NewsRepublik.com, Sejarah – Topan Vera, yang dikenal pula sebagai Isewan Typhoon, tercatat sebagai badai terkuat sekaligus paling mematikan dalam sejarah Jepang modern.
Badai ini membawa angin berkecepatan hingga 305 kilometer per jam, menewaskan lebih dari 5.000 orang, serta membuat sekitar 1,5 juta penduduk kehilangan tempat tinggal. Kerugian material kala itu diperkirakan mencapai 261 juta dolar AS, menurut laporan The Weather Network, Jumat (26/9/2025).
Topan Vera terbentuk pada 20 September 1959 di wilayah perairan antara Guam dan Negara Bagian Chuuk, kemudian mencapai intensitas maksimum pada 23 September.
Badai tersebut masih sangat kuat ketika menerjang daratan di Semenanjung Shionomisaki, Honshu, pada 26 September, sebelum akhirnya bergerak ke arah Laut Jepang.
Meski tanda-tanda badai telah terdeteksi, pemberitaan media lokal ketika itu dinilai minim. Kondisi tersebut membuat masyarakat tidak sempat melakukan langkah antisipasi maupun evakuasi besar-besaran.
Dampak Bencana

Topan Vera memicu curah hujan ekstrem yang mengakibatkan banjir besar di sepanjang daerah aliran sungai. Gelombang pasang yang dibawa badai merusak tanggul laut serta infrastruktur pertahanan pesisir, sehingga air meluap ke kawasan pemukiman.
“Kerusakan pada tanggul laut akibat Topan Vera,” menurut catatan Wikipedia.
Selain menelan korban jiwa hingga ribuan orang, sedikitnya 39.000 warga dilaporkan mengalami luka-luka. Pemerintah Jepang segera mendirikan posko darurat di Tokyo dan membentuk Departemen Bantuan Bencana Jepang Tengah yang berpusat di Nagoya.
Mulai 27 September, ribuan pengungsi ditampung di berbagai lokasi penampungan untuk mendapat perlindungan dan bantuan kebutuhan dasar.
Evakuasi Besar-besaran
Upaya penyelamatan korban dilakukan secara masif. Helikopter militer milik Amerika Serikat maupun Jepang dikerahkan untuk mengevakuasi penduduk dari wilayah yang terdampak parah.
“Helikopter Amerika HSS-1 dan helikopter Jepang Model 44A mengevakuasi warga sipil yang terdampak,” tulis keterangan dalam arsip Wikipedia.
Peristiwa tersebut meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Jepang dan tercatat sebagai salah satu bencana alam terburuk dalam sejarah negeri Sakura.