NewsRepublik.com, Kesehatan Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan kondisi medis yang ditandai dengan detak jantung yang terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur. Jika tidak ditangani secara tepat, aritmia dapat mengganggu aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh, serta berisiko membahayakan nyawa penderitanya.
Salah satu metode penanganan aritmia tipe cepat adalah ablasi jantung. Prosedur ini dinilai efektif dan minim invasif, karena tidak memerlukan operasi besar.
“Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi aritmia dengan detak jantung yang terlalu cepat, salah satunya adalah dengan ablasi jantung atau cardiac ablation,” ungkap dr. Dony Yugo Hermanto, SpJP(K), FIHA, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah subspesialis aritmia dari RS Pondok Indah – Pondok Indah dalam keterangannya, Rabu (9/7/2025).
Ablasi jantung merupakan prosedur yang bertujuan untuk menghilangkan jaringan otot jantung abnormal penyebab aritmia. Proses ini menggunakan energi panas (radiofrekuensi), dingin (cryo), atau gelombang listrik (pulsed wave) untuk menghentikan sinyal listrik abnormal yang memicu detak jantung tidak normal. Dengan begitu, detak jantung dapat kembali stabil.
Prosedur ini dilakukan melalui sayatan kecil dan termasuk dalam kategori tindakan minimal invasif, sehingga pemulihan pasien pun relatif lebih cepat dibandingkan tindakan operasi terbuka.
Siapa yang Cocok Jalani Ablasi Jantung?
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5277433/original/088182500_1752034047-Screenshot_2025-07-09_105508.jpg)
Meskipun terbukti efektif, tidak semua kasus aritmia memerlukan tindakan ablasi. Menurut dr. Dony, ablasi jantung direkomendasikan sebagai terapi lini pertama khususnya untuk aritmia tipe cepat dalam kondisi tertentu, di antaranya:
-
Aritmia tidak membaik meski telah menjalani pengobatan dengan obat antiaritmia.
-
Pasien mengalami efek samping serius akibat konsumsi obat-obatan tersebut.
-
Aritmia menimbulkan risiko komplikasi berat seperti pingsan atau henti jantung mendadak.
Kapan Ablasi Jantung Tidak Disarankan? Ini Deretan Kontraindikasinya
Meski dikenal sebagai prosedur yang efektif dan minim risiko, ablasi jantung tidak selalu dapat dilakukan pada semua pasien. Terdapat sejumlah kondisi medis tertentu yang membuat prosedur ini justru berisiko menimbulkan komplikasi yang lebih besar dibandingkan manfaat yang diperoleh.
Berikut adalah kontraindikasi ablasi jantung, atau kondisi yang membuat pasien tidak disarankan menjalani tindakan ini:
-
Memiliki kelainan pembekuan darah atau gangguan perdarahan.
-
Menderita kelainan pada pembuluh darah, sehingga proses pemasangan kateter tidak memungkinkan dilakukan.
-
Sedang mengalami infeksi aktif dalam tubuh.
-
Memiliki sensitivitas terhadap obat pengencer darah yang diperlukan selama dan setelah prosedur.
-
Menggunakan katup jantung buatan atau sintetis.
-
Ditemukan adanya gumpalan darah di dalam jantung, yang berisiko terlepas saat prosedur.
-
Sedang hamil atau menjalani program kehamilan, mengingat risiko terhadap janin dan ibu.
Dengan demikian, penting bagi pasien untuk menjalani pemeriksaan menyeluruh sebelum memutuskan tindakan ablasi, guna memastikan bahwa prosedur ini aman dan sesuai dengan kondisi medis yang dimiliki.
Begini Prosedur Ablasi Jantung Dilakukan, Pasien Tetap Sadar Selama Tindakan
Prosedur ablasi jantung dilakukan oleh dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di ruang kateterisasi jantung (cath lab) yang dilengkapi peralatan medis berteknologi tinggi. Tindakan ini umumnya berlangsung selama 2 hingga 4 jam, tergantung pada kompleksitas kasus aritmia yang ditangani.
Menariknya, pasien umumnya tetap dalam kondisi sadar selama prosedur dilakukan. Namun, untuk kenyamanan, pasien akan diberikan bius lokal dan obat penenang ringan agar tidak merasakan nyeri maupun kecemasan. Pada kasus tertentu, anestesi umum dapat diberikan bila diperlukan.
Tahapan Prosedur Ablasi Jantung:
-
Setelah bius lokal bekerja, dokter akan mencari akses ke pembuluh darah besar—biasanya melalui area selangkangan atau lengan—untuk memasukkan kateter khusus.
-
Kateter berupa kabel kecil dengan elektroda di ujungnya kemudian diarahkan menuju jantung untuk mendeteksi lokasi jaringan abnormal penyebab aritmia.
-
Setelah titik sumber gangguan ditemukan, dokter akan menempatkan kateter di lokasi tersebut secara presisi.
-
Energi ringan berupa radiofrekuensi, cryo, atau gelombang listrik kemudian dikirimkan untuk menghancurkan jaringan penyebab gangguan irama jantung.
-
Proses ini akan menimbulkan jaringan parut kecil yang berfungsi memblokir sinyal listrik abnormal sehingga irama jantung kembali normal.
-
Setelah prosedur selesai, kateter dan selang akan dikeluarkan, dan area masuknya kateter ditutup dengan perban steril.
Tindakan ablasi jantung tidak hanya bertujuan untuk mengembalikan irama jantung ke kondisi normal, tetapi juga mengurangi risiko komplikasi serius seperti henti jantung mendadak yang dapat terjadi akibat aritmia yang tidak terkontrol.
Ini yang Perlu Dihindari Pasca Ablasi Jantung, Termasuk Mengangkat Beban Berat
Setelah menjalani prosedur ablasi jantung, pasien umumnya diperbolehkan pulang dalam waktu satu hari jika kondisi stabil. Namun, selama masa pemulihan, terdapat beberapa pantangan aktivitas yang perlu diperhatikan guna menghindari komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan.
Dokter akan meresepkan sejumlah obat-obatan untuk dikonsumsi selama beberapa hari pasca tindakan guna mencegah risiko perdarahan. Selain itu, pasien juga diberikan petunjuk aktivitas yang harus dibatasi, antara lain:
-
Tidak melakukan olahraga berat, setidaknya selama satu minggu pasca prosedur.
-
Tidak mengemudi kendaraan dalam beberapa hari setelah tindakan.
-
Hindari mengangkat beban lebih dari 5 kilogram.
-
Jangan melakukan aktivitas fisik berintensitas tinggi seperti berkebun atau membersihkan rumah secara intensif.
Menurut dr. Dony Yugo Hermanto, memar ringan di area masuknya kateter adalah hal yang masih tergolong normal. Namun, pasien tetap diminta untuk waspada terhadap tanda-tanda komplikasi yang lebih serius.
“Apabila muncul perdarahan, pembengkakan, jantung berdebar tidak teratur, atau sesak napas, segera kunjungi unit gawat darurat (UGD) di rumah sakit terdekat,” tegas dr. Dony.
Dengan kepatuhan terhadap anjuran medis dan kontrol rutin, pasien umumnya dapat kembali beraktivitas seperti biasa dalam waktu yang relatif singkat, dengan kualitas hidup yang jauh lebih baik setelah irama jantung kembali stabil.












