Pariwisata

Menhut Raja Juli Tanggapi Polemik Proyek Vila di Pulau Padar: Masuk dalam Kerangka Konservasi

67
×

Menhut Raja Juli Tanggapi Polemik Proyek Vila di Pulau Padar: Masuk dalam Kerangka Konservasi

Share this article
Menhut Raja Juli Tanggapi Polemik Proyek Vila di Pulau Padar: Masuk dalam Kerangka Konservasi
Pemandangan dari atas bukit di Pulau Padar TN Komodo.

NewsRepublik.com, Pariwisata – Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menegaskan bahwa rencana pembangunan fasilitas pariwisata oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo (TNK), Nusa Tenggara Timur (NTT), telah memiliki izin resmi. Izin tersebut diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan sejak 2014 melalui SK Menteri Kehutanan No: SK.796/Menhut-II/2014.

“Tapi saya akan memastikan bahwa pembangunan di Pulau Padar itu bagian dari konservasi, dan memang dalam undang-undang dibolehkan adanya eco-tourism atau pariwisata berbasis ekologi,” ujar Menhut usai rapat pembahasan konservasi gajah sumatera di Jakarta, Kamis (7/8/2025).

Ia menyebut, proses pembangunan masih membutuhkan waktu lama karena harus mendapatkan persetujuan dari UNESCO. Saat ini, pihaknya tengah menyempurnakan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk rencana pembangunan fasilitas wisata, termasuk ratusan vila sebagai akomodasi di Pulau Padar.

Data tersebut nantinya akan disampaikan kepada UNESCO, mengingat Taman Nasional Komodo telah ditetapkan sebagai situs warisan dunia (world heritage site) sejak 2021. Sejak penetapan itu, UNESCO bersama International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah memberikan peringatan agar menghentikan proyek-proyek yang berpotensi merusak nilai warisan dunia di kawasan TNK.

“Jadi, terkait keramaian kemarin, termasuk datanya, masih akan kita sempurnakan kembali,” ujar Menhut.


Menhut Akan Batasi Kuota Wisatawan ke Pulau Padar

Pulau Padar, TN Komodo, Labuan Bajo. (dok. BPOLBF)
Pulau Padar, TN Komodo, Labuan Bajo. (dok. BPOLBF)

Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni kembali menegaskan bahwa pertimbangan ekologi menjadi prioritas utama dalam rencana pembangunan fasilitas wisata di Pulau Padar. Ia menekankan, pengembang hanya diizinkan membangun maksimal 10 persen dari total luas konsesi yang diberikan.

Dalam hal ini, PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) memegang izin usaha atas lahan seluas 274,13 hektare di Pulau Padar, atau sekitar 19,5 persen dari total luas pulau yang mencapai 40.728 hektare. Rencana pembangunan mencakup 15,375 hektare atau 5,64 persen dari luas konsesi tersebut.

“Saya akan cek lagi, tapi maksimum 10 persen dari konsesi yang diberikan. Kedua, bangunan tidak boleh dari beton, harus knock down, sehingga bisa dipindahkan kapan pun jika terbukti mengganggu,” ujar Raja Juli.

Ia juga berencana memperketat kuota kunjungan wisatawan ke Pulau Padar. “Padar kemarin itu sudah kayak pasar. Kita akan ketatkan,” tegasnya.

Menurutnya, jumlah pengunjung harus dibatasi. Pulau Padar, kata Menhut, ditujukan untuk segmen pasar khusus (niche). “Bukan berarti tidak boleh datang, tapi harus antre. Tujuannya agar ekosistem dan habitat tetap terjaga,” jelasnya.

Selain pembatasan kuota, pihaknya juga meningkatkan aspek keamanan di Pulau Padar, mulai dari perbaikan tangga, pemasangan papan penunjuk lokasi aman bagi wisatawan, hingga koordinasi dengan relawan untuk mengawasi area berfoto agar tetap aman.


Rencana Pembangunan 448 Vila hingga Bar Raksasa di Pulau Padar

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni di Jakarta, Kamis, 7 Agustus 2025.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni di Jakarta, Kamis, 7 Agustus 2025.

Staf Riset dan Advokasi Sunspirit For Justice and Peace, lembaga advokasi berbasis riset di Labuan Bajo, Adriani Miming, mengungkapkan bahwa berdasarkan dokumen yang telah dikaji, PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) berencana membangun 619 bangunan di atas lahan konsesi tersebut. Rencana itu mencakup 448 vila, 13 restoran, satu bar berukuran 1.200 meter persegi, tujuh lounge, tujuh pusat kebugaran, tujuh pusat spa, dan 67 kolam renang.

“Selain itu, ada satu Hilltop Chateau (kastel bergaya Prancis) dan satu wedding chapel (gereja untuk acara pernikahan),” ujarnya.

Menurut Adriani, pembangunan ratusan vila dan fasilitas wisata lainnya akan mengubah zona rimba di Pulau Padar menjadi kawasan hunian dan bisnis padat manusia. Kondisi tersebut akan langsung mengganggu habitat alami komodo dan mengikis nilai penting kawasan konservasi tersebut.

“Pembangunan 448 vila dan satu chateau dengan kapasitas ribuan orang berpotensi menguasai lebih dari separuh akomodasi wisatawan di Labuan Bajo. Hal ini mengancam keberlangsungan pelaku wisata lain, baik komunitas, UMKM, maupun usaha profesional yang juga memiliki hak akses,” tegasnya.


Desakan Pembatasan Kuota Pengunjung dan Penolakan Monopoli Pariwisata

Ilustrasi destinasi wisata andalan Indonesia, Pulau Padar di Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo. (dok. Biro Komunikasi Publik Kemenparekraf)
Ilustrasi destinasi wisata andalan Indonesia, Pulau Padar di Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo. (dok. Biro Komunikasi Publik Kemenparekraf)

Adriani juga mempertanyakan alasan Pulau Padar tidak dikembalikan kepada masyarakat Komodo, yang sebelum diambil alih Taman Nasional Komodo telah menjadikannya sebagai ruang hidup. “Warga Komodo kini dipaksa hidup berdesakan di lahan seluas 17 hektare di Kampung Komodo, berbanding jauh dengan perusahaan yang menguasai lahan hingga ratusan hektare,” ujarnya.

Ia menilai PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) berpotensi memonopoli sektor pariwisata di kawasan tersebut. “Monopoli seperti ini harus dihentikan demi terciptanya keadilan pariwisata di Flores. UNESCO perlu bersikap tegas dan menolak pengakuan terhadap proses AMDAL yang manipulatif. Konsultasi publik yang digelar PT KWE dilakukan secara tertutup dan hanya melibatkan undangan terbatas, bertentangan dengan prinsip partisipatif yang diminta UNESCO,” tegasnya.

Adriani menambahkan, proyek tersebut dibangun di atas kajian lingkungan yang cacat secara etis dan prosedural. “Sehingga tidak layak dijadikan dasar pengambilan keputusan investasi di kawasan situs warisan dunia,” pungkasnya.