NewsRepublik.com, Teknologi – CEO OpenAI, Sam Altman, kembali mencuri perhatian publik usai mengungkapkan kekhawatirannya terhadap generasi terbaru kecerdasan buatan (AI) yang tengah dikembangkan perusahaannya, GPT-5.
Dalam sesi wawancara di podcast This Past Weekend bersama komedian Theo Von, Altman menyampaikan bahwa GPT-5 membuatnya merasa tidak nyaman—bahkan cenderung takut. Ia menyamakan interaksinya dengan model AI tersebut seperti “menatap proyek Manhattan”, mengacu pada pengembangan bom nuklir pertama oleh Amerika Serikat.
“Rasanya seperti melihat sesuatu yang kita ciptakan, tapi kita sendiri belum sepenuhnya memahaminya,” ujar Altman, dikutip dari TechRadar, Kamis (31/7/2025).
Altman mengakui kemampuan GPT-5 terasa luar biasa cepat dan kuat, sehingga memunculkan kegelisahan tersendiri. Meski begitu, ia menegaskan bahwa pengembangan teknologi tetap berjalan dan tidak dihentikan.
Lebih jauh, Altman juga menyinggung soal lemahnya regulasi global terhadap AI. Ia menilai belum ada kerangka pengawasan yang memadai untuk mengimbangi laju perkembangan teknologi kecerdasan buatan yang kian masif dan berpengaruh.
GPT-5 digadang-gadang akan menjadi lompatan besar dibandingkan pendahulunya, GPT-4, baik dari sisi kecanggihan teknis maupun potensi dampaknya. Pernyataan Altman pun kembali memicu diskusi global tentang pentingnya etika, transparansi, dan pengawasan dalam pengembangan teknologi AI.
Kritik Sam Altman terhadap Regulasi AI

Selain menyoroti kecanggihan GPT-5, CEO OpenAI Sam Altman juga melontarkan kritik tajam terhadap lemahnya regulasi dalam pengembangan kecerdasan buatan saat ini.
Dalam wawancaranya bersama komedian Theo Von di podcast This Past Weekend, Altman menyindir struktur pengawasan AI dengan ungkapan, “tidak ada orang dewasa di ruangan ini.” Pernyataan itu mencerminkan kegelisahannya atas absennya otoritas yang mampu mengendalikan laju kemajuan teknologi secara etis dan bertanggung jawab.
Menurut Altman, kecepatan evolusi AI saat ini telah melampaui kapasitas manusia untuk mengaturnya. Ia memperingatkan bahwa tanpa regulasi yang memadai, perkembangan AI berisiko berjalan tanpa arah dan dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan.
Meski tidak mengungkap secara rinci aspek teknis dari GPT-5 yang dinilainya mengkhawatirkan, Altman menyiratkan adanya potensi bahaya ketika inovasi berjalan lebih cepat daripada kesiapan pengawasan.
Pernyataannya menjadi refleksi dari kekhawatiran yang semakin meluas di kalangan ilmuwan dan pelaku industri teknologi: bahwa tanpa pijakan etika dan kebijakan yang jelas, AI bisa berubah dari alat bantu menjadi ancaman yang sulit dikendalikan.
GPT-5 Disebut Sebagai ‘Otak Digital’, Teknologi yang Sulit Dibendung

Generasi terbaru kecerdasan buatan dari OpenAI, GPT-5, kembali menjadi sorotan berkat lonjakan signifikan dari pendahulunya. Tak hanya lebih cepat dan cerdas, GPT-5 juga diklaim mampu memahami konteks dan nuansa emosi manusia dengan presisi yang belum pernah ada sebelumnya.
Namun, perhatian tak hanya tertuju pada kecanggihannya, melainkan juga pada cara para pengembang menggambarkan teknologi ini. CEO OpenAI, Sam Altman, menyebut GPT-5 sebagai proyek Manhattan masa kini—analogi historis yang merujuk pada pengembangan senjata nuklir pertama di dunia.
Ia bahkan mengibaratkan GPT-5 sebagai “otak digital” dengan kekuatan yang belum sepenuhnya dipahami. Pernyataan tersebut mencerminkan kekhawatiran dari kalangan dalam industri teknologi sendiri, bahwa AI generatif semakin menyerupai entitas otonom.
Analis menilai, dengan kemampuannya yang semakin menyerupai manusia dalam berkomunikasi dan memengaruhi opini, kehadiran GPT-5 tak lagi sekadar soal fitur dan performa. Tantangan ke depan adalah soal siapa yang mengendalikan teknologi ini dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat, etika, dan kebijakan publik.
Tanpa pengawasan yang ketat dan regulasi yang jelas, kekuatan AI seperti GPT-5 bisa beralih dari alat bantu menjadi instrumen yang membentuk arah dunia secara sistemik.
Siapa yang Akan Mengendalikan Kekuatan Ini?

Kekhawatiran terhadap kecanggihan AI bukanlah hal baru bagi Sam Altman. CEO OpenAI ini sudah beberapa kali menyuarakan peringatan bahwa teknologi kecerdasan buatan bisa “melenceng jauh” jika tidak dikembangkan secara bertanggung jawab.
Namun, di tengah berbagai peringatan itu, laju pengembangan AI justru terus dipercepat. GPT-5, yang disebut sebagai lompatan terbesar dari versi sebelumnya, dikabarkan akan segera diperkenalkan ke publik.
Pakar teknologi menilai, tantangan utama bukan hanya terletak pada kemampuan luar biasa AI seperti GPT-5, melainkan pada siapa yang memiliki kontrol terhadap teknologi tersebut dan bagaimana mereka menggunakannya.
Jika GPT-5 memang sekuat yang digambarkan Altman—dengan kecerdasan dan pengaruh mendekati manusia—maka kekhawatiran terbesar bukan sekadar pada mesin, tetapi pada keputusan mereka yang berdiri di balik kemudi.












