yang lebih baik bagi keluarganya. Meski kenyataan perceraian bukan hal mudah, ia memilih untuk tidak menutup pintu komunikasi sepenuhnya dengan Edward Akbar. Baginya, harapan agar sang mantan suami kembali menjalin hubungan dengan anak-anak tetap menjadi bagian penting dari visinya sebagai seorang ibu.
Kimberly percaya bahwa kehadiran figur ayah, dalam bentuk apa pun, memiliki dampak emosional yang besar bagi perkembangan Rayden dan Aisyah. “Saya berharap suatu saat, Edward bisa kembali hadir dan terlibat dalam hidup mereka,” ujarnya lirih namun penuh keyakinan.
Bukan semata demi kepentingan pribadi, harapan tersebut lahir dari keinginannya menciptakan suasana keluarga yang lebih harmonis, meskipun telah melalui perpisahan. Kimberly menyadari bahwa membesarkan anak-anak membutuhkan kolaborasi, bukan hanya finansial, tapi juga emosional.
Dengan dukungan dari keluarga, sahabat, dan kekuatan dari dalam dirinya, Kimberly tetap melangkah tegak. Ia menyusun hidupnya kembali dengan tujuan jelas: memberikan kasih sayang, pendidikan, dan keamanan bagi anak-anaknya. Dalam setiap langkahnya, ia tidak pernah lepas dari doa dan keyakinan bahwa waktu akan membawa penyembuhan, dan mungkin, rekonsiliasi.
“Kita tunggu aja sampai Papa selesai,” tuturnya lembut kepada anak-anak, menanamkan nilai kesabaran, pengertian, dan harapan yang tulus—bahwa kehidupan akan menemukan jalannya sendiri.