Ekonomi

Jadi Kontributor Cukai Terbesar, Mampukah Pemerintah Tekan Jumlah Perokok?

5
×

Jadi Kontributor Cukai Terbesar, Mampukah Pemerintah Tekan Jumlah Perokok?

Share this article
Ilustrasi Foto Kemasan Rokok

NewsRepublik.com, Ekonomi – Meski menjadi salah satu penyumbang terbesar penerimaan negara melalui cukai, pemerintah tetap gencar membatasi peredaran rokok di Tanah Air. Industri tembakau sendiri diketahui memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, dengan perputaran uang dan jumlah konsumen yang signifikan.

Namun, di tengah tren global untuk menekan angka perokok, mampukah Indonesia mengikuti arah tersebut?

Menjawab tantangan itu, Center of Excellence for the Acceleration of Harm Reduction (CoEHAR) bersama sejumlah universitas ternama di Asia menggelar Asia-Pacific Conference on Smoking and Harm Reduction di Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung.

Konferensi tersebut mengangkat tema pengurangan risiko bahaya tembakau (tobacco harm reduction) yang dikupas melalui pendekatan riset ilmiah, praktik klinis, hingga strategi kesehatan publik.

Peran Komunikasi Ilmiah

Direktur CoEHAR, Riccardo Polosa, mengungkapkan bahwa respons yang diterima sejauh ini sangat positif. Di negara dengan tantangan besar dalam mengendalikan konsumsi rokok, pendekatan komunikasi yang transparan dan berbasis data ilmiah dinilai efektif dalam mengarahkan perubahan gaya hidup masyarakat.

“Dukungan para pemangku kepentingan serta kalangan akademisi lokal merupakan pilar penting dari kerja kami. Ini adalah hasil dari kolaborasi kuat yang berhasil membangun jembatan ilmiah dan budaya,” ujarnya.

Kolaborasi riset CoEHAR juga berhasil memverifikasi bukti-bukti ilmiah terkini terkait toksikologi rokok dan produk alternatif yang lebih minim risiko, melalui tujuh laboratorium yang turut menetapkan standar baru dalam penelitian internasional.


Evaluasi Kesehatan Mulut Perokok

Dalam kajiannya, CoEHAR turut meneliti perubahan kondisi kesehatan mulut pada perokok yang beralih ke produk tembakau dengan risiko lebih rendah.

Pakar kesehatan dari Unpad, Ronny Lesmana, menyampaikan bahwa topik ini mendapat perhatian besar dari peserta. Beragam isu lain turut mencuat, seperti dampak merokok terhadap kesehatan kulit, mata, hingga performa atletik dan militer.

“Indonesia membutuhkan pendekatan inovatif untuk mengatasi dampak rokok terhadap kesehatan publik. Kolaborasi global seperti ini menjadi salah satu kunci,” kata Ronny.


Industri Rokok Skala Kecil Tetap Kena Cukai, Tapi Lebih Ringan

Meski berstatus industri kecil menengah (IKM), pelaku usaha rokok tetap dikenakan kewajiban membayar cukai, namun dalam skema yang lebih ringan, dikenal sebagai cukai rakyat. Skema ini memungkinkan IKM tetap berkontribusi pada negara dengan biaya lebih terjangkau.

Anggota Komisi XI DPR RI, Eric Hermawan, menilai pembayaran cukai menjadi solusi kompromi atas potensi konflik kepentingan yang bisa menyeret aparat penegak hukum. Sebab, tanpa pungutan cukai, negara justru dirugikan.

“Kalau memang ada dugaan pelanggaran, ini bisa menyeret aparat penegak hukum lain, termasuk oknum bea cukai. Karena itu, solusi paling rasional adalah cukai rakyat. Negara tetap dapat pemasukan, tinggal bagaimana pemerintah melakukan pembinaan dan menyesuaikan besaran tarif cukainya,” ujar Eric, Selasa (13/5/2025).

Legislator dari dapil Madura itu juga menyoroti kebijakan tarif cukai rokok yang dinilai terlalu tinggi dalam beberapa tahun terakhir, dan berdampak negatif terhadap seluruh rantai industri tembakau, baik sektor hulu maupun hilir.

“Pemerintah hanya fokus pada pemasukan cukai tanpa memperhatikan nasib industri rokok. Kebijakan ini harus ditata ulang, supaya sektor ini tetap tumbuh. Stabilitas tarif cukai sangat penting untuk menjamin keberlanjutan,” jelasnya, yang juga menjabat sebagai Bendahara Umum Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama.