NewsRepublik.com, Kesehatan – Gagal jantung merupakan kondisi serius yang ditandai dengan penurunan fungsi jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh. Salah satu gejala awal yang paling sering dialami pasien adalah mudah lelah saat melakukan aktivitas sehari-hari.
“Pasien biasanya mulai merasa aktivitas yang sebelumnya ringan menjadi berat atau bahkan tidak lagi bisa dilakukan. Gejala ini bisa memburuk saat pasien berbaring, terutama di malam hari,” ujar dr. Novi Yanti Sari, Sp.JP, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari RS Siloam Kebon Jeruk dan Lippo Village, dalam keterangan pers, Kamis (26/6/2025).
Lebih lanjut, ia menyebut gejala Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) sebagai salah satu penanda khas gagal jantung. “PND adalah sesak napas yang muncul tiba-tiba saat tidur dan membuat pasien terbangun di malam hari. Umumnya sesak akan membaik ketika duduk atau dalam posisi setengah duduk,” jelasnya.
Gejala umum lainnya meliputi:
-
Pembengkakan pada pergelangan kaki atau tungkai
-
Penambahan berat badan secara cepat akibat retensi cairan
-
Sesak napas saat beraktivitas atau bahkan saat istirahat
-
Rasa penuh di perut akibat asites (penumpukan cairan di rongga perut)
-
Tanda-tanda fisik seperti tekanan vena jugularis meningkat, suara ronkhi di paru-paru, hingga edema perifer
Menurut dr. Novi, gagal jantung terjadi akibat kelainan struktural atau fungsional jantung, yang menyebabkan peningkatan tekanan di dalam ruang jantung atau penurunan kemampuan jantung dalam memompa darah, baik saat istirahat maupun saat aktivitas.
“Penyebab paling umum adalah disfungsi otot jantung atau miokardium, baik karena gangguan sistolik, diastolik, atau kombinasi keduanya,” tambahnya.
Ia menegaskan pentingnya deteksi dini. “Jika mengalami gejala-gejala tersebut, segera periksakan diri ke dokter. Evaluasi dan terapi yang cepat sangat berpengaruh terhadap hasil pengobatan dan kualitas hidup pasien,” tutupnya.
Mengenal Gagal Jantung
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5265717/original/060515100_1750930270-Screenshot_2025-06-26_154857.jpg)
Menurut dr. Novi Yanti Sari, Sp.JP, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari RS Siloam Kebon Jeruk dan Lippo Village, kondisi ini merupakan kelanjutan dari berbagai penyakit jantung yang tidak tertangani secara optimal.
“Gagal jantung merupakan kondisi kronis dan progresif yang muncul akibat perubahan struktural atau fungsional pada jantung. Perubahan ini kerap disebabkan oleh penyakit arteri koroner, kelainan katup jantung, atau gangguan irama jantung (aritmia),” ungkap dr. Novi.
Ia menambahkan, karena bersifat menahun, gejala gagal jantung dapat berlangsung lama dan perlahan memburuk. Risiko komplikasi juga meningkat seiring waktu, terutama jika tidak ditangani dengan pendekatan medis yang tepat.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskular masih menjadi penyebab kematian nomor satu secara global. Gagal jantung merupakan salah satu manifestasi akhir dari berbagai penyakit jantung yang tidak dikelola sejak dini.
Untuk itu, deteksi dini dan manajemen terpadu menjadi sangat penting. “Masyarakat perlu memahami gejala awal dan faktor risiko gagal jantung. Semakin cepat terdeteksi, semakin besar kemungkinan pasien untuk mempertahankan kualitas hidup yang baik,” ujar dr. Novi.
Ia pun mengimbau masyarakat agar lebih proaktif dalam menjaga kesehatan jantung melalui gaya hidup sehat, pengendalian tekanan darah, gula darah, dan kolesterol, serta pemeriksaan jantung secara rutin, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit jantung dalam keluarga.
Mengenal Klasifikasi Gagal Jantung
Gagal jantung tidak selalu memiliki gejala dan tingkat keparahan yang sama. Dalam dunia medis, kondisi ini diklasifikasikan berdasarkan fraksi ejeksi (ejection fraction/EF), yakni persentase darah yang dipompa keluar oleh bilik kiri jantung setiap kali berdetak.
Menurut dr. Novi Yanti Sari, Sp.JP, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari RS Siloam Kebon Jeruk dan Lippo Village, klasifikasi ini sangat penting untuk menentukan pendekatan terapi yang paling tepat. Berikut pembagian klasifikasinya:
-
Heart Failure with Reduced Ejection Fraction (HFrEF)
Merupakan gagal jantung dengan fraksi ejeksi ≤40 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan pompa jantung menurun signifikan. -
Heart Failure with Mildly Reduced Ejection Fraction (HFmrEF)
Terjadi jika fraksi ejeksi berada di antara 41–49 persen. Pasien masih memiliki fungsi pompa jantung sebagian, namun sudah menurun dari kondisi normal. -
Heart Failure with Preserved Ejection Fraction (HFpEF)
Didiagnosis jika fraksi ejeksi ≥50 persen. Meski angka pompa tampak normal, pasien tetap mengalami gejala gagal jantung karena adanya gangguan pada relaksasi atau struktur otot jantung serta peningkatan kadar biomarker jantung.
“Pemahaman mengenai fraksi ejeksi sangat krusial karena masing-masing kategori memiliki pendekatan terapi yang berbeda,” ujar dr. Novi.
Selain itu, gagal jantung juga dibedakan berdasarkan lokasi sisi jantung yang terdampak:
-
Gagal jantung sisi kiri: Umumnya menyebabkan penumpukan cairan di paru-paru, yang ditandai dengan sesak napas, batuk, dan kelelahan.
-
Gagal jantung sisi kanan: Menyebabkan penumpukan cairan di tubuh bagian bawah, seperti pembengkakan pada tungkai, pergelangan kaki, dan perut (asites).
“Gagal jantung bukan hanya tentang jantung yang lemah. Ini tentang sistem kardiovaskular yang bekerja di luar kapasitasnya secara kronis,” tambahnya.
Dengan klasifikasi yang jelas, dokter dapat menyesuaikan pengobatan – mulai dari penggunaan obat golongan ACE inhibitor, beta blocker, hingga terapi non-farmakologis seperti pembatasan cairan dan diet rendah natrium. Deteksi dan terapi dini menjadi kunci dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.
Penyebab Gagal Jantung
Menurut para ahli, gagal jantung bukanlah penyakit tunggal, melainkan sindrom yang bisa disebabkan oleh berbagai kondisi medis, baik akut maupun kronis.
Berikut ini adalah penyebab paling umum gagal jantung menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah:
-
Penyakit Kardiovaskular
Penyebab paling umum adalah penyakit kardiovaskular, seperti:-
Hipertensi (tekanan darah tinggi) yang memaksa jantung bekerja lebih keras dalam jangka panjang.
-
Penyakit jantung koroner, yaitu penyumbatan pembuluh darah arteri yang menyuplai jantung.
-
Kelainan katup jantung yang mengganggu aliran darah normal dan memperberat kerja jantung.
-
-
Penyakit Metabolik Kronis
Diabetes melitus yang tidak terkendali dapat memicu diabetic cardiomyopathy, yaitu kerusakan otot jantung akibat gangguan metabolisme kronis. -
Penyakit Autoimun
Kondisi seperti lupus atau sarkoidosis bisa menyebabkan myocarditis, yaitu peradangan otot jantung yang merusak fungsinya. -
Infeksi Virus
Infeksi seperti viral myocarditis dapat menyebabkan kerusakan langsung pada jaringan jantung, memicu gagal jantung, bahkan pada orang tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya. -
Gangguan Irama Jantung (Aritmia)
Aritmia seperti fibrilasi atrium atau takikardia ventrikel membuat jantung berdetak terlalu cepat atau tidak teratur, sehingga mengganggu efisiensi pompa dan bisa berkembang menjadi gagal jantung.
Siapa yang Berisiko Terkena Gagal Jantung?
Dalam banyak kasus, kondisi ini berkembang perlahan akibat penyakit kronis yang tak tertangani secara optimal. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mengetahui siapa saja yang berisiko lebih tinggi terkena gagal jantung.
Menurut para ahli, individu dengan riwayat penyakit tertentu perlu meningkatkan kewaspadaan. Berikut adalah kelompok yang masuk dalam kategori risiko tinggi:
-
Penderita Hipertensi
Tekanan darah tinggi memaksa jantung bekerja lebih keras dari biasanya. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung dan akhirnya melemahkan fungsinya. -
Penyakit Jantung Koroner
Penyumbatan pembuluh darah koroner dapat menyebabkan kerusakan jaringan jantung akibat kurangnya suplai oksigen, yang pada akhirnya memicu gagal jantung. -
Penderita Diabetes
Kadar gula darah yang tidak terkontrol dapat merusak pembuluh darah dan otot jantung, menyebabkan diabetic cardiomyopathy, yang menjadi salah satu penyebab utama gagal jantung pada penderita diabetes. -
Orang dengan Obesitas
Berat badan berlebih meningkatkan beban kerja jantung, serta berkaitan erat dengan hipertensi dan diabetes, dua faktor pemicu gagal jantung. -
Lansia
Usia lanjut merupakan faktor risiko tersendiri. Seiring bertambahnya usia, elastisitas pembuluh darah dan efisiensi pompa jantung menurun secara alami. Kondisi ini membuat lansia lebih rentan terkena gagal jantung, terutama jika disertai penyakit kronis.
Pentingnya Skrining Dini
Para dokter menyarankan skrining rutin bagi mereka yang termasuk dalam kelompok risiko, bahkan jika belum muncul gejala. Deteksi dini memungkinkan intervensi lebih cepat dan efektif sebelum kondisi berkembang menjadi gagal jantung kronis.
“Gagal jantung bisa dicegah atau ditunda jika faktor risikonya dikendalikan dengan baik. Skrining jantung rutin sebaiknya menjadi bagian dari gaya hidup sehat, terutama bagi mereka dengan hipertensi, diabetes, atau riwayat keluarga,” ujar dr. Novi Yanti Sari, Sp.JP.
Gagal Jantung dan Serangan Jantung, Apakah Sama?
Meski sama-sama menyangkut organ vital jantung, gagal jantung dan serangan jantung merupakan dua kondisi medis yang berbeda, baik dari segi penyebab, gejala, maupun penanganannya. Kesalahpahaman ini masih sering terjadi di masyarakat awam, sehingga edukasi menjadi penting untuk meningkatkan kewaspadaan sekaligus menghindari kepanikan yang tidak perlu.
Gagal Jantung: Kronis dan Berkembang Perlahan
Gagal jantung terjadi ketika jantung kehilangan kemampuannya untuk memompa darah secara efisien ke seluruh tubuh. Kondisi ini bersifat kronis dan progresif, biasanya berkembang dalam waktu lama akibat kerusakan struktural atau fungsional otot jantung.
Penyebab utamanya bisa berupa hipertensi, diabetes, penyakit jantung koroner, gangguan katup jantung, atau gangguan irama jantung. Gejalanya pun muncul bertahap, seperti:
-
Mudah lelah
-
Sesak napas, terutama saat berbaring atau di malam hari (paroxysmal nocturnal dyspnea)
-
Pembengkakan pada tungkai atau perut
-
Penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
Serangan Jantung: Akut dan Darurat
Berbeda dari itu, serangan jantung (infark miokard) terjadi secara mendadak karena penyumbatan pembuluh darah koroner yang menghambat aliran darah ke otot jantung. Jika tidak segera diatasi, bagian otot jantung bisa mengalami kematian jaringan permanen.
Gejala khas serangan jantung antara lain:
-
Nyeri dada yang menjalar ke lengan kiri, leher, atau rahang
-
Sesak napas mendadak
-
Keringat dingin
-
Mual, bahkan pingsan
Terkait Tapi Tidak Sama
Meskipun berbeda, keduanya bisa saling berkaitan. Serangan jantung yang tidak tertangani dengan baik bisa merusak otot jantung, yang kemudian berkembang menjadi gagal jantung di kemudian hari. Namun, tidak semua kasus gagal jantung berawal dari serangan jantung.
“Serangan jantung itu kondisi akut dan harus segera ditangani di rumah sakit. Sementara gagal jantung adalah penyakit kronis yang butuh pengelolaan jangka panjang,” kata dr. Novi Yanti Sari, Sp.JP, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah.
Penanganan Gagal Jantung
Penanganan gagal jantung perlu segera dilakukan berdasarkan pedoman terapi berbasis bukti atau Guideline-Directed Medical Therapy (GDMT).
Terapi ini melibatkan kombinasi sejumlah obat yang ditujukan untuk meredakan gejala, memperbaiki kualitas hidup pasien, menurunkan angka rawat inap, serta mengurangi risiko kematian.
Bagi penderita gagal jantung yang juga mengalami gangguan kelistrikan jantung, seperti left bundle branch block (LBBB) dengan hasil EKG menunjukkan morfologi QRS yang melebar, penggunaan alat bantu bernama Cardiac Resynchronization Therapy (CRT) sangat direkomendasikan. CRT berfungsi menyelaraskan kontraksi kedua bilik jantung agar kemampuan memompa darah menjadi lebih efektif.
“Jika pengobatan menggunakan obat tidak memberikan hasil yang signifikan, maka bisa dipertimbangkan alternatif terapi lanjutan, salah satunya pemasangan alat bantu pompa jantung mekanik bernama LVAD (Left Ventricular Assist Device),” ujar dr. Novi.
Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk saat ini sudah memiliki fasilitas untuk pemasangan LVAD, dengan catatan pasien memenuhi syarat medis tertentu.
Sementara untuk kondisi gagal jantung akut yang tak merespons pengobatan konvensional, tersedia alat Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO), yaitu perangkat penunjang sirkulasi darah dan oksigenasi tubuh.
Apabila semua metode terapi tak berhasil, maka transplantasi jantung menjadi pilihan terakhir yang bisa ditempuh.