Lifestyle

Chanel hingga Gucci Dituding Gunakan Kulit dari Kawasan Penebangan Ilegal di Amazon

58
×

Chanel hingga Gucci Dituding Gunakan Kulit dari Kawasan Penebangan Ilegal di Amazon

Share this article
Chanel hingga Gucci Dituding Gunakan Kulit dari Kawasan Penebangan Ilegal di Amazon
Ilustrasi brand fesyen mewah Gucci terseret tuduhan menggunakan kulit dari aksi penebangan hutan ilegal di Amazon.

NewsRepublik.com, Lifestyle – Sejumlah merek fesyen mewah dunia, seperti Chanel, Balenciaga, hingga Gucci, diduga menggunakan kulit yang berasal dari kawasan penebangan hutan ilegal di Amazon. Dugaan ini diungkap dalam laporan terbaru yang diterbitkan Earthsight, lembaga swadaya masyarakat asal Inggris, pada 23 Juni 2025.

Mengutip Brasil de Fato, Sabtu (5/7/2025), investigasi tersebut dilakukan bekerja sama dengan Repórter Brasil dan melibatkan analisis putusan pengadilan, citra satelit, serta data pengiriman. Studi ini menelusuri rantai pasok industri kulit dan menemukan keterkaitan antara merek-merek ternama dengan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah-wilayah yang terdampak deforestasi ilegal.

Earthsight menyebut bahwa perusahaan pengepakan daging asal Brasil, Frigol, berada di hulu rantai pasok tersebut. Rumah potong hewan ini diduga membeli sapi dari peternakan yang berdiri di lahan yang telah dikenai sanksi akibat penebangan hutan, termasuk dari kawasan Tanah Adat Apyterewa di São Félix do Xingu, negara bagian Pará.


Dilabeli ‘Kulit Italia’

Studi Earthsight mengungkap bahwa hampir seluruh kulit yang diekspor dari Pará, Brasil, ke Eropa berakhir di Italia. Di sana, bahan mentah tersebut diproses oleh perusahaan penyamakan kulit seperti Conceria Cristina dan Faeda yang berbasis di Veneto, lalu diberi label baru sebagai “kulit Italia.”

Kedua perusahaan ini memasok bahan kulit ke puluhan merek ternama di sektor fesyen, otomotif, hingga desain interior mewah. Selain Chanel, Balenciaga, dan Gucci, Conceria Cristina juga tercatat menjadi pemasok bagi merek asal Amerika Serikat, Coach—yang membidik pasar Gen Z dengan produk tas mewah seharga 340 hingga 686 dolar AS atau sekitar Rp5,5 juta hingga Rp11,1 juta.

Hubungan bisnis antara Coach dan Conceria Cristina dikonfirmasi langsung oleh juru bicara perusahaan penyamakan kulit tersebut kepada peneliti Earthsight. Dalam laporan itu, Durlicouros disebut sebagai eksportir kulit terbesar dari Pará ke pasar Eropa, dan menjadi pemasok utama bagi perusahaan-perusahaan di Italia.

Earthsight mencatat, selama periode 2020 hingga 2023, Durlicouros mengekspor hingga 90 persen kulit dari Pará ke Italia, dengan total volume mencapai 14.700 ton. Perusahaan tersebut juga mengonfirmasi bahwa mereka membeli kulit dari Frigol, rumah potong hewan yang diduga terlibat dalam rantai pasok dari lahan bermasalah.


Hasil Investigasi

Frigol, salah satu dari lima perusahaan pengemasan daging terbesar di Brasil, memiliki kapasitas penyembelihan hingga 2.400 ekor sapi per hari di fasilitasnya yang berlokasi di negara bagian Pará. Temuan ini diungkap dalam laporan Earthsight. Pada Oktober 2024, Institut Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Terbarukan Brasil (IBAMA) menjatuhkan sanksi denda kepada Frigol dan sejumlah perusahaan lain karena terbukti membeli 18 ribu ekor sapi yang dipelihara di lahan gundul hasil deforestasi di wilayah Pará dan Amazonas.

Dokumen yang diperoleh Earthsight menunjukkan bahwa pada 2019, Frigol tercatat membeli 3.643 ekor sapi dari dua kawasan yang tengah dikenai embargo di wilayah São Félix do Xingu. Atas pelanggaran tersebut, Frigol dikenai denda hampir 360 ribu dolar AS karena melakukan pembelian dari area yang secara hukum dilarang untuk aktivitas peternakan.

Namun, menurut laporan lembaga swadaya masyarakat asal Inggris itu, Frigol tetap melakukan pembelian ternak dari wilayah terlarang antara Januari 2020 hingga Oktober 2023. Analisis citra satelit yang dilakukan Earthsight menunjukkan tidak cukup waktu bagi wilayah yang ditebang secara ilegal untuk mengalami pemulihan, sehingga aktivitas pembelian tersebut dinilai melanggar ketentuan lingkungan yang berlaku.


Respons Frigol

Menanggapi laporan Earthsight, Frigol menyatakan belum menemukan kejanggalan dalam aktivitas para pemasok yang disebut-sebut membeli ternak dari kawasan Tanah Adat Apyterewa. Perusahaan menegaskan bahwa kebijakan pembelian mereka telah mengacu pada protokol pemantauan “Boi na Linha” yang dikembangkan oleh LSM Imaflora bersama Kejaksaan Federal Brasil (MPF).

Frigol menyebut seluruh ternak yang dibeli dari pemasok langsungnya telah memenuhi kriteria sosial dan lingkungan yang ditetapkan. Perusahaan juga mengklaim memiliki kemampuan untuk memantau pemasok tidak langsung hingga tingkat pertama.

Dalam keterangan tertulis kepada Repórter Brasil, Frigol menyampaikan bahwa pihaknya telah “memberikan klarifikasi secara rinci atas setiap dugaan yang disampaikan” dalam laporan Earthsight, dan menegaskan bahwa “seluruh proses pembelian telah mematuhi ketentuan sosial dan lingkungan.”

Lebih lanjut, Frigol menegaskan komitmennya terhadap Perjanjian Penyesuaian Perilaku untuk Peternakan Sapi Berkelanjutan di Negara Bagian Pará (TAC da carne), yang diberlakukan sejak 2009. Melalui perjanjian ini, perusahaan pengemasan daging diwajibkan tidak lagi membeli sapi dari kawasan yang mengalami deforestasi ilegal setelah tahun 2008.