NewsRepublik.com, Kesehatan – Kasus virus Hanta yang baru-baru ini terdeteksi di Indonesia menunjukkan gejala yang bervariasi sesuai dengan tipe sindrom yang menyerang. Sejauh ini, delapan kasus yang tercatat per 19 Juni 2025 dilaporkan telah sembuh, dan semuanya termasuk dalam tipe Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS).
Epidemiolog Dicky Budiman menjelaskan bahwa tipe HFRS cenderung menyerang ginjal dan pembuluh darah, fenomena yang umum terjadi di kawasan Asia dan Eropa. Sebaliknya, tipe Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS) lebih sering menyerang sistem pernapasan dan umumnya ditemukan di Amerika.
“Gejala khasnya sangat bergantung pada tipe sindromnya, apakah yang menyerang paru-paru (HPS) atau ginjal (HFRS),” ungkap Dicky saat dihubungi pada Sabtu (21/6/2025).
Menurutnya, gejala umum infeksi virus Hanta meliputi:
-
Flu like syndrome,
-
Demam tinggi,
-
Nyeri otot, punggung, dan paha,
-
Sakit kepala,
-
Kelelahan berat.
Dicky menambahkan, “Pada tahap lanjut, gejala akan muncul sesuai dengan organ yang terserang. Jika tipe HPS, gejalanya biasanya berupa batuk kering, sesak napas, hingga penumpukan cairan di paru-paru yang menyerupai pneumonia berat.” Sementara itu, pada tipe HFRS, penderita dapat mengalami nyeri perut atau nyeri abdomen, disertai penurunan tekanan darah yang berujung pada gagal ginjal akut dan bahkan perdarahan.
Penanganan Penyakit Virus Hanta Menurut Epidemiolog
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5243173/original/071604900_1749097303-Screenshot_2025-06-05_095853.jpg)
Meski kasus virus Hanta mulai ditemukan di Indonesia, hingga kini belum ada obat khusus yang dapat menyembuhkan penyakit akibat infeksi Hantavirus. Hal ini disampaikan oleh epidemiolog Dicky Budiman.
“Penanganannya saat ini masih bersifat simtomatik dan suportif. Artinya, pengobatan dilakukan berdasarkan gejala yang muncul,” ujar Dicky, Sabtu (21/6/2025).
Menurutnya, jika pasien mengalami demam, maka akan diberikan obat penurun demam. Begitu juga dengan gejala lainnya, terapi diberikan secara individual menyesuaikan kondisi klinis pasien.
Untuk kasus yang mengalami gangguan pernapasan, dokter akan memberikan bantuan oksigen atau ventilator. Sedangkan pada pasien yang mengalami gangguan ginjal, terapi elektrolit hingga tindakan dialisis (cuci darah) dapat dilakukan.
“Belum ada antivirus yang spesifik untuk mengobati Hantavirus. Maka pendekatan medis yang dilakukan adalah menstabilkan kondisi pasien dan mencegah komplikasi yang lebih berat,” tambah Dicky.
Dengan sifat virus yang cukup agresif, ia menekankan pentingnya deteksi dini dan pengawasan ketat terhadap gejala-gejala yang muncul, agar penanganan dapat dilakukan secara cepat dan tepat.
Berbahaya Jika Tak Diobati
Penyakit akibat infeksi virus Hanta bukan sekadar flu biasa. Jika tidak segera ditangani, infeksi ini bisa berujung fatal bahkan menyebabkan kematian mendadak. Hal ini disampaikan oleh epidemiolog Dicky Budiman, Sabtu (21/6/2025).
“Kalau tidak diobati, infeksi Hanta ini sangat berisiko. Tipe yang menyerang paru-paru (Hantavirus Pulmonary Syndrome/HPS) memiliki tingkat fatalitas bisa mencapai 30–40 persen,” jelas Dicky.
Tipe HPS dapat menyebabkan gagal napas akut dan kematian mendadak. Sementara itu, tipe yang menyerang ginjal (Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome/HFRS) juga tak kalah berbahaya karena dapat menyebabkan gagal ginjal, syok, hingga perdarahan serius.
Karena belum tersedia antivirus spesifik, penanganan yang lambat bisa memperburuk kondisi pasien. Dicky pun menekankan pentingnya upaya pencegahan dan pengendalian vektor penular.
“Tikus sebagai penyebar virus perlu dikendalikan. Hindari kontak langsung dengan urine atau kotoran tikus. Jangan langsung menyapu kotoran tikus, semprot dulu dengan disinfektan,” imbaunya.
Ia juga menyarankan agar masyarakat menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan dan masker saat membersihkan gudang, lumbung, atau tempat-tempat yang berpotensi tercemar kotoran tikus.
8 Kasus Virus Hanta Ditemukan di Indonesia
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengonfirmasi adanya delapan kasus infeksi virus Hanta tipe Haemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS) di Indonesia hingga 19 Juni 2025. Seluruh pasien dinyatakan telah sembuh.
Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, delapan kasus tersebut tersebar di empat provinsi: Yogyakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara.
“Salah satu kasus ditemukan di Kabupaten Bandung Barat pada 20 Mei 2025, dirawat di RSUP dr. Hasan Sadikin, dan telah dinyatakan sembuh,” ujar Aji saat dikonfirmasi, Kamis (19/6).
Menindaklanjuti temuan ini, Kemenkes bersama instansi terkait telah melakukan penyelidikan epidemiologi dan pengendalian vektor. Upaya ini melibatkan Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) Jakarta, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Dinkes Kabupaten Bandung Barat, Puskesmas Ngamprah, serta aparat Desa Bojongkoneng.
Langkah cepat ini diambil untuk memastikan tidak terjadi penularan lebih lanjut, mengingat virus Hanta dapat menyebar melalui paparan urine, air liur, dan kotoran tikus yang terinfeksi.
Kemenkes juga mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, menjaga kebersihan lingkungan, dan menggunakan alat pelindung saat membersihkan area yang berpotensi terpapar kotoran tikus.