Kesehatan

Pola Asuh Berpengaruh pada Perkembangan Otak Anak, Begini Penjelasannya

130
×

Pola Asuh Berpengaruh pada Perkembangan Otak Anak, Begini Penjelasannya

Share this article
Pola Asuh Berpengaruh pada Perkembangan Otak Anak, Begini Penjelasannya
Pola asuh ini memberikan ruang bagi anak untuk menjadi bagian dari pengambilan keputusan keluarga. (Foto/Dok: freepik.com/jcomp)

NewsRepublik.com, KesehatanPerkembangan otak anak menjadi proses krusial yang menentukan kualitas hidup di masa depan. Pada fase awal kehidupan, otak anak bersifat sangat plastis dan mudah dipengaruhi berbagai faktor lingkungan, termasuk pola asuh yang diberikan orang tua maupun pengasuh.

Pola asuh tak hanya berkaitan dengan cara mendidik atau mengatur perilaku, tetapi juga meliputi interaksi emosional, stimulasi kognitif, serta lingkungan sosial yang dapat berdampak besar pada perkembangan neurologis.

Riset terbaru mengungkap, pola asuh yang responsif, penuh kasih, dan konsisten mampu merangsang pembentukan koneksi saraf di otak anak, sehingga meningkatkan kemampuan belajar, keterampilan sosial, dan kesehatan mental.

Sebaliknya, pola asuh yang menekan, minim perhatian, atau tidak konsisten dapat menghambat perkembangan otak, bahkan memicu risiko gangguan perilaku dan psikologis.

Karena itu, orang tua dan pengasuh perlu memahami bahwa sikap, pola komunikasi, serta dukungan yang diberikan berperan membentuk fondasi perkembangan otak yang optimal. Lingkungan yang tepat akan mendukung tumbuh kembang anak secara menyeluruh, baik secara fisik, emosional, maupun kognitif.


Dampak Pola Asuh pada Perkembangan Otak Anak

Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan Otak Anak
Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan Otak Anak (Foto/Dok: freepik.com)

Perkembangan otak anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman yang diterima, terutama melalui pola asuh orang tua. Masa kanak-kanak, khususnya usia dini, menjadi periode krusial ketika otak mengalami pertumbuhan dan perkembangan tercepat.

Pada usia dua tahun, sekitar 80 persen struktur otak manusia telah terbentuk. Fase ini disebut sebagai periode kritis perkembangan, sebagaimana dijelaskan oleh Psychology Today dan dikutip Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Riset yang dimuat di Developmental Cognitive Neuroscience menunjukkan bahwa pola asuh positif dapat memengaruhi perkembangan struktur otak remaja, terutama pada amigdala dan korteks prefrontal yang berperan dalam pengaturan emosi serta pengambilan keputusan.

Stimulasi positif sejak dini membantu otak menghasilkan hormon, memperkuat, dan membentuk sambungan sel-sel saraf baru, sehingga kinerjanya optimal. Sebaliknya, pengalaman negatif dapat merusak arsitektur otak dan memengaruhi fungsi organ lain.


Pola Asuh yang Berpengaruh pada Perkembangan Otak Anak

Ilustrasi Pola Asuh Anak Credit: pexels.com/Gustavo
Ilustrasi Pola Asuh Anak Credit: pexels.com/Gustavo

Pola asuh terbagi dalam beberapa kategori, masing-masing memberikan dampak berbeda terhadap perkembangan otak dan kesehatan mental anak. Memahami jenis-jenis pola asuh ini menjadi penting agar orang tua dapat menentukan pendekatan yang tepat.

Pola Asuh Positif (Mendukung Perkembangan Otak)

Pola asuh positif dan suportif mendorong anak mengembangkan potensi otaknya secara maksimal. Pendekatan ini menekankan pada dukungan, bimbingan, serta interaksi yang membangun.

1. Pola Asuh Otoritatif (Demokratis)

Pola asuh otoritatif dinilai sebagai pendekatan ideal karena mampu menyeimbangkan antara tuntutan dan responsivitas. Orang tua menetapkan aturan yang jelas dan konsisten, namun tetap memberikan dukungan emosional, mendengarkan pendapat anak, serta melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan.

Mengutip PMC, pola asuh otoritatif atau authoritative parenting merupakan gaya pengasuhan yang menekankan pengawasan ketat terhadap perilaku anak, namun tetap responsif, menghargai, dan menghormati pemikiran serta perasaan mereka, sekaligus mengikutsertakan anak dalam membuat keputusan.

Anak yang dibesarkan dengan pola ini umumnya ramah, berenergi, ceria, percaya diri, mampu mengendalikan diri, memiliki rasa ingin tahu tinggi, kooperatif, serta berorientasi pada prestasi.
Pendekatan ini membantu anak mengembangkan harga diri yang kuat, kemandirian, dan keterampilan sosial, sekaligus mendorong sikap percaya diri, tanggung jawab, serta kemampuan mengontrol diri.

2. Pola Asuh Responsif

Pola asuh responsif menekankan kepekaan dan ketanggapan orang tua terhadap kebutuhan serta emosi anak, termasuk memperhatikan dan merespons gerak tubuh, suara, maupun permintaan yang disampaikan anak.

Gaya pengasuhan ini menyesuaikan pendekatan dengan perilaku anak sesuai kebutuhan dan tahap perkembangannya.

Pola asuh responsif mampu membangun ikatan emosional yang kuat antara orang tua dan anak, membantu anak memahami orang lain serta lingkungan sekitarnya, merangsang perkembangan otak secara optimal, sekaligus mendukung tumbuhnya rasa percaya diri dan keterampilan sosial yang baik.

Pola Asuh Negatif (Merusak Perkembangan Otak)

Pola asuh yang bersifat keras, mengabaikan kebutuhan anak, atau terlalu mengontrol dapat memberikan dampak buruk terhadap perkembangan otak. Pendekatan ini berpotensi menimbulkan masalah jangka panjang, baik pada aspek emosional, perilaku, maupun kemampuan kognitif anak.

1. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter ditandai dengan pengendalian yang ketat, minim respons terhadap perasaan anak, serta kecenderungan menggunakan hukuman sebagai alat disiplin. Contohnya, orang tua dengan gaya ini mungkin berkata, “Lakukan apa yang saya katakan.”

Mengutip Parenting Science, anak yang tumbuh dalam pola asuh otoriter kerap mengalami masalah emosional dan sosial, seperti kecemasan, depresi, serta kesulitan membangun hubungan interpersonal yang sehat. Mereka juga cenderung memiliki rasa percaya diri rendah dan harga diri yang lemah.

2. Pola Asuh Pengabaian (Neglect)

Kurangnya perhatian dan kasih sayang yang memadai dari orang tua dapat berdampak serius pada perkembangan otak anak. Menurut Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, pengabaian atau minimnya perhatian terhadap anak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan otak pada usia dini.

Beberapa dampak pola asuh pengabaian antara lain:

  • Ukuran otak anak berpotensi lebih kecil.
  • Menimbulkan kesulitan dalam konsentrasi, pembelajaran, dan kemampuan beradaptasi.
  • Anak menjadi lebih rentan terhadap masalah emosional dan perilaku, seperti depresi, kecemasan, serta agresivitas.

3. Stres Toksik dan Kekerasan

Stres kronis, terutama stres toksik akibat pengalaman traumatis seperti pelecehan atau kekerasan, berdampak sangat merusak pada otak anak. Respons stres toksik muncul ketika anak menghadapi kesulitan yang intens, sering, dan berkepanjangan.

Dampak pengasuhan yang menimbulkan stres toksik antara lain:

  • Mengubah kimia otak, struktur anatomi otak, dan ekspresi gen anak.
  • Melemahkan otak yang sedang berkembang, menimbulkan masalah jangka panjang dalam pembelajaran, perilaku, serta kesehatan fisik dan mental.
  • Kekerasan verbal, termasuk membentak atau menghina, dapat mengubah struktur otak anak secara signifikan dan permanen.

Pola Asuh yang Tepat untuk Mendukung Perkembangan Otak Anak

Ilustrasi penindasan bakat (Foto dok: Freepik/pikisuperstar).
Ilustrasi penindasan bakat (Foto dok: Freepik/pikisuperstar).

Agar perkembangan otak anak berlangsung optimal, orang tua dianjurkan menerapkan pola asuh yang positif dan responsif. Pendekatan ini menekankan penciptaan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan pembelajaran anak secara menyeluruh.

  • Memberikan Stimulasi Positif dan Nutrisi Cukup: Stimulasi positif sejak dini akan memengaruhi perkembangan otak anak, membantu menghasilkan hormon, memperkuat, dan membentuk sambungan sel saraf baru, seperti dijelaskan oleh Sekolah Islam Al Ikhlas. Nutrisi yang memadai juga penting untuk mendukung pertumbuhan otak.
  • Membangun Hubungan Emosional yang Intens dan Positif: Kehangatan emosional dari orang tua, khususnya ibu, merangsang perkembangan neuron sejak dalam kandungan. Jurnal Ilmiah WIDYA menyebutkan bahwa ikatan emosional yang kuat dapat mengaktifkan otak anak secara optimal.
  • Menerapkan Disiplin Positif dan Komunikasi Terbuka: Orang tua dengan pola asuh otoritatif menegakkan aturan secara suportif, mengutamakan dialog daripada hukuman langsung. Anak diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan memahami alasan di balik aturan yang dibuat.
  • Memberikan Perhatian yang Cukup: Perhatian memadai membantu anak belajar, mengembangkan keterampilan baru, dan memperkuat jaringan saraf di otaknya. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan menyatakan bahwa perhatian yang cukup menstimulasi perkembangan otak anak.
  • Mendukung Kemandirian dan Eksplorasi: Orang tua otoritatif mendorong anak untuk mandiri, namun tetap memberikan batasan yang sesuai. Anak diberikan kebebasan berkembang sesuai minatnya.
  • Menjadi Teladan dan Konsisten: Orang tua yang menjadi contoh perilaku positif membantu anak belajar melalui pengamatan. Konsistensi dalam dukungan dan bimbingan mendorong anak terus belajar dan mengeksplorasi.