NewsRepublik.com, Internasional – Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, akhirnya muncul ke publik pada Kamis (26/6/2025) untuk pertama kalinya sejak gencatan senjata antara Iran dan Israel diumumkan. Dalam pidatonya yang disiarkan televisi nasional, Khamenei mengklaim bahwa serangan terhadap pangkalan militer AS di Qatar sebagai bentuk “tamparan di wajah Amerika” dan memperingatkan agar Washington tidak melakukan agresi lebih lanjut.
Dalam tayangan berdurasi lebih dari 10 menit itu, pria berusia 86 tahun tersebut tampak lebih lemah secara fisik. Suaranya terdengar serak dan sesekali terputus, menandakan penurunan kondisi kesehatannya sejak terakhir kali tampil pada 19 Juni.
Meski demikian, Khamenei tetap melontarkan pernyataan keras. Ia menyebut serangan udara AS yang menghantam tiga fasilitas nuklir Iran sebagai hal yang dilebih-lebihkan. “Trump mengatakan telah menghancurkan program nuklir kami. Itu hanya omong kosong. Mereka tidak mencapai apa pun yang signifikan,” kata Khamenei, merespons klaim Presiden AS Donald Trump.
Namun, pernyataan itu dibantah oleh Direktur Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, yang menyatakan bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan AS dan Israel sangat besar. “Kerusakan itu memang tidak total, tapi sangat serius,” ujarnya dalam wawancara dengan media Prancis, RFI.
Pemerintah Iran sendiri mengakui hal itu. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmail Baghaei, pada Rabu (25/6) menyatakan bahwa “instalasi nuklir kami memang mengalami kerusakan parah, itu fakta yang tidak bisa disangkal.”
Khamenei Kembali Muncul, Bongkar Alasan Menghilang Sejak Israel Serang Fasilitas Nuklir Iran
![Ayatollah Ali Khamenei berpidato di hadapan negara dalam pidato yang disiarkan televisi di Teheran pada hari Minggu [Kantor Pemimpin Tertinggi Iran via AP]](https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/4t2Eb8NlFLB4I6As0uCKoqLUHRE=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3083034/original/040602700_1584926432-6df3ee7e47164e618c11459868609321_18.jpg)
Keberadaan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, sempat menjadi misteri setelah pecahnya perang antara Iran dan Israel pada 13 Juni lalu. Baru pada Kamis (26/6/2025), Khamenei muncul kembali ke publik, menyampaikan pidato keras terhadap Amerika Serikat dan Israel dalam siaran televisi nasional.
Khamenei disebut sempat berlindung di lokasi rahasia menyusul serangan besar-besaran Israel yang menargetkan fasilitas nuklir Iran dan para komandan militer serta ilmuwan kunci negara itu. Ketidakhadirannya selama lebih dari 10 hari memicu spekulasi soal kondisi fisik dan posisi politiknya dalam krisis tersebut.
Dalam pidato publik pertamanya, Khamenei mengklaim bahwa keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik ini terjadi karena Washington khawatir Israel akan kalah telak. “AS masuk perang untuk menyelamatkan mereka, tetapi tidak mendapatkan apa-apa,” ujar Khamenei.
Ia juga menyinggung serangan balasan Iran terhadap pangkalan militer AS di Qatar pada Senin (23/6), yang disebutnya sebagai bukti kekuatan Republik Islam. “Iran punya akses ke pusat-pusat penting milik AS di kawasan ini dan bisa menyerang kapan saja dianggap perlu,” tegasnya.
Khamenei menyebut serangan itu sebagai “tamparan di wajah Amerika” dan memperingatkan bahwa tindakan serupa bisa terjadi lagi jika ada agresi baru. “Musuh akan membayar harga mahal jika berani menyerang lagi,” tutupnya.
Pasca Gencatan Senjata, Iran Mulai Pulih
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3615970/original/061381200_1635413590-international-2693210_1280.jpg)
Setelah gencatan senjata dengan Israel diumumkan, kehidupan di Iran perlahan kembali ke jalurnya. Pada Kamis (26/6/2025), sejumlah toko dan layanan publik di ibu kota Teheran kembali beroperasi, dan kepadatan lalu lintas pun mulai terlihat seperti sediakala.
Kementerian Jalan Raya dan Pembangunan Perkotaan Iran mengonfirmasi bahwa sebagian wilayah udara negara itu kini kembali dibuka. Menurut juru bicara kementerian, Majid Akhavan, jalur penerbangan domestik dan internasional yang melintasi bagian timur Iran telah kembali aktif, setelah sebelumnya ditutup akibat eskalasi militer.
Sementara situasi di darat mulai stabil, catatan korban selama konflik masih menyisakan luka mendalam. Pemerintah Iran mencatat 606 korban tewas dan lebih dari 5.300 luka-luka selama perang berlangsung. Namun, data berbeda diungkap kelompok HAM yang berbasis di Washington, menyebutkan 1.054 tewas dan 4.476 luka-luka, termasuk 417 warga sipil dan 318 aparat keamanan.
Di sisi lain, Israel juga mencatat dampak signifikan: 28 orang dilaporkan meninggal dan lebih dari 1.000 lainnya luka-luka. Meski tensi mereda, bekas-bekas kehancuran masih terasa di kedua negara.
Iran Luncurkan 550 Rudal ke Israel dalam Perang 12 Hari
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5262854/original/070773700_1750755558-20250624-Serangan_Iran-AP_5.jpg)
Dalam eskalasi 12 hari terakhir, Iran dilaporkan menembakkan lebih dari 550 rudal ke wilayah Israel. Menurut data resmi yang dirilis otoritas Israel pada Kamis (26/6/2025), tingkat intersepsi sistem pertahanan udara Israel mencapai 90%. Di sisi lain, militer Israel mengklaim telah menyerang lebih dari 720 target militer Iran, termasuk delapan fasilitas yang terkait dengan program nuklir Teheran.
Di tengah situasi tersebut, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa pertemuan antara pejabat Amerika dan Iran akan digelar minggu depan, memunculkan secercah harapan bagi perdamaian jangka panjang. Meski begitu, Iran sejauh ini belum secara resmi mengonfirmasi adanya rencana pembicaraan tersebut.
Utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, menyebut komunikasi langsung dan tidak langsung telah terjadi. Sebelumnya, negosiasi putaran keenam AS-Iran di Oman dijadwalkan awal bulan ini, namun batal setelah serangan besar-besaran Israel ke Iran pada 13 Juni lalu.
Sementara itu, Iran tetap bersikeras mempertahankan program nuklirnya. Bahkan, Parlemen Iran pada Rabu menyetujui percepatan rancangan undang-undang yang akan membatasi kerja sama negara itu dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), yang selama ini mengawasi kegiatan nuklir Iran.