Internasional

Setelah Gencatan Senjata, Warga Samraong di Perbatasan Kamboja Masih Belum Berani Pulang

56
×

Setelah Gencatan Senjata, Warga Samraong di Perbatasan Kamboja Masih Belum Berani Pulang

Share this article
Setelah Gencatan Senjata, Warga Samraong di Perbatasan Kamboja Masih Belum Berani Pulang
Warga Kamboja duduk di atas gerobak traktor saat mengungsi di provinsi Oddar Meanchey, Kamboja, pada Sabtu (26/7/2025)

NewsRepublik.com, Internasional – Warga yang mengungsi di wilayah perbatasan barat laut Kamboja kini menanti kepastian untuk kembali ke rumah mereka, menyusul berakhirnya lima hari konflik sengit dengan Thailand yang diakhiri dengan kesepakatan gencatan senjata mulai berlaku Senin (28/7/2025) malam.

Di bawah tenda darurat yang berdiri di tanah berlumpur dekat kota perbatasan Samraong, Meun Saray, perempuan berusia 45 tahun, menggendong anaknya sambil berharap bisa segera kembali ke rumah. Pernyataan tersebut dikutip dari laman Japan Today, Selasa (29/7).

“Kalau pemerintah bilang desa saya sudah aman, saya ingin pulang dan berkumpul lagi dengan keluarga. Hidup di sini jauh lebih sulit dibandingkan di rumah sendiri,” ujarnya.

Kondisi di kota Samraong, ibu kota Provinsi Oddar Meanchey, tampak sangat sepi. Jalanan lengang dan toko-toko tutup setelah mayoritas dari 70.000 penduduknya mengungsi.

Kota ini berjarak sekitar 320 kilometer dari Phnom Penh, ibu kota Kamboja. Dalam sepekan terakhir, Samraong menjadi titik panas bentrokan bersenjata paling intens antara Kamboja dan Thailand dalam lebih dari satu dekade, akibat sengketa perbatasan yang memuncak sejak 24 Juli 2025.

“Orang-orang pergi karena takut perang,” kata Inn Theary, pedagang kaki lima yang memilih tetap bertahan karena keterbatasan dana untuk mengungsi.

“Sebagian mengungsi bersama keluarga, lainnya berada di kamp pengungsian. Tapi bagi kami yang kurang mampu, kami tetap di sini untuk mencari nafkah agar anak-anak bisa tetap makan,” tambahnya.

Letupan senjata masih terdengar di wilayah perbatasan O Smach pada Senin sore, menurut Meach Sovannara, Ketua Partai Generasi Baru dari kubu oposisi. Ia menyebut sejumlah rumah warga terkena peluru nyasar yang mengakibatkan korban luka.

“Peluru tidak mengenal kebangsaan. Baik Kamboja maupun Thailand sama-sama menjadi korban,” ujarnya.

“Perang adalah bencana. Keluarga tercerai-berai, aktivitas bertani, berdagang, dan pendidikan terganggu. Ada yang terluka, bahkan kehilangan nyawa,” tutup Sovannara.


Ketegangan Perbatasan Meningkat Sejak Mei 2025

Warga yang mengungsi akibat konflik antara Thailand dan Kamboja beristirahat di pusat evakuasi sementara di dalam sebuah kuil Buddha di provinsi perbatasan Thailand, Si Sa Ket, pada 26 Juli 2025.

Perselisihan perbatasan antara Kamboja dan Thailand sebenarnya telah berlangsung puluhan tahun. Namun, ketegangan terbaru meningkat sejak akhir Mei 2025 setelah seorang tentara Kamboja tewas dalam bentrokan kecil, yang kemudian memicu pengerahan pasukan di sepanjang 800 kilometer garis perbatasan.

Kedua negara akhirnya mencapai kesepakatan gencatan senjata secara “segera dan tanpa syarat” dalam pertemuan yang difasilitasi oleh Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Kesepakatan ini datang setelah hampir sepekan konflik yang menewaskan sedikitnya 38 orang, mayoritasnya adalah warga sipil.

Meski bentrokan kecil sempat terjadi usai pengumuman kesepakatan, Penjabat Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, menyatakan pada Selasa bahwa situasi mulai kondusif.

Namun, warga pengungsi masih menyimpan rasa waswas.

“Saya sangat ingin pulang, tapi belum berani,” ujar Seun Ruot, ibu rumah tangga berusia 47 tahun. “Saya memilih menunggu hari ini atau besok untuk memastikan semuanya benar-benar aman.”