NewsRepublik.com, Ekonomi – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa Provinsi Jawa Barat menjadi wilayah dengan jumlah aduan investasi ilegal tertinggi di Indonesia sepanjang Januari 2024 hingga Juni 2025. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyatakan bahwa Satgas PASTI menerima sebanyak 511 aduan dari provinsi tersebut.
“Dari Januari 2024 hingga Juni 2025, Satgas PASTI telah menerima 511 aduan investasi ilegal yang berasal dari Provinsi Jawa Barat,” ujar Friderica dalam pernyataan tertulis, Senin (4/8/2025).
Jawa Barat tercatat sebagai penyumbang aduan tertinggi secara nasional, mengungguli provinsi lain di Pulau Jawa. Berdasarkan data Satgas PASTI, lima provinsi dengan aduan terbanyak seluruhnya berada di pulau yang sama, menandakan tingkat kerentanan yang cukup tinggi terhadap aktivitas keuangan ilegal di kawasan tersebut.
Meski belum ada riset akademik khusus yang menjelaskan penyebab dominasi laporan dari Jawa, OJK mengidentifikasi sejumlah faktor potensial.
“Belum ada penelitian khusus terkait fenomena ini. Namun berikut beberapa faktor yang dapat menyebabkan jumlah aduan kegiatan keuangan ilegal paling banyak berasal dari Pulau Jawa,” jelas Friderica.
Ia menyebutkan antara lain tingginya penetrasi internet, populasi yang padat, serta akses masyarakat terhadap layanan keuangan digital sebagai faktor yang memudahkan masuknya tawaran investasi ilegal, terutama yang menyasar pengguna media sosial dan platform daring.
OJK mengimbau masyarakat agar selalu memverifikasi legalitas entitas keuangan melalui kanal resmi dan tidak mudah tergiur imbal hasil tinggi yang tidak masuk akal.
Kesadaran Melapor Tinggi
Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya laporan dari Pulau Jawa adalah jumlah penduduk yang jauh lebih besar dibandingkan wilayah lainnya. Dengan populasi yang padat, potensi keterpaparan terhadap tawaran investasi ilegal pun meningkat.
Selain itu, tingkat kesadaran masyarakat Pulau Jawa untuk melapor juga dinilai lebih tinggi. Pusat kegiatan perekonomian nasional yang masih terkonsentrasi di wilayah ini turut meningkatkan interaksi masyarakat dengan berbagai layanan keuangan, termasuk yang bersifat ilegal.
“Masyarakat di Pulau Jawa memiliki kesadaran lebih tinggi untuk menyampaikan laporan terkait kegiatan ilegal di sektor keuangan. Kegiatan perekonomian di Indonesia masih berpusat di Pulau Jawa,” ujarnya.
Pinjol Ilegal Asing Menyasar Indonesia Lewat Teknologi

Lebih lanjut, perempuan yang akrab disapa Kiki ini mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi dan internet yang tidak mengenal batas geografis menjadi celah baru bagi pelaku pinjaman online (pinjol) ilegal dari luar negeri untuk menyasar masyarakat Indonesia.
Melalui platform digital, para pelaku dapat menjangkau pengguna dari berbagai daerah secara cepat dan tanpa hambatan fisik. Kondisi ini diperburuk oleh rendahnya pemahaman masyarakat terhadap karakteristik pinjol ilegal, khususnya terkait risiko yang ditimbulkan.
“Selain itu, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memahami perbedaan pindar dan pinjol ilegal, antara lain pemahaman dari sisi risiko seperti bunga tinggi, teror penagihan, maupun potensi penyalahgunaan data pribadi,” ujarnya.
Tingkat Literasi Rendah Jadi Pintu Masuk Pelaku Ilegal

OJK menilai rendahnya tingkat literasi keuangan digital di kalangan masyarakat Indonesia menjadi salah satu penyebab utama maraknya praktik pinjaman online (pinjol) ilegal. Banyak masyarakat belum memiliki pengetahuan yang memadai untuk menilai tingkat risiko dan keamanan suatu produk atau layanan keuangan.
Tak hanya dalam konteks teknologi, kesadaran akan hak-hak sebagai konsumen maupun mekanisme pengaduan juga masih belum merata. Hal ini membuat banyak korban kebingungan ke mana harus melapor, bahkan tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi korban penipuan.
“Sehubungan dengan hal tersebut, maka tingkat pemahaman masyarakat Indonesia terkait produk dan kegiatan jasa keuangan serta penggunaan perangkat digital masih perlu ditingkatkan,” pungkasnya.












