Teknologi

AI Jadi Senjata Baru Selamatkan Bahasa Lokal dari Kepunahan

60
×

AI Jadi Senjata Baru Selamatkan Bahasa Lokal dari Kepunahan

Share this article
AI Jadi Senjata Baru Selamatkan Bahasa Lokal dari Kepunahan
Penari dari Navajo Nation, Ziggy Williams saat mengikuti Grand Entry of the Denver March Powwow di Denver, Colorado (24/3). Acara ini diikuti oleh sekitar 55.000 peserta, terdiri dari penari, penabuh, vendor, dan penonton. (AFP/Jason Connolly)

NewsRepublik.com, Teknologi – Ancaman hilangnya bahasa lokal di berbagai belahan dunia kini mulai menemukan titik terang berkat hadirnya teknologi kecerdasan buatan (AI).

Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat, setiap dua minggu ada satu bahasa lokal yang punah. Bahkan, diperkirakan setengah dari total bahasa yang ada di dunia akan menghilang pada tahun 2100.

Dilansir CNN, Rabu (3/9/2025), sekelompok anak muda memanfaatkan AI dan robotika untuk menghidupkan kembali bahasa asli di komunitas mereka.

Salah satunya Danielle Boyer, pemuda dari komunitas Anishinaabe di Michigan, Amerika Serikat. Ia menggagas sebuah robot pengajar bahasa bernama SkoBot.
“Di komunitas kami, hilangnya bahasa antar-generasi terjadi sangat cepat,” ujar Boyer.

Ia menjelaskan, generasi kakek-neneknya masih fasih menggunakan bahasa Anishinaabemowin, sementara generasi setelahnya semakin berkurang kemampuannya.

Inisiatif Boyer menjadi bagian dari upaya lebih luas untuk menjaga kelestarian bahasa lokal dengan dukungan teknologi modern.


SkoBot, Robot Mini yang Bantu Anak Belajar Bahasa Lokal

Skobot, robot yang diciptakan Danielle Boyer untuk membantu belajar bahasa lokal di Amerika Serikat yang hampir punah, Anishinaabemowin, untuk dihidupkan kembali.
Skobot, robot yang diciptakan Danielle Boyer untuk membantu belajar bahasa lokal di Amerika Serikat yang hampir punah, Anishinaabemowin, untuk dihidupkan kembali. (Image Credit: In The Know)

Danielle Boyer menghadirkan inovasi unik melalui SkoBot, robot mungil seukuran cangkir kopi yang berbentuk hewan hutan. Inspirasi desainnya datang dari mainan Elmo yang dapat berbicara.

SkoBot dirancang untuk dikenakan di bahu pengguna, memungkinkan terjadinya percakapan interaktif dua arah. Teknologi pengenalan suara berbasis AI memungkinkan robot ini mengenali kata dalam bahasa Inggris, kemudian memutarkan rekaman audio kata serupa dalam bahasa Anishinaabemowin.

Proyek ini ditujukan khusus bagi anak-anak di ruang kelas. Menariknya, audio yang diputar bukan suara orang dewasa, melainkan rekaman anak-anak dari komunitas setempat agar terasa lebih dekat dengan penggunanya.

Boyer menjelaskan, siswa juga diberi kesempatan untuk merakit SkoBot mereka sendiri. Dengan begitu, proses belajar bahasa menjadi lebih menyenangkan sekaligus membuka akses pada pendidikan berbasis Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM).


Kamus Digital dan Penerjemah AI Selamatkan Bahasa Suku Paiute

Belajar bahasa asing yang semakin mudah berkat kemajuan teknologi/copyright pexels/Pixabay
Belajar bahasa asing yang semakin mudah berkat kemajuan teknologi/copyright pexels/Pixabay

Upaya menjaga bahasa lokal terus berkembang dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI). Jared Coleman, asisten profesor asal California, tergerak melestarikan bahasa suku Paiute Lembah Owens yang terancam punah.

Dorongan itu lahir dari pengalaman kelam keluarganya di masa lalu. Kakek buyutnya pernah mengalami larangan menggunakan bahasa asli di sekolah, yang kemudian memicu Coleman untuk menggabungkan ilmu komputer dengan pelestarian budaya.

Ia melatih model bahasa besar (Large Language Model) seperti GPT-3.5-turbo dan GPT-4 menggunakan kosakata Paiute. Hasilnya, tercipta kamus daring Owens Valley Paiute, generator kalimat, serta penerjemah digital.

Coleman menegaskan tujuan utama pengembangan alat ini adalah “terutama untuk membantu anggota komunitas.” Namun, ia juga berharap teknologi tersebut dapat menarik perhatian wisatawan yang berkunjung ke wilayah mereka.


AI dan Bahasa Lokal: Antara Inovasi, Etika, dan Akurasi

Ilustrasi Artificial Intelligence.
Ilustrasi Artificial Intelligence. (Dok. tungnguyen0905/Pixabay)

Meski kecerdasan buatan (AI) membuka peluang besar bagi pelestarian bahasa, para penggagasnya menekankan pentingnya memperhatikan aspek etika dan akurasi.

Danielle Boyer, misalnya, memilih tidak menggunakan suara hasil AI untuk proyek robot SkoBot. Sebagai gantinya, ia memanfaatkan rekaman suara asli dari anggota komunitas.
“Bahasa adalah makhluk hidup … pembelajaran bahasa tidak boleh terjadi hanya dengan robot atau di ponsel Anda, tetapi harus selalu dilakukan bersama anggota komunitas,” ujar Boyer.

Ia juga memastikan setiap kontributor tetap memegang hak penuh atas rekaman suara yang dipakai, sehingga tidak bisa dieksploitasi oleh perusahaan besar.

Pendekatan serupa diterapkan Jared Coleman. Ia sengaja tidak menyertakan rekaman suara leluhurnya ke dalam model AI, lantaran sebagian di antaranya berupa lagu dan kisah sakral yang dianggap suci.

Baik Boyer maupun Coleman sama-sama menekankan bahwa akurasi teknologi masih menjadi tantangan utama. Mereka mengingatkan, “bahasa jauh lebih dari sekadar kata-katanya,” karena di dalamnya tersimpan identitas budaya dan sejarah komunitas.