Sejarah

9 Juli 1958: Gempa Dahsyat Sebabkan Mega Tsunami Setinggi 524 Meter di Alaska

169
×

9 Juli 1958: Gempa Dahsyat Sebabkan Mega Tsunami Setinggi 524 Meter di Alaska

Share this article
9 Juli 1958: Gempa Dahsyat Sebabkan Mega Tsunami Setinggi 524 Meter di Alaska
Tinggi gelombang tsunami yang ekstrem dan mekanisme pembentukannya setelah gempa merupakan hal yang membingungkan bagi ahli. Mengapa demikian? Berikut ini penjelasannya.

NewsRepublik.com, Sejarah – Juneau – Pada 9 Juli 1958, gempa kuat mengguncang wilayah Alaska Tenggara, tepatnya di sepanjang jalur Sesar Fairweather.

Menurut laporan dari drgeorgepc.com, Rabu (9/7/2025), gempa yang terjadi 67 tahun silam itu memicu serangkaian gangguan alam yang luar biasa, menciptakan gelombang mega tsunami dengan ketinggian mencapai 1.720 kaki (sekitar 524 meter) di bagian hulu Teluk Lituya.

Teluk Lituya memiliki bentuk menyerupai huruf “T”, dengan panjang sekitar 7 mil dan lebar hingga 2 mil. Di bagian hulunya terdapat dua cabang, yakni Gilbert Inlet dan Crillon Inlet, yang merupakan bagian dari sistem sesar Fairweather. Di tengah teluk berdiri Pulau Cenotaph.

Ketinggian gelombang yang ekstrem tersebut serta proses terjadinya sempat membingungkan para ahli. Timbul pertanyaan besar: apakah volume air di teluk yang relatif kecil itu benar-benar mampu menimbulkan gelombang sebesar itu?

Beragam teori telah diajukan untuk menjelaskan asal-usul mega tsunami ini, namun belum ada satu pun yang dapat dibuktikan secara konklusif dengan data yang tersedia saat itu. Beberapa skenario yang dianggap mungkin antara lain:

  • Perpaduan pergeseran tektonik akibat gempa.

  • Runtuhnya bagian depan dari gletser pasang surut.

  • Kemungkinan pelepasan air secara tiba-tiba dari danau subglasial di bawah Gletser Lituya.

  • Longsoran batu besar dari daratan (subaerial rockfall) di Gilbert Inlet yang terjadi segera setelah gempa mengguncang.


Apa yang Menjadi Penyebab Gelombang Tsunami Raksasa?

Longsoran batu dari daratan (dikenal sebagai subaerial rockfall) diyakini sebagai faktor utama dalam terbentuknya gelombang mega tsunami di Teluk Lituya. Namun, penjelasan sederhana mengenai runtuhnya sebagian lereng gunung dan perpindahan massa air belum cukup untuk menggambarkan bagaimana gelombang setinggi itu bisa terjadi.

Penelitian ini meninjau secara menyeluruh berbagai mekanisme yang diduga menjadi pemicu terjadinya mega tsunami di kawasan tersebut, dengan tujuan mengidentifikasi penyebab utama dari gelombang yang sangat destruktif itu.

Uraian dalam studi ini mencakup latar belakang kondisi tektonik dan aktivitas seismik di wilayah tersebut, kronologi kejadian setelah gempa pada 9 Juli 1958, serta analisis akhir mengenai mekanisme longsoran batuan berdasarkan model P.C. yang dinilai mampu menjelaskan ketinggian gelombang yang tercatat, meski dengan volume air yang terbatas di dalam teluk.

Hipotesis dalam model P.C. akhirnya diterima sebagai penjelasan paling masuk akal untuk kejadian ini, dan telah divalidasi melalui beberapa pendekatan ilmiah, yakni:

  • Simulasi numerik yang dilakukan oleh tim ilmuwan di Los Alamos National Laboratory, menggunakan perangkat lunak pemodelan non-linear shallow water bernama SWAN (yang memperhitungkan efek Coriolis dan gesekan), serta perangkat simulasi hidrodinamika kompresibel SAGE, yang berbasis pada persamaan Navier-Stokes dan mempertimbangkan pengaruh gravitasi.

  • Eksperimen fisik di laboratorium, dilakukan oleh para peneliti dari Swiss Federal Institute of Technology (ETH), dengan memanfaatkan model saluran gelombang skala kecil berbentuk prisma persegi panjang untuk mereplikasi peristiwa tersebut.


Gelombang Dahsyat yang Mengguncang Teluk Lituya

Tak lama setelah gempa bumi dan longsoran batu besar yang terjadi pada 9 Juli 1958 di bagian hulu Teluk Lituya, sebuah gelombang mega tsunami dengan kekuatan luar biasa muncul dan menghantam wilayah sekitar. Gelombang tersebut mencapai ketinggian luar biasa, yakni 1.720 kaki (sekitar 524 meter), menghantam tebing tenggara di kawasan Gilbert Inlet.

Setelah itu, gelombang menyebar ke seluruh Teluk Lituya, menyapu bersih semua yang berada di jalurnya di kedua sisi teluk, menghancurkan vegetasi dan topografi dalam area seluas kurang lebih 4 mil persegi (10,4 kilometer persegi).

Saat peristiwa itu terjadi, terdapat tiga kapal nelayan yang sedang berlabuh di dekat mulut teluk. Salah satu kapal tenggelam dan menewaskan dua awak kapal. Sementara dua kapal lainnya berhasil selamat dari terjangan gelombang. Di antara yang berhasil bertahan hidup adalah William A. Swanson dan Howard G. Ulrich, yang kemudian menjadi saksi kunci dalam menceritakan peristiwa tersebut.

Seluruh kejadian ini didokumentasikan secara detail oleh Miller (1960) dalam laporan komprehensif yang diterbitkan oleh United States Geological Survey (USGS). Sementara itu, Kapten Elliot B. Roberts dari U.S. Coast and Geodetic Survey melakukan survei fotogrametri menyeluruh dan menyusun laporan lengkap yang kemudian dimuat dalam Laporan Tahunan Smithsonian Institution tahun 1960.


Gempa Dahsyat Sebelumnya: Latar Belakang Tektonik

Peristiwa gempa besar pada 9 Juli 1958 terjadi di sepanjang jalur Patahan Fairweather yang membentang di wilayah Alaska Tenggara. Di sekitar Teluk Lituya, sesar ini tergolong sebagai patahan transform atau sesar mendatar, namun memiliki komponen pergerakan vertikal yang cukup signifikan, dengan blok kerak samudra yang terdorong ke atas.

Sebelumnya, pada tahun 1899, kawasan Fairweather juga pernah diguncang gempa besar yang menyebabkan perubahan ketinggian permukaan tanah secara drastis.

Dua teluk kecil di bagian hulu Teluk Lituya—yakni Crillon dan Gilbert Inlet—serta perpanjangan kawasan tersebut yang tertutup oleh gletser sepanjang total 12 mil, terbentuk akibat proses pengangkatan yang terjadi di sepanjang Patahan Fairweather.

Wilayah ini, termasuk seluruh Teluk Lituya, berada di atas lempeng samudra yang saat gempa 1958 mengalami pengangkatan vertikal sekitar 3,5 kaki (1,1 meter). Jalur patahan tersebut melintasi bagian hulu teluk di sisi timur laut Crillon dan Gilbert Inlet.

Pusat gempa (episentrum) berada pada koordinat 58,6° Lintang Utara dan 137,1° Bujur Barat, tepatnya di dekat Pegunungan Fairweather, sekitar 7,5 mil (12 km) di timur garis permukaan sesar Fairweather dan 13 mil (20,8 km) di tenggara hulu Teluk Lituya. Gempa ini memiliki magnitudo 7,9, meskipun beberapa sumber mencatat kekuatannya bisa mencapai 8,3 (Brazee & Cloud, 1960), menjadikannya gempa paling kuat di wilayah tersebut sejak gempa Cape Yakataga berkekuatan 8,2 pada 4 September 1899.

Guncangan terasa di seluruh wilayah Alaska Tenggara, mencakup area seluas 400.000 mil persegi, bahkan terdeteksi hingga Seattle di Negara Bagian Washington (selatan) dan Whitehorse, Yukon, Kanada (timur). Pergeseran tanah akibat gempa juga tercatat signifikan: sekitar 3,5 kaki (1,05 meter) secara vertikal dan 21 kaki (6,3 meter) secara horizontal. Pengukuran ini diambil di sepanjang jalur retakan permukaan Sesar Fairweather, antara 6 hingga 10 mil di tenggara Crillon Inlet (Tocher dan Miller, 1959). Diyakini bahwa pergeseran serupa juga terjadi di kawasan Crillon dan Gilbert Inlet, lokasi di mana gelombang mega tsunami terbentuk.