NewsRepublik.com, Lifestyle – Ciuman, yang biasanya dianggap sebagai bentuk kasih sayang atau keintiman, ternyata punya manfaat lebih dari sekadar pemanis hubungan. Sebuah riset terbaru dari Iran menemukan bahwa aktivitas ini bisa berpengaruh terhadap kondisi mental pasangan—termasuk menyebarkan gejala depresi dan kecemasan.
Dilansir dari New York Post pada Jumat (13/6/2025), studi yang dipublikasikan dalam jurnal Exploratory Research and Hypothesis in Medicine ini menyoroti peran mikrobiota dalam mulut terhadap kesehatan mental. Peneliti melibatkan 268 pasangan pengantin baru asal Iran dalam penelitian ini.
Hasilnya menunjukkan, ketika salah satu pasangan mengalami gangguan seperti depresi, kecemasan, atau sulit tidur, pasangannya yang semula sehat perlahan ikut terdampak dalam waktu sekitar enam bulan. Salah satu pemicunya adalah pertukaran bakteri di mulut saat berciuman. Studi sebelumnya menyebutkan bahwa dalam ciuman 10 detik, sekitar 80 juta bakteri bisa berpindah antar mulut.
Transfer Bakteri Lewat Ciuman Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4946427/original/008009800_1726623799-laughing-brunette-man-expressing-love-while-posing-with-girlfriend-blissful-caucasian-couple-kissing-wooden-wall.jpg)
Dalam temuan mereka, para peneliti mencatat bahwa komposisi mikrobiota mulut pasangan yang awalnya sehat mulai berubah dan menyerupai mikrobiota pasangan yang mengalami gangguan mental. Ada empat jenis bakteri yang ditemukan dalam jumlah besar: Clostridia, Veillonella, Bacillus, dan Lachnospiraceae beberapa di antaranya dikenal punya potensi membahayakan tubuh.
Meski begitu, studi ini tidak tanpa kekurangan. Para peneliti mengakui belum mempertimbangkan variabel lain seperti kondisi kesehatan umum dan kebiasaan makan yang juga bisa memengaruhi bakteri mulut seseorang. Oleh karena itu, mereka mendorong adanya penelitian lanjutan untuk menyelidiki apakah memang ada hubungan langsung antara bakteri mulut dan kesehatan mental.
Sebenarnya, para ahli kesehatan mental sudah lama tahu bahwa kondisi psikis seseorang bisa berdampak pada orang-orang terdekat, terutama pasangan. Namun, studi ini memberi bukti bahwa pengaruh tersebut mungkin juga terjadi lewat jalur biologis, termasuk lewat pertukaran mikrobiota. Bahkan sebelumnya, ada temuan bahwa pasangan bisa menyelaraskan detak jantung, pola tidur, hingga kadar hormon stres dan hormon reproduksi mereka seiring berjalannya waktu.
Dampak Psikologis dan Pentingnya Kesadaran dalam Hubungan
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5204870/original/095979900_1746019632-front-view-couple-embracing-bed_23-2148429192.jpg)
Temuan ini menyoroti pentingnya keterkaitan antara kondisi fisik dan kesehatan mental dalam sebuah hubungan intim. Walau ciuman dikenal memberikan manfaat emosional, studi ini mengingatkan bahwa aspek kesehatan mulut juga berperan dalam menjaga keseimbangan mental pasangan.
Para pakar menyarankan agar pasangan tidak hanya fokus pada keintiman emosional, tetapi juga rutin menjaga kebersihan mulut dan mewaspadai gejala gangguan psikologis yang mungkin muncul. Diharapkan riset lanjutan bisa memperdalam pemahaman soal peran bakteri mulut dalam kondisi mental, sekaligus membuka jalan bagi strategi baru untuk menjaga hubungan tetap sehat secara holistik.
Menariknya, efek positif tak hanya datang dari ciuman. Pelukan juga terbukti punya dampak psikologis besar. Psikolog klinis Nirmala Ika menyebut bahwa pelukan bisa memicu pelepasan hormon kebahagiaan—baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Hormon ini tidak hanya memperbaiki suasana hati, tetapi juga menurunkan stres dan memperkuat sistem imun. Dengan meningkatnya rasa bahagia, tubuh pun bekerja lebih optimal, memperkuat kesehatan secara menyeluruh.
Pelukan Tulus Picu Rasa Bahagia Anak
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5246784/original/016045500_1749465077-happy-couple-embraced-outdoors.jpg)
Psikolog klinis Nirmala Ika menjelaskan bahwa pelukan selama 10 detik sudah cukup untuk membangkitkan rasa bahagia pada anak. Namun, pelukan itu harus dilakukan dengan tulus dan penuh kehadiran, tanpa pikiran melayang ke hal lain.
Pelukan yang tulus dari orangtua bukan cuma memberikan kenyamanan, tapi juga membuat anak merasa dicintai, dihargai, diterima, dan lebih tenang secara emosional.
“Yang paling penting secara psikologis adalah ketulusan. Bisa nggak kita benar-benar hadir dalam momen itu, walau cuma beberapa detik. Lebih baik pelukan yang penuh kehadiran daripada sekadar formalitas tapi pikiran kemana-mana. Anak-anak itu butuh kehadiran yang nyata,” kata Ika dikutip dari Antara.
Ika juga menambahkan bahwa anak-anak yang beranjak remaja tetap membutuhkan pelukan orangtua. Sayangnya, banyak dari mereka jadi enggan dipeluk di depan umum karena pengaruh stigma sosial misalnya, anggapan bahwa pelukan identik dengan sikap manja. Hal ini bisa menghambat mereka untuk menunjukkan kebutuhan emosional yang sebenarnya masih besar.