Sejarah

50 Tahun Laga Ikonis: Billie Jean King Taklukan Bobby Riggs dalam “Battle of the Sexes”

14
×

50 Tahun Laga Ikonis: Billie Jean King Taklukan Bobby Riggs dalam “Battle of the Sexes”

Share this article
50 Tahun Laga Ikonis: Billie Jean King Taklukan Bobby Riggs dalam "Battle of the Sexes"
Bobby Riggs (tengah) dan Billy Jean King (kanan) bersama Jack Klugman (kiri) (Wikimedia Commons)

NewsRepublik.com, Sejarah – Setengah abad lalu, tepatnya 20 September 1973, dunia olahraga menyaksikan salah satu pertandingan tenis paling bersejarah sekaligus paling banyak ditonton sepanjang masa. Laga tersebut mempertemukan legenda tenis putri Billie Jean King melawan eks petenis nomor satu dunia, Bobby Riggs, yang kala itu dikenal sebagai sosok penuh kontroversi dengan pandangan meremehkan kemampuan atlet perempuan.

Pertandingan yang dijuluki Battle of the Sexes itu digelar di Houston Astrodome, Texas, Amerika Serikat, dan disiarkan ke berbagai negara. Diperkirakan sebanyak 90 juta penonton menyaksikan langsung duel tersebut melalui layar televisi, menjadikannya tontonan olahraga global yang fenomenal (CNN, Sabtu 20/9/2025).

Riggs, juara Wimbledon yang juga gemar mencari sensasi, kerap mempertaruhkan hasil pertandingan dirinya sendiri. Pada usia 55 tahun, ia melihat peluang besar dengan menantang dua petenis papan atas perempuan: Billie Jean King yang saat itu berusia 29 tahun, serta Margaret Court yang berusia 31 tahun. Hadiah untuk pemenang dijanjikan mencapai USD 100 ribu atau sekitar Rp1,6 miliar.

King semula enggan menanggapi, sementara Court menerima tantangan tersebut. Pertarungan pun berlangsung di California pada 13 Mei 1973. King mengaku dirinya berusaha meyakinkan Court tentang arti penting duel itu.

“Saya bilang, ‘Margaret, ini bukan soal tenis, ini tentang perubahan sosial, keadilan sosial, semua yang sedang kita perjuangkan,'” kata King.

Namun, Court tidak sependapat.

“Dia tidak punya orientasi politik,” tambah King.

Pertandingan pun berakhir antiklimaks. Court harus menelan kekalahan telak dengan skor 6-1, 6-2. Laga itu kemudian dikenal dengan sebutan Mother’s Day Massacre, karena berlangsung di Hari Ibu dan meninggalkan kesan pahit bagi dunia tenis putri.

King yang menyaksikan kekalahan itu pun mengaku cemas.

“Saya cuma bisa berpikir, ‘Aduh, jangan sampai begini,'” ujarnya.


Laga Penentuan di Houston

Ilustrasi Olahraga Tenis Credit: Paxels.com/Gonchifacello
Ilustrasi Olahraga Tenis Credit: Paxels.com/Gonchifacello

Kekalahan Margaret Court pada Mei 1973 menjadi titik balik bagi Billie Jean King. Menyadari besarnya makna simbolis dari tantangan Bobby Riggs, ia akhirnya menerima duel tersebut. Pertandingan bersejarah itu pun digelar pada 20 September 1973 di Houston Astrodome.

“Saya pikir, kalau saya kalah, itu akan membuat perjuangan kami mundur 50 tahun. Bisa menghancurkan tur tenis perempuan dan harga diri perempuan secara keseluruhan,” kata King.

Promotor menyematkan tajuk Battle of the Sexes untuk laga tersebut. Pertandingan digelar pada jam tayang utama televisi Amerika Serikat dan ditonton jutaan orang di seluruh dunia.

Momen masuknya para pemain ke arena dibuat dramatis. King tampil bak Cleopatra, diusung dengan tandu emas, sementara Riggs hadir dengan gaya nyeleneh, menaiki becak yang ditarik sejumlah model perempuan berbaju minim.

Namun, begitu pertandingan dimulai, alur cerita berubah total. King menunjukkan dominasinya sejak awal hingga akhirnya menutup laga dengan kemenangan telak atas Riggs dalam tiga set langsung: 6-4, 6-3, 6-3.

Meski menang spektakuler, King menegaskan bahwa arti sebenarnya dari laga itu jauh lebih besar dari sekadar skor.

“Mengalahkan pria 55 tahun bukanlah hal yang istimewa bagi saya,” ujarnya.
“Yang menyenangkan adalah bisa mengenalkan tenis ke begitu banyak orang baru.”

Selepas pertandingan, King dan Riggs berpelukan di tengah sorak-sorai penonton. Hubungan mereka pun berlanjut ke arah persahabatan hingga Riggs wafat pada 1995 akibat kanker prostat. Media Inggris, The Times, kemudian melukiskan momen itu sebagai “drop shot dan voli yang terdengar di seluruh dunia.”

Perjuangan Kesetaraan

Jauh sebelum mencetak sejarah dalam Battle of the Sexes, Billie Jean King telah dikenal luas sebagai figur yang gigih memperjuangkan hak-hak perempuan di dunia olahraga.

Salah satu tonggak penting adalah perannya dalam mendirikan Women’s Tennis Association (WTA) pada 1973. Kehadiran organisasi ini menjadi fondasi kesetaraan di tenis profesional, sekaligus wadah bagi para atlet putri untuk bersuara dalam negosiasi.

“Itu memberi kami satu suara dan kekuatan untuk bernegosiasi,” kata King kepada CNN.

WTA memastikan seluruh petenis perempuan dapat mencari nafkah dari olahraga ini, bukan hanya mereka yang berada di jajaran elite.

Tak berhenti di situ, King juga mengambil langkah berani menjelang US Open 1973. Ia mengancam akan memimpin boikot jika hadiah untuk juara tunggal putri tidak disetarakan dengan juara tunggal putra.

“Tahun 1972 saya juara US Open dan dapat 10 ribu dolar AS, sementara Ilie Nastase sebagai juara putra dapat 25 ribu dolar AS. Saya tidak senang,” ungkapnya.
“Kami tidak akan kembali tahun depan kecuali hadiahnya sama,” ujar King pada konferensi pers saat itu.

Meski sempat diliputi keraguan—”Apa yang sudah saya lakukan?” pikirnya—keberanian King akhirnya berbuah manis. Pada 1973, US Open resmi menjadi turnamen besar pertama yang menerapkan hadiah setara bagi putra dan putri.

Namun jalan menuju kesetaraan penuh masih panjang. Butuh waktu hingga 2007 sebelum Wimbledon, turnamen bergengsi terakhir, akhirnya menyamakan besaran hadiah antara pemain putra dan putri.

King meyakini kemenangan atas Riggs pada 1973 menjadi salah satu simbol penting dalam perjuangan panjang ini. Tetapi, ia menegaskan misi tersebut belum usai.

“Masih banyak yang harus dilakukan dan saya belum selesai, tapi saya tahu waktu terus berjalan dan saya tidak suka itu,” ujarnya. “Saya ingin melakukan lebih banyak.”