NewsRepublik.com, Internasional – Menteri Keamanan Nasional Israel dari partai sayap kanan, Itamar Ben-Gvir, kembali memicu kontroversi di Yerusalem Timur setelah melakukan kunjungan ke kompleks Masjid Al-Aqsa dan memimpin salat Yahudi di kawasan tersebut.
Tindakan Ben-Gvir dinilai melanggar kesepakatan status quo yang telah diterapkan selama beberapa dekade di salah satu lokasi paling sensitif di Timur Tengah, dikutip dari BBC, Senin (4/8/2025).
Sejumlah foto dan video yang beredar menunjukkan kehadiran Ben-Gvir di Temple Mount—sebutan lokasi itu dalam tradisi Yahudi—dengan pengawalan ketat aparat kepolisian Israel. Ia terlihat memimpin doa di area yang selama ini hanya diperbolehkan untuk dikunjungi oleh umat Yahudi, namun tidak untuk melakukan ibadah.
Pemerintah Israel menyatakan bahwa kebijakan status quo tetap diberlakukan, yakni hanya umat Muslim yang diperkenankan beribadah di kompleks Al-Aqsa. Namun demikian, aksi Ben-Gvir tetap memicu kritik dan kecaman dari berbagai pihak.
Yordania, selaku pihak yang memiliki tanggung jawab historis atas pengelolaan situs tersebut, mengecam kunjungan itu sebagai “provokasi yang tidak dapat diterima.” Sementara Hamas menyebutnya sebagai bentuk “agresi berkelanjutan terhadap rakyat Palestina,” dan Otoritas Palestina menilai tindakan itu “telah melampaui semua batas merah.”
Kompleks Masjid Al-Aqsa merupakan situs suci dalam Islam, diyakini sebagai tempat Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj. Adapun dalam keyakinan Yahudi, lokasi tersebut diyakini sebagai tempat berdirinya dua Bait Suci, menjadikannya situs paling sakral dalam tradisi mereka.
Status Quo Al-Aqsa Kembali Disorot

Sejak direbut Israel dari Yordania dalam Perang Enam Hari pada 1967, kompleks Masjid Al-Aqsa berada di bawah pengaturan status quo yang memungkinkan Yordania tetap mengelola situs suci tersebut melalui lembaga Waqf, sementara Israel mengendalikan akses dan aspek keamanannya.
Namun demikian, warga Palestina kerap menuding bahwa Israel secara bertahap menggerus kesepakatan tersebut. Salah satu indikasinya adalah makin seringnya umat Yahudi terlihat melakukan ibadah di dalam kompleks, tanpa adanya tindakan pencegahan dari otoritas keamanan.
Menurut laporan Waqf, Ben-Gvir tercatat sebagai salah satu dari 1.250 warga Yahudi yang memasuki area kompleks pada Minggu pagi. Meski dirinya pernah beberapa kali mengunjungi Al-Aqsa, Times of Israel mencatat bahwa ini adalah kali pertama Ben-Gvir memimpin doa secara terbuka di lokasi tersebut dalam kapasitasnya sebagai pejabat tinggi negara.
Dalam pernyataan di lokasi, Ben-Gvir menyinggung video yang menunjukkan kondisi para sandera Israel yang baru-baru ini dibebaskan oleh Hamas. Ia menyebut video tersebut sebagai bentuk tekanan terhadap Israel, sekaligus kembali menuntut pemulangan segera seluruh sandera.
Ben-Gvir juga mengulangi seruannya agar Israel mengambil alih penuh wilayah Jalur Gaza dan mendorong terjadinya “emigrasi sukarela” warga Palestina dari wilayah tersebut—pernyataan yang dinilai para ahli sebagai bentuk pemindahan paksa dan berpotensi dikategorikan sebagai kejahatan perang.
Sebelumnya, retorika keras dan tindakan kontroversial Ben-Gvir telah membuatnya dikenai sanksi oleh pemerintah Inggris, atas tuduhan menghasut kekerasan terhadap komunitas Palestina di wilayah Tepi Barat.












