NewsRepublik.com, Sejarah – Richard Nixon mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden Amerika Serikat, menjadikannya presiden pertama yang meninggalkan jabatan sebelum masa tugasnya berakhir.
Keputusan ini diambil di tengah ancaman sidang pemakzulan yang hampir pasti akan berujung pada pencopotan akibat skandal Watergate. Nixon menyampaikan pernyataan resmi melalui siaran televisi dari Gedung Putih pada Kamis pukul 21.00 waktu setempat. Pengunduran diri tersebut berlaku efektif mulai tengah hari keesokan harinya, seperti dilansir BBC, Kamis (8/8/2025).
Presiden berusia 61 tahun itu awalnya menegaskan keinginannya untuk menuntaskan masa jabatannya meski menghadapi dakwaan Watergate. Namun, ia kemudian mengakui realitas politik yang dihadapinya.
“Dalam beberapa hari terakhir menjadi jelas bahwa saya tidak lagi memiliki dukungan politik yang memadai di Kongres untuk melanjutkan,” ujarnya.
“Sebagai presiden, saya harus mengutamakan kepentingan Amerika,” tambah Nixon.
Siapa Pengganti Nixon?

Nixon resmi didakwa oleh Komite Yudisial DPR Amerika Serikat atas tuduhan “kejahatan dan pelanggaran berat” yang berawal dari kasus pembobolan kantor Komite Nasional Partai Demokrat di kompleks Watergate pada 1972.
Pembobolan tersebut, yang terjadi di tengah masa kampanye pemilu, ditelusuri melibatkan anggota kelompok pendukung Nixon yang tergabung dalam “Komite Pencalonan Kembali Presiden (CREEP)”. Rekaman percakapan mengungkap bahwa Nixon berupaya memengaruhi jalannya penyelidikan polisi terkait kasus tersebut.
Pengunduran diri Nixon menyisakan lebih dari dua tahun masa jabatan di periode keduanya sebagai presiden. Dalam pidato perpisahannya, ia mengumumkan bahwa Wakil Presiden Gerald Ford akan menjadi penggantinya.
Sehari setelah pengumuman itu, Gerald Ford resmi dilantik sebagai Presiden ke-38 Amerika Serikat.
Latar Belakang Sejarah

Skandal Watergate menjadi salah satu bab paling dramatis dalam sejarah politik Amerika Serikat. Pengunduran diri Richard Nixon tercatat sebagai pertama kalinya seorang presiden AS mundur dari jabatannya.
Kasus ini mengguncang kepercayaan publik terhadap pemerintah dan memicu tuntutan besar akan transparansi serta reformasi di tubuh lembaga negara.
Gerald Ford, yang baru beberapa bulan menjabat wakil presiden setelah Spiro Agnew mundur karena kasus korupsi, secara tiba-tiba menduduki kursi kepresidenan.
Hanya berselang satu bulan setelah pelantikan, Ford mengeluarkan pengampunan penuh kepada Nixon atas dugaan pelanggaran yang dilakukan selama masa jabatannya — keputusan yang memicu kontroversi luas di kalangan publik dan media.
Peristiwa ini semakin menegaskan pentingnya mekanisme check and balance dalam demokrasi serta melahirkan undang-undang baru terkait etika dan pengawasan terhadap pejabat publik.