Lifestyle

Hari Lipstik Sedunia 2025, Ini Perjalanan Tren Lipstik dari Masa ke Masa

49
×

Hari Lipstik Sedunia 2025, Ini Perjalanan Tren Lipstik dari Masa ke Masa

Share this article
Hari Lipstik Sedunia 2025, Ini Perjalanan Tren Lipstik dari Masa ke Masa
Ilustrasi Hari Lipstik Sedunia 2025. (Foto dok: Freepik/syda_productions).

NewsRepublik.com, LifestyleHari Lipstik Sedunia, yang jatuh setiap 29 Juli, pertama kali diperkenalkan oleh pakar kecantikan Huda Kattan pada 2016. Momen ini dirayakan setiap tahun sebagai bentuk apresiasi terhadap ekspresi diri, rasa percaya diri, serta kekuatan warna lipstik yang diyakini mampu memperbaiki suasana hati.

Meskipun aplikator lipstik modern baru hadir di era kontemporer, akar sejarahnya sudah dimulai sejak 5.000 SM. Budaya Lembah Indus—yang kini dikenal sebagai wilayah Pakistan dan India Barat—menjadi pusat peradaban awal kosmetik dan teknologi kuno. Di saat bersamaan, bangsa Sumeria dari Mesopotamia juga telah mengenal lipstik, sebagaimana dilansir dari Amazingly Magazine, Selasa (29/7/2025).

Seiring berkembangnya penggunaan lipstik, masyarakat Sumeria mulai membiasakan diri menghias bibir. Pigmen pewarna bibir ditemukan dalam situs pemakaman raja-raja Mesopotamia. Bahkan, catatan sejarah dalam daftar raja-raja Sumeria menyebut istilah “pasta emas” dalam bahasa Sumeria serta “pigmen merah pada wajah” dalam bahasa Akkadia.


Peradaban Awal dan Dominasi Mesir dalam Tradisi Kosmetik Kuno

Ilustrasi Hari Lipstik Sedunia/Copyright Freepik/Freepik

Di kawasan Mesopotamia, bersama berbagai benda pemakaman berbahan emas, arkeolog juga menemukan sebuah kotak berhias berbentuk piramida yang terbuat dari gading. Tradisi melukis bibir ini turut berkembang di wilayah sekitarnya. Tak lama kemudian, masyarakat Suriah mulai mengikuti jejak tersebut, seperti halnya yang dilakukan oleh bangsa Babilonia dan Persia.

Di wilayah Persia—yang kini dikenal sebagai Iran—ditemukan topeng dan patung bergambarkan bibir merah yang berasal dari sekitar tahun 3.500 SM. Artefak serupa juga ditemukan dalam situs pemakaman masyarakat Iran dari periode sebelumnya. Seiring waktu, topeng dan patung dengan hiasan bibir merah ini ikut beredar melalui jalur perdagangan, menyebar ke wilayah Timur seperti Jepang dan China, yang juga memiliki sejarah panjang dalam tradisi menghias bibir.

Namun demikian, Mesir dikenal sebagai salah satu pusat kekuatan utama dalam dunia kosmetik kuno. Meski belum diketahui secara pasti apakah pigmen pewarna bibir juga mencapai Mesir atau berkembang secara independen, negeri ini telah lama menjadi pusat inovasi kosmetik. Ragam alat kecantikan seperti perona bibir dan pipi, celak mata, hingga berbagai produk rias wajah lainnya telah menjadi bagian penting dari budaya Mesir kuno.


Evolusi Lipstik: Dari Simbol Status hingga Perlawanan Budaya

ilustrasi Hari Lipstik Sedunia/Photo by Jakub Gorajek on Unsplash

Sepanjang masa kejayaan dan kemunduran kekaisaran kuno, keberadaan lipstik mengalami peningkatan nilai. Warna-warna populer yang digunakan meliputi merah, oranye, magenta, hingga biru kehitaman. Dalam praktik sehari-hari, pigmen untuk mewarnai bibir umumnya dioleskan menggunakan tongkat kayu yang dibasahi.

Kebiasaan mewarnai bibir tercatat populer dalam budaya pra-Yunani kuno di kawasan Aegea seperti Kreta, Santorini/Thira, dan Minos pada rentang tahun 1700–1400 SM. Kebiasaan ini juga ditemukan dalam masyarakat elite budaya Etruria pra-Romawi, terbukti dengan ditemukannya lipstik berusia 2.500 tahun di sebuah situs pemakaman Etruria.

Secara umum, saat peradaban Mesir mengalami kemunduran dan budaya Yunani mulai menguat dan meluas, tren lipstik dan tata rias justru meningkat, terutama di kalangan pekerja seks komersial. Awalnya, masyarakat Yunani mengedepankan konsep kecantikan alami tanpa polesan, namun sejak abad ke-4 SM, riasan mulai menjadi bagian penting dalam kehidupan perempuan Yunani—demikian pula bagi kaum perempuan Romawi.

Antara tahun 700–300 SM, praktik mewarnai bibir mulai diterima secara luas dalam budaya Yunani klasik, dengan rona merah menyala sebagai pilihan favorit. Meskipun Kekaisaran Romawi runtuh dan era Kristen mulai menjalar, lipstik tetap diminati kalangan perempuan, walau gereja sempat menggencarkan kampanye anti-kosmetik.


Simbol Identitas dan Cermin Sosial

Ilustrasi Lipstik Credit: pexels.com/FreeCreativeStuf

Komposisi pigmen untuk lipstik berbeda-beda di tiap wilayah, bergantung pada bahan alami, warna yang diinginkan, teknik pembuatan, hingga tingkat teknologi yang tersedia untuk menghasilkan warna tersebut. Sayangnya, dalam proses historisnya, beberapa zat yang digunakan mengandung racun mematikan seperti merkuri dan vermilion.

Dalam kehidupan modern, lipstik telah berkembang jauh dari sekadar produk kosmetik. Ia menjadi simbol identitas personal sekaligus sarana ekspresi diri yang kuat. Ragam warna dan hasil akhir yang tersedia kini memungkinkan setiap individu untuk menampilkan suasana hati, emosi, hingga sisi kepribadian yang unik.

Menariknya, fenomena yang dikenal sebagai “efek lipstik” menunjukkan lonjakan konsumsi lipstik pada masa-masa krisis ekonomi. Sejumlah studi mengungkapkan bahwa saat menghadapi tekanan ekonomi, konsumen cenderung menahan diri dari membeli barang mewah berskala besar, namun tetap mencari kenyamanan lewat pembelian barang mewah kecil seperti lipstik. Pola ini menegaskan peran lipstik sebagai penyemangat suasana hati dan bentuk sederhana namun signifikan untuk mempertahankan rasa normal dan percaya diri di tengah masa sulit.