Pariwisata

Bali Masuk Daftar 7 Destinasi Wisata yang Dinilai Terlalu Digembar-gemborkan oleh Media Australia

62
×

Bali Masuk Daftar 7 Destinasi Wisata yang Dinilai Terlalu Digembar-gemborkan oleh Media Australia

Share this article
Bali Masuk Daftar 7 Destinasi Wisata yang Dinilai Terlalu Digembar-gemborkan oleh Media Australia
Wisatawan mengunjungi objek wisata Pantai Kelan dengan latar belakang pesawat yang mendarat di Tuban, Badung, Denpasar, Kamis (5/5/20222). Kunjungan wisatawan domestik (Wisdom) ke Pulau Bali, saat libur Lebaran Idul Fitri tahun 2022 terus meningkat. Per hari kedatangan wisdom rata-rata 40 ribu.

NewsRepublik.com, Pariwisata – Media Australia, news.com.au, memasukkan Bali ke dalam daftar tujuh destinasi wisata dunia yang dinilai paling overrated alias terlalu digembar-gemborkan. Penilaian ini merujuk pada ketidaksesuaian antara ekspektasi promosi dan realita di lapangan.

Salah satu alasan Bali masuk daftar adalah maraknya unggahan bertagar Instagram vs Realitas di media sosial. Banyak wisatawan membagikan foto indah berlatar lokasi populer di Bali, namun kenyataannya lokasi tersebut dipadati kerumunan turis yang merusak suasana aslinya.

Dikutip Minggu (20/7/2025), popularitas Bali yang terus meningkat telah membawa dampak besar, mulai dari pembangunan yang masif, suasana yang makin ramai, hingga kenaikan harga yang signifikan. Bali tak lagi dikenal sebagai destinasi murah seperti sebelumnya, meskipun masih dianggap relatif terjangkau.

Tingginya jumlah wisatawan, termasuk dari Australia yang mencapai 1,5 juta orang per tahun, turut memicu beragam permasalahan. Pemerintah pun merespons dengan menetapkan daftar larangan dan anjuran, khususnya untuk menjaga perilaku wisatawan di tempat-tempat suci.

“Sejak 2023, Bali memperketat aturan terhadap turis yang berperilaku tak pantas, termasuk denda dan regulasi berpakaian di kawasan suci,” ujar pakar perjalanan dari Finder, Angus Kidman. “Kebijakan pajak turis juga turut mengikis citra Bali sebagai destinasi liburan murah yang menyenangkan.”


Byron Bay Masuk Daftar

Tak hanya Bali, media Australia news.com.au juga menyoroti Byron Bay sebagai destinasi wisata yang dianggap terlalu dibesar-besarkan. Kawasan pesisir yang dulunya dikenal tenang dan asri itu kini berubah menjadi magnet wisata dengan kunjungan mencapai dua juta orang setiap tahun.

Dalam survei yang dirilis oleh Ibiza Summer Villas—penyedia layanan sewa vila mewah di Ibiza—Byron Bay menempati peringkat keempat dalam daftar destinasi pantai yang overrated. Meski tetap populer, sejumlah ulasan menyebutkan adanya jurang antara ekspektasi wisatawan dan realita di lapangan.

Byron Bay sebelumnya dikenal sebagai tempat pelarian ideal untuk bersantai, terutama sejak dipopulerkan oleh sejumlah selebritas seperti Chris Hemsworth. Lokasi ini masih menawarkan retret selancar dan yoga, serta akses penerbangan murah. Namun menurut pakar perjalanan Angus Kidman, lonjakan wisatawan menyebabkan harga akomodasi meningkat, terlebih saat musim liburan.

“Suasana hippie yang menjadi daya tariknya juga punya sisi gelap. Jika Anda ingin berisiko tertular campak, inilah tempatnya,” ujar Kidman, menyindir tingginya kerumunan dan rendahnya tingkat vaksinasi di beberapa kalangan pengunjung.


Paris

Paris masih menjadi magnet wisata utama dunia, khususnya bagi wisatawan asal Australia yang bepergian ke Eropa. Dikenal sebagai Kota Cahaya dan Kota Cinta, Paris menawarkan ikon ikonik seperti Menara Eiffel dan Museum Louvre. Namun, sejumlah wisatawan merasa pengalaman langsung di kota tersebut tidak sesuai ekspektasi.

“Saya sudah tiga kali ke Paris dan merasa tidak aman. Kotanya kotor, penduduknya tidak ramah. Saya sama sekali tidak menikmati kunjungan saya,” ujar Jacki (27), influencer asal Australia, melalui sebuah video di TikTok. Ia bahkan menyebut Paris sebagai kota yang terlalu dibesar-besarkan dan kurang layak direkomendasikan.

Pernyataan Jacki pun memantik reaksi beragam. “Paris terlalu dibesar-besarkan,” tulis salah satu warganet, sementara yang lain menyatakan tetap mencintai kota itu meski mengakui ada beberapa area yang dinilai overrated.

Brett Mitchell, Direktur Pelaksana Intrepid Travel Australia, menyebut tren pariwisata kini mulai bergeser. “Semakin banyak wisatawan Australia yang mulai sadar akan dampak pariwisata massal dan memilih bepergian di luar musim puncak demi pengalaman yang lebih baik,” ungkapnya.

Meski demikian, pakar perjalanan Angus Kidman tetap menilai Paris punya daya tarik tersendiri. “Perlu diingat, Louvre akan mengalami kenaikan harga tiket pada 2026 dan sedang direncanakan renovasi besar-besaran,” ujarnya mengingatkan.


Venesia

Venesia selama ini dikenal sebagai kota romantis yang memikat dengan kanal-kanalnya yang memesona. Namun, lonjakan wisatawan dalam beberapa tahun terakhir membawa dampak serius—mulai dari lonjakan harga, kepadatan berlebih, hingga tekanan terhadap lingkungan, termasuk kerusakan ekosistem laguna.

Meski pariwisata mendongkrak perekonomian setempat, banyak wisatawan justru merasa kecewa karena tingginya biaya dan pengalaman yang kurang nyaman. “Venesia kini ikut menerapkan pajak pariwisata. Bahkan wisatawan harian wajib membayar minimal lima euro saat musim liburan puncak,” ujar pakar perjalanan Angus Kidman. “Pengalaman Venesia memang unik, tapi ada alternatif serupa yang jauh lebih terjangkau di belahan Eropa lain,” tambahnya.

Sejak awal 2025, warga lokal semakin vokal menentang pariwisata massal yang mereka anggap memperparah krisis perumahan dan meningkatkan biaya hidup. Bahkan, protes tersebut berdampak pada rencana pernikahan miliarder Jeff Bezos. Pesta megahnya terpaksa dipindahkan dari aula bersejarah di pusat kota setelah pengunjuk rasa mengancam akan memenuhi kanal dengan buaya tiup sebagai bentuk penolakan.


Kota New York

New York kerap disebut sebagai kota yang wajib dikunjungi setidaknya sekali seumur hidup. Kota metropolitan ini memang menawarkan segalanya—dari kuliner, hiburan malam, hingga ikon-ikon wisata legendaris seperti Times Square dan Central Park. Namun, di balik gemerlapnya, Kota New York juga menyimpan sisi yang tak seindah unggahan media sosial.

Antrean panjang di restoran populer, bar, hingga klub malam sudah jadi pemandangan umum. Kerumunan besar di pusat wisata membuat kenyamanan berkurang, sementara tumpukan sampah di trotoar kerap merusak estetika kota.

Soal biaya, New York termasuk salah satu destinasi paling mahal di dunia. Biaya hidup tinggi, ditambah kewajiban memberi tip dan pajak tambahan, membuat wisatawan harus merogoh kocek lebih dalam. Tak sedikit turis yang pulang dengan kesan campur aduk—antara cinta pada atmosfer dinamis kota ini, tapi juga letih dengan hiruk-pikuknya.

Maladewa

Keindahan alam Maladewa yang menakjubkan, resor mewah, dan suasana romantisnya memang tak terbantahkan. Namun, biaya yang tinggi dan terbatasnya aktivitas di luar air dapat menjadi kekurangan bagi sebagian wisatawan yang menganggapnya terlalu berlebihan.

Para turis berpendapat bahwa mulai dari penerbangan hingga akomodasi, makanan, dan aktivitas, semuanya memiliki harga yang sangat mahal. Belum lagi lalu lintas kapal yang meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan.

Namun, sebagian besar, banyak yang berpendapat bahwa perjalanan ke Maladewa adalah “sesuatu yang harus Anda alami setidaknya sekali seumur hidup”.


Disneyland

Dulu dijuluki sebagai tempat paling membahagiakan di dunia, Disneyland kini justru mendapat kritik dari sebagian wisatawan yang merasa ekspektasi mereka tidak terpenuhi. Antrean panjang, harga tiket selangit, dan makanan yang dibanderol mahal menjadi deretan keluhan yang paling sering disuarakan.

Meski hadir di berbagai negara seperti Paris, Hong Kong, dan Jepang, Disneyland Park di California menjadi sorotan utama, terutama di media sosial. Salah satu pengguna Reddit mengungkapkan kekecewaannya setelah menghabiskan AUD 475 untuk tiket harian, namun sebagian besar waktu justru dihabiskan mengantre panjang—bukan hanya untuk wahana, tetapi juga toko suvenir, kios makanan, hingga kamar mandi.

“Waktu tunggu bisa mencapai dua jam hanya untuk menikmati wahana selama tiga menit,” tulis pengguna tersebut.

Pakar perjalanan dari Finder, Angus Kidman, juga menyoroti kebijakan tambahan biaya seperti tiket Lightning Lane yang memangkas antrean namun menaikkan harga secara signifikan. “Magic Kingdom seolah kecanduan keajaiban biaya tambahan,” ujarnya. Disneyland, tampaknya, tak lagi semurni mimpi masa kecil yang dulu dijanjikan.