Pariwisata

Sering Buat Ulah, Turis Asing Kini Dikenakan Biaya Masuk di Kuil Nanzoin, Jepang

69
×

Sering Buat Ulah, Turis Asing Kini Dikenakan Biaya Masuk di Kuil Nanzoin, Jepang

Share this article
Sering Buat Ulah, Turis Asing Kini Dikenakan Biaya Masuk di Kuil Nanzoin, Jepang
Kuil Nanzoin (dok. Unsplash.com/Roméo A.)

NewsRepublik.com, Pariwisata – Kebijakan baru di salah satu kuil paling terkenal di Jepang memicu sorotan publik. Sejak Mei 2025, Kuil Nanzoin di Prefektur Fukuoka, yang dikenal luas dengan patung Buddha berbaring sepanjang 41 meter, mulai memberlakukan biaya masuk khusus bagi wisatawan asing sebesar 300 yen atau sekitar Rp32 ribu.

Dilansir dari Japan Today, Jumat (18/7/2025), keputusan ini diambil sebagai respons terhadap maraknya perilaku tidak tertib yang dilakukan sejumlah turis asing. Dana yang diperoleh disebut akan digunakan untuk mengelola dampak dari tindakan-tindakan yang dianggap mengganggu kenyamanan pengunjung maupun kesakralan kawasan kuil.

Sebuah papan pengumuman berbahasa Inggris bertuliskan “visitors” tampak terpasang di area pintu masuk, menjadi penanda jalur antrean bagi turis asing yang hendak membayar tiket masuk. Sementara itu, pengunjung domestik dan warga asing yang menetap di Jepang untuk bekerja atau belajar dibebaskan dari pungutan tersebut.

Petugas di lapangan akan melakukan verifikasi secara lisan. Mereka biasanya mengajukan pertanyaan seperti “Apakah Anda dari Jepang?” atau menanyakan status tinggal sebelum mengizinkan pengunjung tertentu melewati antrean.

Kebijakan ini menjadi contoh terbaru dari sejumlah langkah adaptif yang diambil oleh destinasi wisata di Jepang dalam menghadapi lonjakan pariwisata dan tantangan perilaku pengunjung global. Meski menuai pro dan kontra, pihak pengelola menegaskan bahwa langkah ini bertujuan menjaga ketertiban serta keberlanjutan pengelolaan situs budaya dan keagamaan.


Perilaku Wisatawan Asing Dinilai Tak Patut

Kepala Biksu Kuil Nanzoin, Kakujo Hayashi, menyampaikan kekhawatirannya atas meningkatnya jumlah wisatawan asing pasca pencabutan pembatasan COVID-19 oleh pemerintah Jepang. Menurut Hayashi, lonjakan kunjungan ini turut membawa konsekuensi negatif, terutama pada aspek kebersihan, keamanan, dan kesakralan kuil.

Ia mengungkapkan, sejumlah perilaku tidak pantas kerap ditemukan, mulai dari pengunjung yang mengonsumsi minuman keras, menyalakan kembang api, hingga membuang sampah sembarangan di kawasan kuil. Bahkan, fasilitas umum seperti toilet kerap disalahgunakan, yang pada akhirnya mengganggu kenyamanan pengunjung lain dan mencoreng kehormatan tempat ibadah tersebut.

“Kami ingin ada pihak yang ikut bertanggung jawab atas biaya tambahan kebersihan dan keamanan yang timbul,” ujar Hayashi yang kini berusia 72 tahun. Ia juga menegaskan bahwa penerapan biaya masuk kepada turis asing bukan bentuk diskriminasi, melainkan langkah realistis untuk menjaga kelestarian dan kenyamanan situs suci tersebut.

Meski begitu, kebijakan ini menuai perdebatan di kalangan masyarakat dan pakar hukum. Sejumlah pengamat menilai pembedaan perlakuan terhadap wisatawan asing belum memiliki dasar regulasi yang jelas, dan dikhawatirkan dapat memicu kesan eksklusivitas atau bahkan diskriminasi terselubung.

Kritik terhadap kebijakan semacam ini semakin menguat seiring meningkatnya arus turisme internasional di Jepang. Data terakhir menunjukkan kunjungan wisatawan asing telah mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, menjelang pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Jepang yang digelar pada Minggu, 20 Juli 2025.

Kondisi ini mencerminkan tantangan yang dihadapi banyak negara destinasi wisata: bagaimana menyeimbangkan kebutuhan pelestarian budaya dan tempat suci, sekaligus tetap terbuka dan inklusif terhadap wisatawan global.


Kunjungan Wisman ke Jepang Pecahkan Rekor

Berdasarkan data yang dirilis pemerintah Jepang pada Rabu, 16 Juli 2025, tercatat 21,5 juta kunjungan wisata asing sepanjang paruh pertama 2025, melampaui angka 17,78 juta kunjungan pada periode yang sama tahun lalu.

Data dari Organisasi Pariwisata Nasional Jepang juga menunjukkan bahwa pada Juni 2025, jumlah kunjungan mencapai 3,38 juta orang, naik 7,6 persen dari tahun sebelumnya—angka tertinggi untuk bulan Juni sejak pencatatan dimulai.

Korea Selatan menjadi negara penyumbang wisman terbanyak dengan 4,8 juta kunjungan, disusul China (4,7 juta) dan Taiwan (3,3 juta). China mencatat lonjakan paling tajam, yakni meningkat 53,5 persen dibanding tahun lalu, menandai pemulihan signifikan pasca pembatasan pandemi COVID-19.

Meski menjadi penopang penting pemulihan ekonomi Jepang, lonjakan jumlah turis asing memunculkan kekhawatiran baru, terutama terkait isu overtourism yang mulai dirasakan di sejumlah destinasi wisata utama seperti Kyoto, Osaka, dan Fukuoka.

Seiring bertambahnya wisatawan, berbagai masalah muncul seperti kemacetan, ketidaktertiban, hingga kerusakan fasilitas umum. Penduduk lokal mengeluhkan terganggunya kualitas hidup dan munculnya ketegangan sosial, termasuk seperti yang terjadi di Kuil Nanzoin, Fukuoka, yang kini mengenakan biaya masuk khusus untuk turis asing.

Pemerintah Jepang dikabarkan sedang membentuk satuan tugas baru untuk mengatasi dampak overtourism, sambil mempertimbangkan kebijakan pembatasan dan penyesuaian tarif masuk di tempat wisata.

Fenomena ini juga menambah panas suhu politik menjelang pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat yang akan digelar Minggu, 20 Juli 2025. Isu pengelolaan pariwisata dan keberlanjutan sosial kini menjadi sorotan utama dalam kampanye para kandidat.


Bentuk Satuan Tugas

Pemerintah Jepang membentuk satuan tugas khusus bernama Kantor Promosi Masyarakat Hidup Berdampingan Secara Harmonis dengan Warga Negara Asing pada 15 Juli 2025. Pembentukan ini dipicu oleh meningkatnya jumlah wisatawan asing serta berbagai laporan perilaku mengganggu, seperti pelanggaran aturan di tempat ibadah dan fasilitas umum.

Langkah ini juga didorong oleh lonjakan kunjungan wisatawan mancanegara yang memecahkan rekor, mencapai 21,5 juta orang hanya dalam enam bulan pertama 2025. Lonjakan ini mendorong kekhawatiran akan fenomena overtourism dan dampaknya terhadap kualitas hidup warga lokal di Jepang, terutama di destinasi wisata populer.

Contohnya, Kuil Nanzoin di Fukuoka mulai mengenakan tiket masuk sebesar 300 yen khusus untuk turis asing sejak Mei 2025, sebagai respons atas perilaku tidak sopan, seperti membuang sampah sembarangan, membawa alkohol, dan menggunakan fasilitas sembarangan. Pengunjung asing dengan izin tinggal jangka panjang dikecualikan dari biaya tersebut.

Perdana Menteri Shigeru Ishiba menegaskan bahwa satuan tugas ini akan berfokus pada isu-isu seperti imigrasi, pembelian tanah oleh warga asing, serta tunggakan pembayaran layanan publik, termasuk tagihan medis. Ia menyatakan, pemerintah akan menindak tegas pelanggaran dan tengah mempertimbangkan revisi kebijakan visa agar pelanggar tidak bisa kembali ke Jepang.

Pembentukan satuan tugas ini menuai kritik dari sebagian pihak yang menilai kebijakan tersebut berpotensi diskriminatif terhadap warga asing. Isu ini juga menjadi bahan kampanye sejumlah partai kecil yang mengusung retorika nasionalis “Japanese First”, mirip dengan pendekatan Donald Trump di Amerika Serikat, menjelang pemilu Majelis Tinggi Jepang pada 20 Juli 2025.