NewsRepublik.com, Ekonomi – Dalam beberapa waktu terakhir, pasar saham dilanda gejolak yang cukup signifikan. Para investor dihadapkan pada berbagai isu krusial seperti kebijakan tarif baru, dinamika perang dagang yang belum mereda, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga ketegangan antara Presiden Donald Trump dan Ketua The Fed, Jerome Powell.
Di tengah ketidakpastian pasar, para pakar investasi menyampaikan pesan tegas kepada investor muda dengan visi jangka panjang: tetap konsisten membeli saham.
Alasannya cukup jelas. Jika tujuan keuangan—seperti pensiun—masih berjarak puluhan tahun, fluktuasi harga saham bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Secara historis, pasar saham menunjukkan tren kenaikan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, periode penurunan sering kali menjadi kesempatan strategis untuk membeli.
Namun, pendekatan berbeda perlu diterapkan bila kamu tengah menabung untuk kebutuhan jangka pendek, seperti pembelian kendaraan, biaya pernikahan, atau cicilan rumah.
Dikutip dari Make It CNBC, Christine Benz dari Morningstar mengingatkan agar tidak menempatkan terlalu banyak dana di pasar saham bila tujuan keuangan bersifat jangka pendek.
Ia menekankan bahwa investasi saham untuk jangka waktu pendek sangat berisiko. Apabila dana harus dicairkan dalam waktu dekat, kemungkinan besar investor terpaksa menjual dalam kondisi merugi akibat nilai pasar yang menurun.
“Jika kamu melakukannya, risiko utamanya adalah jangka waktu investasi menjadi terlalu pendek. Ketika kamu menarik dana dari akun, potensi kerugian cukup besar,” ujarnya.
Dalam dunia investasi, dikenal istilah ‘time horizon’ atau jangka waktu investasi, yakni durasi antara saat ini hingga waktu dana dibutuhkan. Semakin panjang jangka waktunya, semakin besar pula toleransi terhadap risiko pasar.
Misalnya, jika kamu menabung untuk masa pensiun yang masih 40 tahun lagi, penurunan nilai portofolio sebesar 10–20% bukanlah persoalan besar. Namun, jika dana tersebut akan digunakan dalam waktu dekat—misalnya minggu depan untuk biaya pernikahan—penurunan tersebut bisa berdampak signifikan.
Berikut ini sejumlah rekomendasi dari para pakar mengenai instrumen penyimpanan dana yang lebih tepat untuk tujuan jangka pendek hingga menengah.
Strategi Menabung untuk Kebutuhan Jangka Pendek
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/2954871/original/087679300_1572506982-shutterstock_653966941.jpg)
Christine Benz, Direktur Perencanaan Keuangan Morningstar, menyarankan agar dana yang akan digunakan dalam waktu kurang dari dua hingga tiga tahun—seperti untuk uang muka pembelian rumah—tidak ditempatkan pada instrumen investasi berisiko tinggi.
“Keamanan harus menjadi prioritas utama,” tegasnya.
Pilihan yang dinilai paling aman untuk menyimpan dana jangka pendek adalah rekening tabungan berbunga tinggi (high-yield savings account). Jenis rekening ini tidak menghadirkan risiko kehilangan pokok dana, meskipun imbal hasilnya belum tentu mengimbangi laju inflasi. Meski demikian, menurut situs keuangan Bankrate, sejumlah lembaga keuangan kini menawarkan bunga lebih dari 4% untuk produk tabungan tersebut.
Benz juga merekomendasikan alternatif lain dengan risiko serupa namun potensi imbal hasil sedikit lebih tinggi, yakni melalui reksa dana pasar uang atau reksa dana obligasi jangka pendek, khususnya yang berisi surat utang negara (treasuries).
Setelah memilih instrumen tabungan yang sesuai, penting untuk tetap konsisten dan tidak mencampur berbagai jenis investasi yang bisa membingungkan. Disarankan pula untuk menghindari produk dengan penguncian dana seperti deposito berjangka, agar dana tetap dapat diakses dengan mudah saat dibutuhkan.
“Porsi kas dalam portofolio sebaiknya sederhana dan praktis. Kebanyakan investor enggan direpotkan dengan deposito atau instrumen yang memiliki jatuh tempo tertentu. Secara pribadi, saya lebih memilih reksa dana pasar uang atau Treasury karena dapat digunakan secara fleksibel sebagai cadangan dana likuid,” jelas Benz.
Strategi Aman Menabung untuk Tujuan Jangka Menengah
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4425366/original/006438000_1683883282-pexels-burak-the-weekender-186461.jpg)
Meski belum memiliki rencana pasti kapan akan menikah atau membeli rumah impian, banyak individu menyadari bahwa dalam kurun waktu tiga, lima, hingga sepuluh tahun ke depan, kebutuhan dana besar akan muncul untuk mewujudkan berbagai target finansial.
Untuk tujuan dengan jangka waktu menengah yang belum sepenuhnya pasti, Christine Benz menyarankan agar dana dibagi ke dalam beberapa instrumen: uang tunai, obligasi jangka pendek, dan obligasi jangka menengah. Secara umum, obligasi dengan jatuh tempo lebih panjang menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi, namun dengan risiko yang juga meningkat.
Daripada membeli obligasi secara individual, Benz menyarankan agar memilih reksa dana obligasi yang bersifat terdiversifikasi dan berbiaya rendah, guna mengurangi risiko sekaligus mempermudah pengelolaan aset.
Jika masih tersedia waktu yang cukup panjang, sejumlah perencana keuangan menyarankan agar investor dapat menambahkan sedikit alokasi saham ke dalam portofolio. Namun demikian, kesiapan terhadap fluktuasi nilai pasar tetap menjadi hal penting, karena kemungkinan penurunan nilai saham bisa saja terjadi sewaktu-waktu dan memengaruhi rencana keuangan.
Seiring dengan semakin dekatnya tenggat waktu pencapaian tujuan, komposisi portofolio sebaiknya disesuaikan secara bertahap. Kurangi porsi saham dan obligasi jangka menengah, lalu alihkan ke instrumen berbasis tunai demi menjaga stabilitas nilai.
“Jika kamu sudah mendekati waktu pembelian atau komitmen finansial—dalam rentang nol hingga tiga tahun—kami menyarankan agar dana tersebut tidak terpapar fluktuasi pasar saham,” ujar Daniel Honsberger, perencana keuangan di Virginia.
Para ahli juga mengingatkan agar tidak tergoda mengambil risiko besar hanya demi mengejar keuntungan cepat. Langkah tersebut justru berpotensi mengganggu stabilitas rencana keuangan yang sudah dekat jatuh temponya. Dana sebaiknya tidak lagi ditempatkan pada instrumen berisiko seperti saham.
“Intinya, jika kamu memiliki tujuan keuangan dalam waktu dekat, saatnya bukan untuk berinvestasi, melainkan untuk melindungi nilai uang yang sudah dikumpulkan,” tegas Marcus Holzberg, perencana keuangan di Corte Madera, California.
Ia menambahkan, “Volatilitas memang harga yang harus dibayar demi pertumbuhan jangka panjang, tetapi bisa menjadi bumerang bagi kebutuhan keuangan jangka pendek.”