Berita

Kerusakan Lingkungan di Raja Ampat Akibat Tambang Nikel Dinilai Mengerikan

151
×

Kerusakan Lingkungan di Raja Ampat Akibat Tambang Nikel Dinilai Mengerikan

Share this article
Kerusakan Lingkungan di Raja Ampat Akibat Tambang Nikel Dinilai Mengerikan
Kerusakan Lingkungan di Raja Ampat Akibat Tambang Nikel Dinilai Mengerikan

NewsRepublik.com, Berita – Aktivitas tambang nikel di sejumlah pulau kecil di Raja Ampat, Papua Barat Daya, memicu kerusakan lingkungan yang dinilai sangat mengkhawatirkan. Kawasan yang dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut dunia itu kini menghadapi ancaman serius terhadap keberlanjutan ekosistemnya.

Deforestasi besar-besaran menjadi dampak paling nyata dari ekspansi tambang. Hutan lebat yang sebelumnya membalut pulau-pulau seperti Kawe dan Manuran, berubah menjadi area terbuka dan rusak parah. Tak hanya itu, pencemaran laut akibat limbah tambang menyebabkan kerusakan terumbu karang, mempengaruhi habitat biota laut, dan mengganggu aktivitas nelayan lokal.

Pemerintah pusat telah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang, namun kerusakan yang telah terjadi sulit untuk dibalikkan secara instan. Upaya reklamasi dan rehabilitasi yang seharusnya menjadi tanggung jawab korporasi dinilai masih minim pengawasan dan tidak transparan.

Isu ini mendapat sorotan tajam dari DPR, aktivis lingkungan, hingga masyarakat adat setempat. Mereka mendesak agar penegakan hukum diperkuat, dan seluruh aktivitas yang berpotensi merusak kawasan konservasi segera dihentikan secara permanen.


Dampak Penambangan Nikel Ancam Ekosistem dan Kehidupan Masyarakat Raja Ampat

Penambangan nikel di kawasan Raja Ampat terus menimbulkan dampak lingkungan yang serius. Pulau Gag menjadi contoh paling nyata, dengan area hutan yang rusak mencapai ratusan hektare akibat aktivitas tambang. Deforestasi ini mengganggu keseimbangan ekosistem, memperbesar risiko bencana alam seperti erosi dan longsor.

Tak berhenti di daratan, pencemaran juga menjalar ke wilayah laut. Salah satu insiden mencolok adalah jebolnya kolam penampungan limbah tambang di Pulau Manuran, yang memicu sedimentasi tinggi di perairan sekitarnya. Air laut menjadi keruh dan mematikan terumbu karang, yang seharusnya menjadi rumah bagi ribuan spesies laut endemik.

Keanekaragaman hayati Raja Ampat kini dalam ancaman nyata. Terumbu karang yang rusak tidak hanya memutus rantai ekosistem, tetapi juga menghantam perekonomian masyarakat adat yang bergantung pada laut sebagai sumber penghidupan.


Investigasi Mendalam atas Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang

Penyelidikan terhadap kerusakan lingkungan di Raja Ampat kini memasuki babak baru. Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri resmi turun tangan menyelidiki dugaan pelanggaran oleh empat perusahaan tambang yang IUP-nya telah dicabut. Fokus utama penyelidikan adalah memastikan ada tidaknya kelalaian dan pelanggaran hukum dalam pengelolaan tambang yang berdampak pada lingkungan.

Direktur Dittipidter Bareskrim, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, menegaskan bahwa aktivitas tambang memang berisiko merusak lingkungan, namun perusahaan wajib melakukan reklamasi dan memberikan jaminan atasnya. Investigasi saat ini masih berada pada tahap awal, termasuk pemeriksaan terhadap kepatuhan perusahaan terhadap kewajiban tersebut.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun menyoroti kerusakan terumbu karang dan area pemijahan ikan akibat sedimentasi tambang. Pengawasan ketat terus dilakukan untuk mengukur sejauh mana aktivitas pertambangan telah mengganggu ekosistem laut yang menjadi tulang punggung biodiversitas Raja Ampat.


Upaya Mitigasi dan Pemulihan Lingkungan di Raja Ampat

Pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) terhadap empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat menjadi langkah awal yang penting dari pemerintah dalam menghentikan kerusakan lingkungan lebih lanjut. Namun, langkah ini harus diikuti dengan tindakan nyata dan menyeluruh dalam upaya rehabilitasi serta restorasi ekosistem yang telah terdampak.

Pemulihan tidak cukup hanya pada aspek fisik, tapi juga melibatkan dimensi sosial dan budaya. Keterlibatan masyarakat adat menjadi kunci utama dalam proses ini. Dengan pengetahuan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun, mereka memahami bagaimana menjaga keseimbangan ekosistem secara berkelanjutan. Pelibatan mereka dalam perencanaan, implementasi, hingga monitoring program pemulihan sangat krusial untuk keberhasilan jangka panjang.

Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah pusat dan daerah, perusahaan yang bertanggung jawab, masyarakat adat, serta organisasi lingkungan harus dikedepankan. Keberlanjutan Raja Ampat sebagai kawasan konservasi dan pusat keanekaragaman hayati dunia tidak boleh dikompromikan demi kepentingan sesaat.