NewsRepublik.com, Internasional – Harga minyak mentah global mengalami lonjakan signifikan pada perdagangan Rabu (11/6/2025), dipicu meningkatnya ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan Iran. Pernyataan Presiden AS Donald Trump yang meragukan tercapainya kesepakatan nuklir antara kedua negara turut memperburuk sentimen pasar.
Dikutip dari CNBC, Kamis (12/6/2025), harga minyak mentah Brent naik sebesar USD 2,90 atau 4,3%, dan ditutup di level USD 69,77 per barel.
Sementara itu, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) yang menjadi acuan AS melonjak USD 3,17 atau 4,9%, dan berakhir di posisi USD 68,15 per barel.
AS Tarik Staf Non-Esensial dari Kedubes di Baghdad
Di tengah eskalasi situasi, Amerika Serikat mengambil langkah antisipatif dengan menarik staf non-esensial dari Kedutaan Besarnya di Baghdad, Irak. Langkah ini diambil seiring meningkatnya potensi ancaman keamanan di kawasan.
Kepada NBC News, dua pejabat Departemen Luar Negeri AS mengonfirmasi rencana evakuasi tersebut, namun enggan membeberkan alasan spesifik.
Pejabat lainnya menegaskan bahwa Presiden Trump tetap berkomitmen menjaga keselamatan warga AS, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri.
“Dalam rangka menjaga komitmen tersebut, kami secara berkala mengevaluasi penempatan staf di seluruh kedutaan kami,” ujar pejabat tersebut kepada NBC News. “Hasil dari analisis terbaru kami menunjukkan bahwa perlu dilakukan pengurangan jumlah personel di misi diplomatik AS di Irak.”
Inggris dan Trump Beri Peringatan Soal Potensi Konflik Militer Terkait Ketegangan AS-Iran
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4066834/original/034753100_1656461868-Harga_Minyak_AFP.jpg)
Peringatan serius disampaikan oleh Unit Operasi Perdagangan Maritim Inggris (UKMTO) seiring meningkatnya ketegangan di kawasan Teluk. Divisi Angkatan Laut Kerajaan Inggris tersebut mengisyaratkan bahwa situasi yang memanas dapat berkembang menjadi “eskalasi aktivitas militer” dalam waktu dekat.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga melontarkan nada pesimistis terkait prospek tercapainya kesepakatan nuklir antara Washington dan Teheran.
Dalam wawancara eksklusif bersama New York Post, Trump menyatakan bahwa dirinya kini lebih meragukan kemungkinan tercapainya kesepakatan dibandingkan beberapa waktu sebelumnya.
“Mereka tampaknya hanya menunda-nunda, dan saya pikir itu sangat disayangkan. Saya jauh kurang yakin sekarang dibandingkan beberapa bulan lalu. Sesuatu telah terjadi pada mereka, tapi saya semakin tidak percaya bahwa kesepakatan akan tercapai,” kata Trump.
Situasi yang berkembang ini memperkuat kekhawatiran akan potensi konflik bersenjata, di tengah dinamika hubungan bilateral kedua negara yang terus mengalami ketegangan sejak beberapa bulan terakhir.
Iran Ancam Serang Pangkalan Militer AS, Trump Tegaskan Tak Akan Biarkan Iran Miliki Nuklir
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3370738/original/001195000_1612741080-an-iranian-flag-outside-the-building-housing-the-reactor-of-the-bushehr-nuclear-facility-in-the-southern-iranian-port-town-of-bushehr-in-2007-1606570590125-2.jpg)
Ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat kembali memanas. Menteri Pertahanan Iran, Brigadir Jenderal Aziz Nasirzadeh, mengeluarkan pernyataan keras dengan memperingatkan bahwa seluruh pangkalan militer Amerika Serikat di kawasan berada dalam jangkauan serangan militer Teheran.
Dalam laporan kantor berita resmi Iran, IRNA, Nasirzadeh menegaskan bahwa Iran tidak akan ragu untuk melancarkan serangan terhadap aset militer AS di kawasan jika situasi mengharuskannya.
Menanggapi situasi tersebut, Presiden AS Donald Trump kembali menegaskan sikapnya bahwa Iran tidak akan dibiarkan memiliki senjata nuklir.
“Tapi akan lebih baik jika bisa dicegah tanpa perang, tanpa ada korban jiwa,” ujarnya.
Meski demikian, Trump juga mengungkapkan keraguannya atas keseriusan Iran dalam mencapai kesepakatan damai.
“Saya rasa mereka akan melakukan kesalahan, tapi kita lihat saja nanti. Waktu yang akan menjawab,” tambahnya.
Pernyataan kedua pihak memperlihatkan bahwa eskalasi konflik masih sangat mungkin terjadi, di tengah ketidakpastian proses diplomatik yang berjalan.