NewsRepublik.com, Sejarah – Ledakan bom dahsyat mengguncang kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Baghdad pada 19 Agustus 2003. Sedikitnya 17 orang meninggal dunia, termasuk utusan khusus PBB untuk Irak, Sergio Vieira de Mello.
Tiga lantai bangunan beton tersebut ambruk akibat ledakan. Pada saat kejadian, ratusan pegawai masih beraktivitas, bahkan suasana tengah ramai karena konferensi pers baru saja dimulai, dikutip dari BBC, Selasa (19/8/2025).
Proses evakuasi korban dari reruntuhan berlangsung hingga malam hari.
Alice Yacoub, staf PBB yang sedang berada di kafetaria saat ledakan terjadi, menceritakan kepanikan yang ia alami.
“Semua runtuh di atas kepala kami. Saya tidak bisa menemukan rekan-rekan saya dan saya khawatir tentang mereka,” tuturnya.
Ledakan Besar

Juru bicara PBB di lokasi, Salim Lone, sedang berada di kantornya ketika ledakan terjadi.
“Ada ledakan besar yang menghancurkan. Saya sedang bekerja di komputer, kaca jendela hancur, kayu-kayu berjatuhan dari atap. Saya lari ke koridor. Semua orang terluka parah, berdarah, wajah mereka penuh darah,” ujarnya.
Juru bicara militer Amerika Serikat menyebut ledakan tersebut berasal dari bom truk, diduga merupakan aksi bom bunuh diri.
Saksi mata menuturkan sebuah truk molen yang diyakini membawa bahan peledak diparkir tepat di depan kantor de Mello, sebelum meledak sekitar pukul 16.40 waktu setempat (12.40 GMT).
De Mello, diplomat asal Brasil yang dihormati dunia dan dikenal berpengalaman dalam berbagai misi perdamaian berisiko tinggi, saat itu berusia 55 tahun.
Ia wafat setelah terperangkap di bawah reruntuhan selama beberapa jam.
Reaksi Internasional

Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan dalam pernyataannya menyampaikan bahwa seluruh jajaran PBB merasa “terkejut dan kecewa” atas serangan tersebut.
“Tidak ada yang bisa membenarkan tindakan kekerasan tanpa alasan dan mematikan terhadap pria dan wanita yang datang ke Irak… untuk membantu rakyat Irak,” tegasnya.
Serangan ini menambah daftar panjang aksi kelompok yang menentang kehadiran militer Amerika Serikat di Irak.
Hanya 12 hari sebelumnya, ledakan bom juga mengguncang Kedutaan Besar Yordania di Baghdad dan menewaskan sedikitnya 14 orang.
Dampak dan Latar Belakang

Jumlah korban meninggal dalam serangan di markas PBB akhirnya bertambah menjadi 23 orang. Pasca tragedi tersebut, hampir seluruh staf asing PBB ditarik dari Baghdad.
Sekitar 50 pegawai yang masih bertahan juga dipulangkan pada Oktober 2003, setelah ledakan bom di markas Palang Merah menewaskan 12 orang.
Sejumlah organisasi bantuan internasional kemudian memutuskan angkat kaki dari Baghdad karena situasi keamanan yang terus memburuk.
Pada Desember 2003, Sekjen PBB Kofi Annan menunjuk pejabat asal Selandia Baru, Ross Mountain, sebagai utusan sementara menggantikan de Mello. Dua bulan berselang, Februari 2004, tim PBB kembali ke Baghdad dalam misi pencarian fakta terkait rencana penyerahan kekuasaan politik.
Saat itu, Irak masih berada di bawah kendali Coalition Provisional Authority (CPA) yang dipimpin diplomat Amerika Serikat, Paul Bremer.
Kekuasaan resmi diserahkan kembali pada 28 Juni 2004, dengan pemilu untuk memilih pemerintahan berdaulat dijadwalkan pada 2005.