Sejarah

8 Juni 2001: Tragedi Penusukan Terparah di Sekolah Jepang, 8 Siswa Tewas

12
×

8 Juni 2001: Tragedi Penusukan Terparah di Sekolah Jepang, 8 Siswa Tewas

Share this article
8 Juni 2001: Tragedi Penusukan Terparah di Sekolah Jepang, 8 Siswa Tewas
8 Juni 2001: Tragedi Penusukan Terparah di Sekolah Jepang, 8 Siswa Tewas

NewsRepublik.com, Sejarah – Sebuah tragedi berdarah mengguncang Jepang pada 24 tahun silam. Seorang pria dengan riwayat gangguan kejiwaan menerobos masuk ke sebuah sekolah dasar dan melakukan penyerangan menggunakan pisau, menewaskan delapan siswa dan melukai 19 lainnya.

Mengutip laporan The Guardian, Minggu (8/6/2025), insiden berdarah itu terjadi di sebuah sekolah yang berlokasi di kawasan Ikeda, pinggiran barat Kota Osaka. Dua orang guru turut menjadi korban luka, salah satunya dalam kondisi kritis usai menjalani operasi darurat. Dari delapan korban tewas, tujuh di antaranya adalah siswi perempuan berusia tujuh hingga delapan tahun.

Korban termuda adalah satu-satunya siswa laki-laki bernama Takahiro Totsuka, berusia enam tahun. Para korban luka, yang kebanyakan mengalami luka tusuk di bagian perut dan punggung, dilaporkan tidak berada dalam kondisi mengancam nyawa.

Penyerangan yang terjadi pada Jumat pagi, 8 Juni 2001 itu, tercatat sebagai insiden penusukan paling mematikan dalam sejarah dunia pendidikan di Jepang. Kejadian tersebut menyisakan duka mendalam sekaligus mencuatkan kekhawatiran publik atas meningkatnya kasus kekerasan di negara yang selama ini dikenal aman dan tenteram.

Pelaku penusukan, Mamoru Takuma, merupakan mantan petugas pemeliharaan di sebuah sekolah dasar di kota terdekat. Ia berhasil dilumpuhkan dan diamankan oleh dua staf sekolah sekitar 10 menit setelah melancarkan aksinya.

Takuma diketahui pernah menjalani pengobatan rawat jalan di rumah sakit jiwa akibat skizofrenia. Dalam keterangan kepada polisi, ia mengaku merasa putus asa, pernah beberapa kali mencoba mengakhiri hidup, dan menginginkan hukuman mati atas tindakan brutalnya.


Kronologi Penikaman Brutal di Sekolah Dasar Ikeda

Berdasarkan keterangan pihak kepolisian, pelaku bernama Mamoru Takuma memasuki salah satu ruang kelas di lantai dasar melalui beranda sekitar pukul 10 pagi, saat para murid sedang beristirahat di sela jam pelajaran. Ia langsung menyerang tiga siswa laki-laki yang berdiri dekat papan tulis, sementara teman-teman sekelas mereka berhamburan panik menuju koridor dan taman bermain sekolah.

Takuma kemudian mengejar murid-murid lainnya dan kembali melakukan penusukan sebelum berpindah ke tiga ruang kelas lain yang saat itu juga penuh dengan anak-anak.

Menurut kesaksian sejumlah saksi mata, pelaku yang diketahui mengecat rambutnya pirang dan mengenakan jaket musim dingin di tengah cuaca lembap, tampak terengah-engah dan gemetar saat mengintai ke dalam kelas. Ia menyerang secara membabi buta menggunakan pisau dapur sepanjang 28 sentimeter.

Kejadian mencekam itu diketahui murid-murid di ruang kelas lain lewat sistem pengeras suara sekolah. “Kami sedang mendengarkan pengumuman lewat speaker, lalu tiba-tiba terdengar teriakan dan suara seperti meja yang terguling,” ujar seorang siswi yang enggan disebutkan namanya.

Sementara itu, siswa lainnya mengaku melihat teman-teman sekelasnya tergeletak di lantai, sebagian dengan seragam berlumuran darah, ketika mereka mencoba melarikan diri dari gedung sekolah. “Saya melihat dua siswi terbaring di tangga. Salah satu dari mereka masih mengerang, tapi yang satunya tidak bergerak sama sekali,” tutur siswi lainnya.

Warga sekitar mulai menyadari terjadinya penyerangan saat sejumlah murid berlarian menuju supermarket terdekat, sebagian dari mereka mengalami luka tusuk. Karyawan dan pengunjung yang terkejut langsung memberikan pertolongan pertama. Anak-anak yang terluka dibaringkan di atas potongan kardus, sementara pendarahan mereka coba dihentikan menggunakan handuk.

“Seorang anak laki-laki wajahnya memerah, darah mengalir dari bahunya. Bibirnya tampak pucat, dan dia hampir tak sanggup berbicara,” ungkap seorang pegawai supermarket kepada kantor berita Kyodo.

Situasi semakin haru saat para orang tua berdatangan ke sekolah, diliputi kepanikan untuk memastikan nasib anak-anak mereka. Banyak di antaranya berbicara panik melalui telepon genggam, sementara yang lain saling berpelukan memberikan dukungan. Tayangan televisi memperlihatkan seorang ibu muda nyaris pingsan dan harus dibantu oleh kerabat serta petugas darurat.

Seorang nenek yang cucunya bersekolah di sana mengungkapkan pertanyaan yang mewakili perasaan banyak orang di Jepang saat itu: “Bagaimana peristiwa sekejam ini bisa terjadi?”

Untuk memberikan pendampingan psikologis, sejumlah dokter diterjunkan ke lokasi kejadian di Ikeda guna memberikan konseling kepada para korban dan keluarganya. Kepala Sekretaris Kabinet saat itu, Yasuo Fukuda, menyatakan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan peninjauan ulang terhadap sistem keamanan di sekolah-sekolah.


Profil Pelaku: Sosok Bermasalah dengan Riwayat Kelam

Media lokal mengungkap bahwa Mamoru Takuma, pria berusia 37 tahun saat insiden terjadi, sempat mengonsumsi obat-obatan dengan dosis 10 kali lebih tinggi dari yang diresepkan sebelum melancarkan serangan brutal tersebut.

Potret seorang individu bermasalah pun mulai tersingkap. Takuma diketahui putus sekolah, dan memiliki perilaku yang tidak stabil serta cenderung anti-sosial. Riwayatnya mencatat kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan karena sikap dan tindakannya yang bermasalah.

Ia pernah dipekerjakan di sebuah sekolah dasar pada April 1998, namun harus diberhentikan setelah kedapatan mencampurkan obat-obatan ke dalam teh rekan kerjanya. Selain itu, Takuma juga sempat bekerja sebagai sopir taksi, namun kembali kehilangan pekerjaan setelah terlibat insiden pemukulan terhadap seorang pegawai hotel pada Oktober 2000 yang menyebabkan korban mengalami patah hidung.

Menanggapi tragedi ini, Perdana Menteri Jepang saat itu, Junichiro Koizumi, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap keselamatan anak-anak. Ia menegaskan komitmen pemerintah untuk memberikan dukungan kepada para korban dan memperkuat sistem keamanan di sekolah-sekolah.

Sementara itu, Menteri Pendidikan Atsuko Toyama juga angkat bicara. “Peristiwa ini seharusnya tidak pernah terjadi. Sekolah adalah tempat di mana anak-anak semestinya merasa aman dan terlindungi,” ujarnya.


Serangan Penikaman di Sekolah Jepang Terbilang Langka

Aksi penusukan di lingkungan sekolah di Jepang tergolong langka. Namun, insiden serupa pernah terjadi pada Desember 1999, ketika seorang pria berusia 21 tahun masuk ke taman bermain sebuah sekolah dasar di Kyoto dan menikam anak laki-laki berusia enam tahun hingga tewas.

Beberapa bulan sebelum tragedi penikaman di Ikeda, Jepang juga diguncang sejumlah aksi kekerasan yang tampaknya tanpa motif jelas. Pada Mei 2001, seorang penumpang dipukuli hingga tewas di peron sebuah stasiun di Tokyo setelah meminta penumpang lain untuk bergeser lebih dalam ke dalam kereta yang padat.

Sejumlah pengamat sosial mencoba menelaah akar penyebab di balik aksi brutal di sekolah Ikeda. Mereka menyoroti pandangan konservatif terhadap kesehatan mental di Jepang, serta stigma sosial yang kuat terhadap upaya mencari bantuan terkait persoalan psikologis.