Teknologi

Chatbot Ilegal Bermuka Selebritas Dunia Muncul di Platform Meta

49
×

Chatbot Ilegal Bermuka Selebritas Dunia Muncul di Platform Meta

Share this article
Chatbot Ilegal Bermuka Selebritas Dunia Muncul di Platform Meta
Ilustrasi Taylor Swift depresi di depan laptop (Meta AI).

NewsRepublik.com, TeknologiMeta kembali menjadi sorotan setelah ditemukan keberadaan chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) ilegal yang meniru wajah sejumlah selebritas internasional tanpa izin.

Mengutip Variety, Senin (1/9/2025), figur populer seperti Anne Hathaway, Taylor Swift, hingga Scarlett Johansson dilaporkan menjadi korban penyalahgunaan teknologi tersebut. Identitas mereka dipakai untuk menghadirkan interaksi bernuansa genit hingga percakapan bernada seksual dengan pengguna.

Lebih jauh, chatbot itu bahkan mampu menghasilkan gambar photorealistic buatan AI yang menampilkan visual tak senonoh menyerupai para selebritas terkait.

Fenomena ini pertama kali terungkap lewat laporan investigasi mendalam yang dipublikasikan oleh kantor berita Reuters.

Menanggapi temuan tersebut, Meta menyatakan telah menindak tegas dengan menghapus belasan chatbot AI yang terbukti melanggar kebijakan internal perusahaan.

Kendati demikian, kasus ini kembali memunculkan pertanyaan serius mengenai lemahnya mekanisme pengawasan Meta terhadap pemanfaatan dan distribusi teknologi kecerdasan buatan di platformnya.


Pelanggaran Privasi dan Hak Atas Citra Diri

Seiringnya teknologi berkembang, tingkat kegunaan smartphone pun terus meningkat. Walaupun begitu, masih saja ada pencurian data
Seiringnya teknologi berkembang, tingkat kegunaan smartphone pun terus meningkat. Walaupun begitu, masih saja ada pencurian data

Kasus chatbot ilegal bermuka selebritas memicu perdebatan baru di tingkat global terkait perlindungan privasi, hak atas citra diri, hingga ancaman pelecehan seksual di ruang digital.

Praktik peniruan dan eksploitasi identitas ini dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap hak fundamental atas privasi. Sebab, sekalipun berstatus figur publik, setiap individu tetap memiliki hak penuh untuk mengontrol penggunaan wajah maupun identitasnya, terlebih bila dimanfaatkan untuk tujuan komersial.

Penciptaan citra palsu tanpa izin bukan hanya merugikan secara pribadi, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerusakan reputasi permanen bagi korban.

Sejumlah pakar hukum menekankan adanya kekosongan regulasi yang mampu mengantisipasi kejahatan digital berbasis kecerdasan buatan. Akibat lemahnya payung hukum, banyak korban akhirnya tidak memiliki mekanisme perlindungan yang cepat dan efektif dalam menghadapi serangan terhadap citra diri mereka.


Dampak Psikologis dan Ancaman Berbasis Gender

apa itu misogini ©Ilustrasi dibuat AI
apa itu misogini ©Ilustrasi dibuat AI

Serangan digital yang menyerang ranah personal berpotensi meninggalkan dampak psikologis mendalam dan berkepanjangan bagi para korban.

Mayoritas target yang merupakan perempuan menegaskan adanya pola pelecehan berbasis gender, di mana perempuan diperlakukan sebagai objek. Praktik objektifikasi seksual yang sejak lama menjadi ancaman kini bertransformasi ke ranah digital melalui pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan.

Ruang digital yang seharusnya menjadi wadah aman untuk berekspresi justru berubah menjadi arena baru untuk mempertahankan privasi dan martabat individu, khususnya perempuan.

Fenomena ini juga memperlihatkan betapa mudahnya bias sosial yang ada di dunia nyata tereplikasi, bahkan diperkuat, oleh algoritma AI.

Komunitas advokasi hak-hak perempuan pun semakin vokal menyerukan agar perusahaan teknologi global memikul tanggung jawab moral yang lebih besar dalam mencegah praktik pelecehan berbasis teknologi.


Proyeksi Ancaman bagi Masyarakat Umum

Ilustrasi Kecemasan Masyarakat terhadap Keamanan Data (Meta AI).
Ilustrasi Kecemasan Masyarakat terhadap Keamanan Data (Meta AI).

Meski kasus chatbot ilegal ini menimpa kalangan selebritas, para pakar menilai teknologi serupa berpotensi menjadi ancaman serius bagi keamanan dan privasi masyarakat luas.

Jika disalahgunakan, kecerdasan buatan dapat digunakan sebagai alat balas dendam personal maupun perundungan (bullying) di ranah sosial. Pembuatan konten palsu yang tampak meyakinkan mampu merusak hubungan personal hingga meruntuhkan kredibilitas profesional seseorang dalam hitungan singkat.

Kondisi ini juga dikhawatirkan akan semakin mengikis tingkat kepercayaan publik terhadap konten visual yang beredar di internet.

Para ahli mengingatkan pentingnya kewaspadaan masyarakat dalam menjaga data pribadi maupun foto yang diunggah ke ruang digital, karena berisiko dieksploitasi pihak tak bertanggung jawab.

Oleh sebab itu, literasi digital yang berkelanjutan dinilai menjadi kebutuhan mendesak agar masyarakat mampu mengenali sekaligus menghadapi ancaman tak kasatmata yang lahir dari kemajuan teknologi.