NewsRepublik.com, Internasional – Pemerintah Kamboja menyambut kepulangan dua personel militernya yang sebelumnya ditahan oleh tentara Thailand, Jumat (1/8/2025), meski kedua negara telah menyepakati gencatan senjata untuk mengakhiri lima hari bentrokan bersenjata akibat sengketa wilayah perbatasan.
Sementara itu, 18 prajurit Kamboja lainnya masih berada dalam tahanan otoritas Thailand usai ditangkap pada Selasa (29/7), di kawasan sengketa yang menjadi titik pertempuran. Kedua negara memberikan keterangan berbeda terkait insiden penangkapan tersebut.
Pejabat Kamboja menyebut, tentara mereka mendekati posisi militer Thailand dengan itikad baik untuk menyampaikan salam pasca-konflik. Namun, otoritas Thailand menilai langkah itu sebagai tindakan provokatif karena dilakukan di wilayah yang diklaim sebagai bagian dari kedaulatan Thailand, sehingga para tentara ditahan.
Juru Bicara Kementerian Pertahanan Kamboja, Maly Socheata, membenarkan bahwa dua personel yang terluka telah dipulangkan melalui pos perbatasan antara Provinsi Surin (Thailand) dan Oddar Meanchey (Kamboja). Ia mendesak Thailand agar segera memulangkan sisa personel lainnya dengan mengedepankan prinsip hukum humaniter internasional.
Pemerintah Thailand menyatakan proses hukum telah dilakukan sesuai prosedur internasional dan menegaskan 18 tentara yang masih ditahan akan tetap menjalani penyelidikan.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis Komando Angkatan Darat Wilayah ke-2 Thailand, dua prajurit yang dipulangkan diidentifikasi sebagai seorang sersan dengan luka di pinggul dan patah tulang lengan, serta seorang letnan dua yang mengalami kelelahan usai bertempur. Keduanya disebut telah bersumpah untuk tidak terlibat kembali dalam aksi permusuhan terhadap Thailand.
Hingga saat ini, baik dua prajurit yang telah dipulangkan maupun 18 lainnya yang masih ditahan belum dapat diakses oleh pihak ketiga yang netral.
Kamboja Kirim Surat ke PBB

Komite Hak Asasi Manusia Kamboja, lembaga resmi pemerintah, melayangkan surat kepada Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, yang berisi tuduhan bahwa dua prajuritnya yang ditahan oleh militer Thailand telah mengalami penyiksaan dan tidak mendapatkan perawatan medis yang layak.
Surat tersebut, meski tidak disertai bukti pendukung, menyerukan investigasi independen dan tidak memihak oleh PBB atau lembaga internasional terkait guna menyelidiki dugaan pelanggaran tersebut.
Sementara itu, suasana di perbatasan menunjukkan tanda-tanda mereda. Pada Jumat, kedua negara menggelar kunjungan bersama ke bekas wilayah konflik untuk para diplomat asing dan pemantau internasional, dengan saling menyoroti kerusakan yang diklaim disebabkan oleh pihak lawan.
Dalam bentrokan bersenjata yang berlangsung selama lima hari sejak 24 Juli, tercatat sedikitnya 43 korban jiwa. Sebanyak 30 korban berasal dari pihak Thailand, terdiri dari 15 personel militer dan 15 warga sipil, sementara Kamboja kehilangan lima prajurit dan delapan warga sipil.
Konflik bersenjata tersebut melibatkan pasukan infanteri, tembakan artileri berat, roket yang diluncurkan dari kendaraan oleh militer Kamboja, serta serangan udara balasan dari Thailand. Berdasarkan data resmi dari kedua negara dan pengakuan lembaga internasional, lebih dari 260.000 warga terpaksa mengungsi.
Sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata, delegasi militer kedua negara dijadwalkan bertemu di Malaysia pekan depan untuk membahas langkah-langkah teknis guna mencegah eskalasi di masa mendatang. Namun, pertemuan tersebut tidak akan membahas isu klaim wilayah yang selama ini menjadi akar ketegangan bilateral.












