NewsRepublik.com, Internasional – Mulai 12 Oktober 2025, negara-negara anggota Uni Eropa akan menghentikan praktik cap paspor secara manual bagi pelancong yang masuk maupun keluar wilayah tersebut. Sebagai gantinya, sistem pemeriksaan berbasis biometrik akan diberlakukan melalui skema Entry/Exit System (EES), yang mencakup pemindaian sidik jari dan wajah di perbatasan.
Penerapan EES bertujuan menggantikan proses pemeriksaan manual guna memperkuat sistem keamanan perbatasan di kawasan Uni Eropa. Kebijakan ini akan diterapkan secara bertahap selama enam bulan dan ditargetkan berlaku penuh pada 10 April 2026. Sebelumnya, sistem ini direncanakan meluncur pada November tahun lalu namun tertunda karena kendala teknis.
Dalam skema ini, warga negara non-Uni Eropa—termasuk warga Inggris pasca-Brexit—wajib melakukan pendaftaran biometrik berupa data sidik jari dan foto wajah, bersamaan dengan detail paspor mereka. Penolakan terhadap pengambilan data tersebut akan berakibat pada larangan masuk wilayah Uni Eropa, seperti dilaporkan BBC, Minggu (3/8/2025).
Pendaftaran dilakukan di titik keberangkatan seperti bandara, pelabuhan, dan stasiun kereta. Pemerintah Uni Eropa menyiapkan bilik khusus untuk pemindaian biometrik. Setelah terdaftar, data akan berlaku selama tiga tahun, sehingga kunjungan selanjutnya cukup melalui verifikasi biometrik tanpa perlu pemeriksaan manual.
Pelancong yang menggunakan e-Paspor juga dapat memanfaatkan fasilitas e-gate untuk mempercepat proses imigrasi. Proses registrasi EES ini tidak dipungut biaya.
Data biometrik akan disimpan selama tiga tahun satu hari bagi pelancong umum. Namun, bagi mereka yang melebihi masa tinggal 90 hari tanpa visa, data akan disimpan hingga lima tahun.
EES Picu Kekhawatiran Antrean di Perbatasan

Meski diharapkan mampu meningkatkan keamanan dan efisiensi perlintasan, penerapan sistem Entry/Exit System (EES) di perbatasan Uni Eropa memunculkan kekhawatiran terkait potensi antrean panjang, khususnya pada masa transisi awal. Pemerintah Inggris pun mengimbau warganya untuk mengantisipasi kemungkinan keterlambatan, terutama di jam sibuk, mengingat proses registrasi biometrik memerlukan waktu beberapa menit per pelancong.
Di sisi lain, Uni Eropa tetap optimistis bahwa setelah sistem berjalan dengan optimal, waktu antrean justru akan lebih singkat karena data pelancong telah tersimpan dalam sistem sebelumnya. Sejak keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), antrean panjang memang menjadi pemandangan umum di titik-titik perlintasan seperti bandara dan jalur darat, termasuk di Eurotunnel, akibat prosedur pemeriksaan paspor yang lebih ketat.
Untuk mengurangi kepadatan di jalur darat, otoritas setempat akan mengimplementasikan perangkat genggam yang memungkinkan registrasi biometrik dilakukan langsung dari dalam kendaraan. Sementara itu, titik pemeriksaan perbatasan Prancis yang berada di wilayah Inggris tetap akan beroperasi, seperti di Pelabuhan Dover, Eurotunnel Folkestone, serta terminal Eurostar St. Pancras di London.
Pada Mei lalu, Inggris dan Uni Eropa mencapai kesepakatan yang mengizinkan warga Inggris menggunakan fasilitas e-gate milik Uni Eropa. Namun, kebijakan tersebut baru akan diberlakukan setelah sistem EES resmi aktif. Sejumlah negara seperti Jerman dan Bulgaria bahkan telah lebih dahulu membuka akses e-gate untuk pelancong asal Inggris.
“Setelah EES mulai berlaku, warga Inggris akan dapat memanfaatkan e-gate di lokasi yang tersedia, selama mereka sudah terdaftar di sistem,” ujar juru bicara Komisi Eropa kepada BBC.