Berita

Mendagri Tito Ungkap Momen Menegur Bupati Pati Sudewo Soal Kenaikan PBB 250 Persen

53
×

Mendagri Tito Ungkap Momen Menegur Bupati Pati Sudewo Soal Kenaikan PBB 250 Persen

Share this article
Mendagri Tito Ungkap Momen Menegur Bupati Pati Sudewo Soal Kenaikan PBB 250 Persen
Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian dalam Rapat Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pengendalian Inflasi di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kemendagri, Jakarta. Foto: Puspen Kemendagri

NewsRepublik.com, BeritaMenteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengaku langsung memberikan teguran kepada Bupati Pati Sudewo terkait kebijakan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Kebijakan tersebut memicu gelombang unjuk rasa dan desakan agar Sudewo mundur dari jabatannya.

“Oh saya langsung telepon, Pak Bupati, Pak Gubernur. Saya tanyakan kenapa mekanismenya seperti itu. Menyampaikan bahwa, sudah diperhitungkan belum kemampuan masyarakat, yang sehingga akhirnya dicabut,” kata Tito di Gudang Bulog Kanwil Jakarta, Jakarta Utara, Kamis (14/8/2025).

Tito menyampaikan bahwa dirinya tengah mempelajari aturan yang menjadi dasar kebijakan tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat Daerah (HKPD) dan peraturan turunannya, penetapan tarif pajak berada di kewenangan bupati atau wali kota, dengan konsultasi kepada gubernur, serta pengesahan melalui Peraturan Daerah oleh DPRD. “Saya juga lagi meneliti. Karena memang peraturan dari bupati mengenai tarif NJOP dan PBB itu tidak sampai ke Kemendagri (hanya sampai ke gubernur),” jelasnya.


Mendagri Bakal Gelar Rapat Virtual

Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian saat menyampaikan arahan dan penjelasan dalam rapat tersebut.
Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian saat menyampaikan arahan dan penjelasan dalam rapat tersebut. (sumber: Kemendagri)

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berencana menggelar rapat virtual siang ini bersama seluruh kepala daerah untuk memetakan wilayah yang mengalami kenaikan pajak. Langkah ini diambil guna mengantisipasi kebijakan yang berpotensi menimbulkan gejolak di masyarakat.

Tito berharap para kepala daerah dapat lebih cermat sebelum menetapkan kebijakan terkait pajak maupun retribusi. Menurutnya, sosialisasi perlu dilakukan secara matang agar kebijakan tersebut tidak membebani masyarakat. Waktu penerapan juga sebaiknya disesuaikan, misalnya diberlakukan setahun setelah rencana diteken.

“Ini harus betul-betul melihat, salah satu klausul dari UU HKPD itu bahwa setiap kebijakan daerah yang bersifat anggaran, misalnya pajak dan retribusi, itu harus ada proses sosialisasi. Kedua, mempertimbangkan betul dampak serta kemampuan ekonomi masyarakat. Nah ini yang kita nilai,” tegas Tito.


Lonjakan PBB Tak Hanya Terjadi di Pati

Demo Pati ricuh
Demo Pati ricuh

Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak hanya terjadi di Kabupaten Pati. Pemerintah Kota Cirebon juga berencana menaikkan tarif PBB hingga mendekati 1.000 persen, sementara di Kabupaten Jombang, rencana kenaikan PBB-P2 disebut mencapai 400 persen.

Analis Ekonomi Politik dari LAB 45, Baginda Muda Bangsa, menilai pajak merupakan bentuk paling nyata dari kontrak sosial antara pemerintah dan rakyat. Ia mengingatkan bahwa dalam sejarah, pajak kerap menjadi pemicu gejolak besar, seperti pemberontakan di Amerika dan Revolusi Prancis, yang melahirkan prinsip no tax without representation.

“Tidak ada pajak tanpa representasi sehingga apa yang terjadi di Pati menurut saya melambangkan hal itu juga. Bahwa ini tidak ada kesepakatan dengan rakyat yang kemudian menunjukkan kemarahan tadi kira-kira begitu,” jelas Baginda yang akrab disapa Bagin, Kamis (14/8/2025).


Analis Ungkap Akar Masalah

Analis Ekonomi Politik LAB 45, Baginda Muda Bangsa, menjelaskan bahwa aturan pajak daerah mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam regulasi tersebut, kepala daerah memiliki kewenangan menentukan besaran PBB.

“Memang sejauh yang saya pahami tidak ada ketentuan-ketentuan teknis menjelaskan soal bagaimana acuan penghitungan dan seterusnya tapi mungkin yang ingin saya soroti dari kacamata ekonomi politik adalah sebenarnya fenomena yang terjadi di Pati ini harus dilihat dalam konteks bahwa ada kegagalan dari pemerintah daerah untuk merepresentasi kebutuhan dari masyarakat,” ujarnya.

Baginda menekankan, kenaikan pajak idealnya dibahas melalui proses konsultasi dan disepakati bersama DPRD sebagai wakil rakyat. Kondisi inilah yang, menurutnya, menjadi persoalan dalam kasus di Pati.