Kesehatan

Kelola Stres dengan Tepat untuk Jaga Rambut dan Penampilan

125
×

Kelola Stres dengan Tepat untuk Jaga Rambut dan Penampilan

Share this article
Kelola Stres dengan Tepat untuk Jaga Rambut dan Penampilan
Stres berkepanjangan efek pada rambut. (dok. Ali Yahya/Unsplash/Adhita Diansyavira)

NewsRepublik.com, KesehatanMengelola stres bukan hanya penting bagi kesehatan mental, tetapi juga berpengaruh terhadap penampilan. Kok bisa begitu?

Saat pikiran terus berada di bawah tekanan, tubuh memproduksi hormon stres seperti kortisol dalam jumlah tinggi. Kondisi tersebut dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh hingga menyerang folikel rambut, memicu kerontokan, bahkan kebotakan di beberapa area kepala.

Dosen Fakultas Kedokteran IPB University, dr. Riati Sri Hartini, MSc, SpKJ, menjelaskan stres berkepanjangan dapat memperpanjang fase istirahat rambut sekaligus mengurangi protein pada folikel. Akibatnya, pertumbuhan rambut menjadi terhambat.

“Peningkatan kortisol akan mengurangi protein di folikel rambut dan memperpanjang fase istirahatnya. Pertumbuhannya akan terganggu dan siklus rambut menjadi tidak normal. Manifestasinya bisa berupa alopecia areata,” ujar Riati dalam tayangan IPB Pedia di kanal YouTube IPB TV, seperti dikutip dari laman resmi IPB.

Alopecia areata sendiri merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan kerontokan rambut hingga membentuk kebotakan di sejumlah bagian kepala.

Menurut Riati, kondisi ini tidak hanya berdampak pada penampilan, tetapi juga kesehatan mental. Banyak penderita yang mengalami penurunan rasa percaya diri, kecemasan, hingga depresi.


Stres Bisa Picu Kebiasaan Mencabuti Rambut Sendiri

Riati menjelaskan bahwa stres juga dapat memicu perilaku mencabuti rambut sendiri, yang dalam dunia medis dikenal dengan istilah trichotillomania.

Kondisi ini kerap berkaitan dengan masalah psikologis yang mendasarinya, seperti depresi atau kecemasan. Penderita biasanya sulit menahan dorongan untuk mencabut rambut, disertai rasa tegang sebelum melakukannya dan perasaan lega setelahnya. Rambut yang dicabut tidak hanya dari kepala, tetapi juga alis, bulu mata, hingga area tubuh lain tempat rambut tumbuh.

Trichotillomania berpotensi menimbulkan gangguan sosial, pekerjaan, maupun fungsi lain dalam kehidupan sehari-hari penderita.

Meski demikian, Riati menegaskan tidak semua orang yang mengalami stres akan otomatis mengalami kerontokan rambut.

“Faktor risiko tidak hanya stres saja. Jika faktor lain tidak ada, kerontokan belum tentu terjadi,” jelasnya.


Penanganan Alopecia Areata

Riati menjelaskan, penanganan alopecia areata dapat dilakukan melalui pendekatan medis maupun psikologis.

Dari sisi medis, dokter kulit biasanya memberikan terapi kortikosteroid dalam bentuk suntikan, obat oles, atau oral. Selain itu, tersedia pula obat perangsang pertumbuhan rambut, imunomodulator, hingga JAK inhibitor untuk membantu menyeimbangkan protein.

Sementara dari aspek psikologis, pengelolaan stres melalui gaya hidup sehat, relaksasi, yoga, meditasi, hingga konsultasi dengan tenaga profesional menjadi langkah yang tak kalah penting.

“Menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga fisik,” ujar Riati.

Ia menegaskan pentingnya segera mengatasi masalah kesehatan mental, mengingat dampaknya bisa berpengaruh pada kondisi fisik.

“Jika mengalami stres berat atau gejala kebotakan yang tidak biasa, segera cari bantuan profesional dan konsultasikan ke dokter,” pesan Riati.


2 Cara Sederhana untuk Mengurangi Stres

Mengelola stres (Foto dok: Freepik/benzoix).
Mengelola stres (Foto dok: Freepik/benzoix).

Ada berbagai teknik yang bisa dilakukan untuk meredakan stres. Mengutip TODAY, berikut dua metode yang cukup mudah dipraktikkan:

1. Butterfly Hug

Butterfly hug merupakan latihan terapeutik yang membantu mengatasi kecemasan, stres, maupun perasaan sedih.

“Mulailah dengan mengambil napas dalam-dalam beberapa kali. Gunakan lengan untuk menyilangkan dada, pastikan ujung jari tengah menyentuh tepat di bawah tulang selangka,” jelas Hillary Schoninger, LCSW.

Setelah itu, pejamkan mata, fokus pada pernapasan, dan bayangkan gerakan kupu-kupu yang mengepakkan sayapnya di dada.

“Melakukan butterfly hug akan membantu seseorang terhubung ke sisi sistem saraf yang lebih tenang, yang dikenal sebagai sistem parasimpatis,” lanjutnya.

2. Mindfulness Walk

Mindfulness walk adalah praktik sederhana berjalan kaki dengan kesadaran penuh terhadap kondisi saat ini. Aktivitas ini bisa dilakukan di mana saja, seperti di sekitar rumah, halaman belakang, atau taman kompleks.

“Saat berjalan, perhatikan bagaimana tubuh bergerak dan merasakan, serta gunakan indra untuk mengenali sekeliling. Apa yang didengar, dicium, dirasakan, dan dilihat?” tutur Andrea T. J. Ross, PhD, asisten direktur klinis Fakultas Ilmu Sosial dan Perilaku University of Phoenix, Arizona, Amerika Serikat.

Menurutnya, praktik ini membantu pikiran menyadari apa yang terjadi saat ini, sekaligus mengurangi kekhawatiran berlebihan tentang masa lalu maupun masa depan, sehingga dapat menurunkan gejala stres.