Internasional

Ultimatum Trump, PM Thailand dan Kamboja Siap Gelar Pertemuan Damai di Malaysia Bahas Gencatan Senjata

68
×

Ultimatum Trump, PM Thailand dan Kamboja Siap Gelar Pertemuan Damai di Malaysia Bahas Gencatan Senjata

Share this article
Ultimatum Trump, PM Thailand dan Kamboja Siap Gelar Pertemuan Damai di Malaysia Bahas Gencatan Senjata
Presiden Donald Trump menunjuk seorang wartawan untuk mengajukan pertanyaan saat berbicara kepada media, Jumat (27/6/2025), di Gedung Putih, Washington, DC, Amerika Serikat.

NewsRepublik.com, Internasional – Perdana Menteri Thailand dan Kamboja dijadwalkan bertemu di Malaysia untuk membahas upaya penghentian konflik perbatasan yang memanas. Informasi ini disampaikan juru bicara kantor Perdana Menteri Thailand, Minggu (27/7/2025).

Pertemuan ini digelar menyusul tekanan dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang mendesak kedua negara segera menghentikan bentrokan mematikan yang pecah sejak Kamis (24/7). Konflik tersebut telah menewaskan sedikitnya 35 orang dan memaksa lebih dari 218.000 warga mengungsi.

Pelaksana Tugas Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, akan menghadiri pertemuan pada Senin (28/7) di Kuala Lumpur atas undangan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang bertindak sebagai Ketua ASEAN. Hal ini disampaikan oleh Jirayu Huangsap, juru bicara pemerintah Thailand.

Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, melalui media sosial juga mengonfirmasi kehadirannya. Ia menyatakan akan memimpin langsung delegasi Kamboja dalam pertemuan khusus tersebut yang turut diselenggarakan oleh Malaysia dan Amerika Serikat, serta akan dihadiri oleh Tiongkok.

Tiongkok, yang merupakan sekutu dekat Kamboja, sejak awal menyerukan penyelesaian damai. Namun, pernyataan Hun Manet kali ini menjadi konfirmasi pertama atas keterlibatan Tiongkok dalam forum tersebut.

Melalui platform Truth Social, Trump menegaskan pada Sabtu (26/7) bahwa dirinya telah berbicara langsung dengan para pemimpin kedua negara. Ia mengancam akan menghentikan negosiasi perdagangan jika konflik tidak dihentikan. Sebelumnya, Trump juga telah mengumumkan tarif sebesar 36 persen terhadap sebagian besar ekspor dari Thailand dan Kamboja yang akan mulai berlaku per 1 Agustus.

Hun Manet menyatakan Kamboja menyetujui gencatan senjata segera tanpa syarat. Ia menambahkan bahwa Trump telah memberitahunya bahwa Thailand juga setuju untuk menghentikan serangan, hasil dari pembicaraan dengan PM Phumtham.

Namun, menurut Kementerian Luar Negeri Thailand, meski mendukung gencatan senjata secara prinsip, Thailand tetap menekankan pentingnya komitmen dan niat tulus dari pihak Kamboja.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Tammy Bruce, menyampaikan bahwa Menlu AS Marco Rubio telah berbicara dengan pejabat tinggi dari kedua negara. Amerika Serikat, katanya, siap memfasilitasi diskusi lanjutan guna memastikan terciptanya perdamaian dan stabilitas kawasan.


Saling Tuduh di Zona Konflik

Warga Thailand di pusat evakuasi di Provinsi Surin, Jumat (25/7/2025). Mereka terpaksa mengungsi akibat bentrokan militer Thailand-Kamboja.

Bentrokan bersenjata terbaru antara Thailand dan Kamboja meletus pada Kamis lalu setelah ledakan ranjau darat yang melukai lima tentara Thailand di wilayah perbatasan. Kedua negara saling menyalahkan atas pemicu konflik tersebut. Sebagai respons, kedua negara telah menarik duta besarnya masing-masing, sementara Thailand menutup seluruh pos perbatasan dengan Kamboja, kecuali akses bagi pekerja migran yang kembali ke kampung halaman.

Meskipun upaya diplomatik telah dilakukan, pertempuran masih berlangsung hingga Minggu di sejumlah titik sengketa perbatasan. Kedua belah pihak bersikeras tidak mundur, dengan saling tuduh atas serangan artileri dan pergerakan pasukan yang terus berlangsung.

Wakil Juru Bicara Angkatan Darat Thailand, Kolonel Richa Suksowanont, menyampaikan bahwa pasukan Kamboja melancarkan tembakan artileri ke Provinsi Surin, termasuk menargetkan rumah-rumah warga sipil pada Minggu pagi. Dia juga mengungkap serangan roket yang diarahkan ke Kuil Ta Muen Thom, yang menjadi objek klaim kedua negara, serta wilayah lain dalam upaya merebut kembali posisi yang sebelumnya dikuasai pasukan Thailand.

Sebagai balasan, pasukan Thailand menembakkan artileri jarak jauh untuk menghancurkan posisi artileri dan peluncur roket milik Kamboja. Kolonel Suksowanont menegaskan bahwa operasi militer akan terus berlanjut dan gencatan senjata hanya dapat terjadi apabila Kamboja secara resmi memulai proses perundingan.

Dalam laporan harian militer Thailand yang dirilis Minggu malam, disebutkan bahwa serangan tidak teratur dari pihak Kamboja berpotensi melanggar aturan keterlibatan serta menimbulkan risiko bagi masyarakat di kawasan perbatasan. Situasi tetap sangat tegang dan diduga Kamboja tengah mempersiapkan operasi militer besar sebelum memasuki tahap negosiasi.

Di sisi lain, Juru Bicara Kementerian Pertahanan Kamboja, Letjen Maly Socheata, menuding pasukan Thailand meningkatkan eskalasi kekerasan dengan membombardir wilayah Kamboja pada Minggu pagi. Ia juga mengklaim adanya serangan besar-besaran yang melibatkan tank dan pasukan darat di berbagai titik.

“Tindakan seperti ini merusak semua upaya menuju penyelesaian damai dan jelas menunjukkan niat Thailand untuk memperbesar konflik, bukan meredakannya,” tegas Maly Socheata.


Korban Konflik Perbatasan Thailand-Kamboja Terus Bertambah

Warga yang mengungsi akibat konflik antara Thailand dan Kamboja beristirahat di pusat evakuasi sementara di dalam sebuah kuil Buddha di provinsi perbatasan Thailand, Si Sa Ket, pada 26 Juli 2025.

Thailand melaporkan satu korban jiwa baru dari kalangan tentara pada Minggu, sehingga total korban tewas di pihak Thailand mencapai 22 orang, termasuk sebagian besar warga sipil. Sementara itu, Kamboja mencatat 13 korban meninggal, meski belum dapat dipastikan apakah jumlah tersebut sudah termasuk Letjen Duong Samnieng yang diumumkan gugur dalam pertempuran pada hari yang sama.

Lebih dari 139.000 warga Thailand telah dievakuasi ke lokasi yang lebih aman, sementara lebih dari 79.000 penduduk di tiga provinsi Kamboja mengungsi akibat ketegangan yang terus meningkat. Banyak desa di kawasan perbatasan kini sebagian besar kosong, disertai penutupan sejumlah sekolah dan fasilitas kesehatan.

Sengketa wilayah perbatasan antara Thailand dan Kamboja ini memiliki akar sejarah panjang sejak era kolonial Prancis pada awal abad ke-20, yang hingga kini belum menemukan solusi tuntas.