Pariwisata

Lembah Harau Diselimuti Kabut Asap Karhutla, Wisatawan Kini Gunakan Masker

90
×

Lembah Harau Diselimuti Kabut Asap Karhutla, Wisatawan Kini Gunakan Masker

Share this article
Lembah Harau Diselimuti Kabut Asap Karhutla, Wisatawan Kini Gunakan Masker
Lembah Harau di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat. (dok. Kemenpar)

NewsRepublik.com, Pariwisata – Julangan tebing menjulang yang mengelilingi Lembah Harau di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat, kini diselimuti kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melanda kawasan tersebut. Sebelum terdampak bencana, Lembah Harau dikenal sebagai salah satu destinasi unggulan di Ranah Minang, dengan pesona alam yang memikat.

Mengutip informasi dari Traveloka, Jumat (26/7/2025), Lembah Harau membentang seluas 270,5 hektare, dikelilingi tebing-tebing batu granit setinggi 100 hingga 500 meter. Lanskap alamnya yang dramatis kerap membuat banyak wisatawan menyamakan kawasan ini dengan Konoha, desa fiktif dalam anime dan manga populer “Naruto.”

Lembah Harau juga dijuluki sebagai “Yosemite-nya Indonesia,” merujuk pada kemiripan panoramanya dengan Taman Nasional Yosemite di Amerika Serikat. Secara etimologis, nama “Harau” diyakini berasal dari kata “parau” yang berarti suara serak—menggambarkan teriakan panik masyarakat Bukit Jambu saat menghadapi bencana longsor dan banjir. Sebelum dikenal dengan nama sekarang, wilayah ini disebut Oraru, lalu berubah menjadi Arau, sebelum akhirnya menjadi Harau.


Menyelami Pesona Lembah Harau

Keindahan Lembah Harau.
Keindahan Lembah Harau. (Ist)

Lembah Harau diyakini dulunya merupakan dasar laut purba, sebuah klaim yang diperkuat oleh keberadaan bebatuan konglomerat dan breksi—jenis batuan yang umum ditemukan di wilayah bawah laut. Formasi batuan di kawasan ini diperkirakan telah berusia sekitar 40 juta tahun.

Kawasan ini juga menjadi habitat bagi beragam flora dan fauna khas hutan hujan tropis dataran tinggi. Salah satu satwa yang cukup sering dijumpai adalah monyet ekor panjang yang hidup bebas di sekitar tebing dan pepohonan.

Menambah daya tariknya, Lembah Harau memiliki enam air terjun yang tersebar di berbagai titik, yakni Sarasah Murai, Akar Berayun, Sarasah Bunta, Sarasah Jambu, Sarasah Air Angek, dan Air Luluih. Masing-masing air terjun memiliki karakteristik dan ketinggian yang berbeda.

Salah satu air terjun yang paling mudah diakses wisatawan adalah Air Terjun Akar Berayun. Lokasinya cukup dekat dari area parkir, dan memiliki tinggi sekitar 200 meter. Air terjun ini juga dilengkapi kolam alami yang kerap menjadi tempat favorit wisatawan untuk berenang, berendam, atau sekadar bermain air.


Kualitas Udara Memburuk

Festival Pasa Harau Art & Culture Festival kembali digelar di Lembah Harau, Limapuluh Kota. (Istimewa)

Salah satu air terjun lainnya di kawasan Lembah Harau adalah Sarasah Murai, yang memiliki ketinggian antara 10 hingga 15 meter. Menurut kisah masyarakat setempat, air terjun ini dinamai dari burung-burung murai yang dahulu kerap datang untuk bermain di sekitar aliran air tersebut.

Namun kini, keindahan Lembah Harau terusik oleh bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melanda wilayah tersebut dalam dua bulan terakhir. Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota telah menetapkan status tanggap darurat karhutla sejak 17 hingga 30 Juli 2025, menyusul meluasnya dampak kebakaran di sejumlah titik.

Kabut asap yang menyelimuti kawasan turut menurunkan kualitas udara. Petugas kepolisian pun tampak membagikan masker kepada wisatawan asing dan warga yang melintas di kawasan Lembah Harau pada Kamis (24/7/2025).

Sementara itu, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) menduga karhutla dipicu oleh aktivitas pembukaan lahan dengan cara dibakar. “Ini masih dugaan awal berdasarkan laporan di lapangan. Namun, penyebab karhutla ini masih perlu pendalaman lebih lanjut, apakah disengaja atau tidak,” ujar Kepala Dishut Sumbar, Ferdinal Asmin, di Kota Padang, Selasa (22/7/2025), dikutip dari Antara.


Lakukan Operasi Modifikasi Cuaca untuk Atasi Karhutla

Ilustrasi kebakaran hutan di Sumbar. (Photo by Ryan Arnst on Unsplash)

Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) berencana melakukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) sebagai langkah penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melanda sejumlah wilayah. Kepala BMKG Stasiun BIM, Desindra Deddy Kurniawan, menyatakan dukungan penuh terhadap pelaksanaan OMC yang disebut dapat meningkatkan curah hujan di area terdampak karhutla.

“Kami dari BMKG sangat mendukung kegiatan OMC untuk meningkatkan curah hujan di daerah karhutla,” ungkap Desindra, mengutip unggahan resmi BPBD Sumbar, Jumat (25/7/2025).

Langkah ini diambil karena curah hujan tercatat sangat rendah dalam 60 hari terakhir. Menurut Desindra, tanpa intervensi seperti OMC, kebakaran berpotensi semakin parah mengingat musim kemarau diperkirakan berlangsung hingga September 2025. Dengan meningkatnya hujan melalui OMC, diharapkan penyebaran titik api bisa ditekan secara signifikan.

Namun demikian, pelaksanaan OMC tetap bergantung pada keberadaan awan yang mendukung. “Kami memantau secara real-time. Jika ada pertumbuhan awan, operasi bisa dilakukan. Untuk 25 Juli, berdasarkan pantauan, wilayah Limapuluh Kota dan Pesisir Selatan memungkinkan, sedangkan Solok belum menunjukkan pertumbuhan awan yang cukup,” jelasnya.

Operasi ini dijadwalkan berlangsung pada 25–29 Juli 2025, dengan penyemaian garam maksimal tiga ton per hari. Setiap penerbangan akan menebar satu ton garam, dimulai sekitar pukul 09.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB.