Berita

AS Kirim Pesawat C-5M Super Galaxy ke Saudi, Pakar: Tanda Konflik Iran–Israel Makin Memanas

1
×

AS Kirim Pesawat C-5M Super Galaxy ke Saudi, Pakar: Tanda Konflik Iran–Israel Makin Memanas

Share this article
AS Kirim Pesawat C-5M Super Galaxy ke Saudi, Pakar: Tanda Konflik Iran–Israel Makin Memanas
AS Kirim Pesawat C-5M Super Galaxy ke Saudi, Pakar: Tanda Konflik Iran–Israel Makin Memanas

NewsRepublik.com, Berita – Ketegangan antara Iran dan Israel memasuki babak baru setelah Amerika Serikat mengirimkan pesawat angkut militer terbesar di dunia, C-5M Super Galaxy, ke Arab Saudi. Keberadaan pesawat ini hanya berjarak ratusan kilometer dari wilayah Iran, menandakan potensi keterlibatan militer AS yang semakin terbuka.

Pesawat tersebut terbang dari Pangkalan Udara Aviano, Italia, dan tiba di kawasan Teluk Persia pada Kamis (19/6/2025). Langkah ini dipandang sebagai peringatan serius terhadap situasi yang makin tidak terkendali di kawasan tersebut.

Ahmad Khoirul Umam, Direktur Pascasarjana Studi Hubungan Internasional di Paramadina Graduate School of Diplomacy, menilai tindakan ini sebagai bentuk eskalasi strategis yang mengkhawatirkan. Ia menyebut potensi besar adanya respons militer dari Iran maupun jaringan sekutunya jika situasi ini terus berkembang.


Picu Ego Pemimpin Dunia dan Konflik Besar

Menurut Ahmad Khoirul Umam, pengamat hubungan internasional dari Universitas Paramadina, pengerahan kekuatan militer AS dalam skala besar ke wilayah konflik seperti Timur Tengah tanpa dukungan mandat global berpotensi memicu ketegangan serius di kalangan pemimpin dunia.

“Langkah ini berisiko membangkitkan amarah serta benturan ego para pemimpin global. Kedekatan Iran dengan kekuatan besar seperti Rusia dan China bisa menjadi tantangan serius terhadap dominasi AS di kawasan,” ujar Umam kepada media, Sabtu (21/6/2025).

Ia menegaskan bahwa ketegangan ego antarnegara bisa berujung pada kesalahan kalkulasi strategis. Jika ruang diplomasi tertutup dan respons emosional mendominasi, dunia bisa menyaksikan konflik terbuka berskala besar—bahkan tak menutup kemungkinan penggunaan senjata pemusnah massal.

“Konflik Iran dan Israel juga mencerminkan paradoks besar di dunia Islam. Meski Iran mewakili mazhab Syiah yang berbeda secara teologis dengan Ahlusunnah wal Jamaah, dalam lanskap geopolitik global, Syiah tetap dianggap sebagai bagian dari umat Islam,” tambahnya.


Banyak Negara Timur Tengah Pilih Bungkam

Ahmad Khoirul Umam menyoroti sikap sejumlah negara di kawasan Timur Tengah yang memilih untuk tidak bersuara ketika Iran secara terbuka menantang Israel—negara yang selama ini kerap dituding melakukan pelanggaran hukum internasional serta hak asasi manusia di Palestina.

“Ketika Iran tampil berani menentang dominasi Israel, justru banyak negara-negara Islam di Timur Tengah yang memilih diam, atau bahkan membiarkan gempuran besar-besaran terhadap Iran berlangsung tanpa hambatan,” ujar Umam.

Ia juga mengkritisi negara-negara yang sebelumnya telah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Menurutnya, beberapa di antaranya kini bahkan secara tidak langsung turut mendukung serangan Israel terhadap Iran dengan membiarkan wilayah udaranya digunakan untuk melancarkan serangan.

“Situasi ini bukan sekadar memilukan, tapi juga mencerminkan pergeseran orientasi politik di dunia Islam. Kepentingan strategis dan pertimbangan geopolitik kini tampak lebih dominan dibanding semangat solidaritas antarsesama umat,” tambahnya.


Amerika Diingatkan untuk Tidak Terlalu Memanjakan Israel

Ahmad Khoirul Umam menyoroti pergeseran besar dalam persepsi ancaman di kalangan negara-negara Islam. Jika pada masa pasca-Perang Dunia I, II, hingga era Perang Dingin Israel dianggap sebagai ancaman utama, kini sejumlah negara justru mulai menganggap Iran sebagai ancaman baru. Pergeseran ini terjadi seiring masuknya pengaruh negara-negara adidaya dan narasi keamanan global yang dirancang berdasarkan kepentingan Barat.

“Untuk itu, dunia—terutama Amerika Serikat—harus mendorong penurunan ketegangan dan membuka ruang diplomasi multilateral yang adil dan setara bagi semua pihak,” ujar Umam.

Ia juga menekankan bahwa kekuatan politik domestik di Amerika Serikat, terutama di tubuh Partai Republik, perlu mampu memberikan pengaruh kepada Presiden Trump. Tujuannya, agar AS tidak terus memanjakan Israel, melainkan memainkan peran lebih bijak dalam mendorong perdamaian global.

“Daripada terus mengandalkan kekuatan senjata, sebaiknya AS memanfaatkan jejaring diplomatiknya untuk menciptakan ruang dialog yang berlandaskan keadilan,” kata Umam.

Ia memperingatkan bahwa jika konflik antara Iran dan Israel terus dibiarkan membesar, maka potensi bencana kemanusiaan berskala besar tidak bisa dihindari. “Perang ini bisa berkembang menjadi tragedi besar abad ini, bukan hanya bagi kedua negara, tapi juga bagi umat manusia secara luas,” tambahnya.

Umam mengingatkan akan pelajaran dari sejarah: dua perang dunia besar meletus karena kesalahan perhitungan strategis di tengah ego para pemimpin global yang berseberangan. Dunia, katanya, tidak boleh mengulangi kesalahan serupa yang bisa memicu Perang Dunia III.

“Dalam era yang makin terpolarisasi ini, kemenangan sejati tak diukur dari superioritas militer, melainkan dari keberanian untuk berdialog dan membangun kepercayaan di atas reruntuhan trauma dan kebencian lama,” tandasnya.