Berita

5 Pernyataan Respons Wagub, Kemenag, dan DPR Terkait Perusakan Rumah Doa GKSI Padang

70
×

5 Pernyataan Respons Wagub, Kemenag, dan DPR Terkait Perusakan Rumah Doa GKSI Padang

Share this article
5-pernyataan-respons-wagub-kemenag-dan-dpr-terkait-perusakan-rumah-doa-gksi-padang
Ilustrasi Garis Polisi.

NewsRepublik.com, Berita – Aksi perusakan terhadap rumah doa milik umat Kristen GKSI Anugerah di Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu, 27 Juli 2025, memicu keprihatinan luas. Insiden yang viral di media sosial itu melibatkan sejumlah orang yang mendatangi lokasi ibadah dan menyebabkan situasi menjadi ricuh. Hingga kini, aparat kepolisian telah mengamankan sembilan orang yang diduga terlibat dalam kejadian tersebut.

Wakapolda Sumbar Brigjen Pol Solihin menegaskan bahwa proses hukum akan terus berlanjut dan tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah seiring dengan ditemukannya bukti-bukti baru. “Percayalah, kepolisian akan menindaklanjuti kasus ini. Tidak boleh ada tindakan main hakim sendiri di Sumatera Barat,” tegasnya, seperti dikutip dari Antara, Senin, 28 Juli 2025.

Kementerian Agama melalui Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) turut menyampaikan keprihatinan atas peristiwa itu. Kepala PKUB, Muhammad Adib Abdushomad, menilai insiden tersebut terjadi akibat minimnya komunikasi lintas pihak. “Saya sangat menyayangkan kejadian ini. Rumah doa kembali menjadi titik gesekan akibat miskomunikasi di lapangan,” ujarnya melalui laman resmi Kemenag.

Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah terprovokasi dan lebih mengedepankan prinsip tabayyun, musyawarah, serta dialog terbuka sebagai jalan penyelesaian.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumatera Barat, Vasko Ruseimy, menyatakan penyesalan mendalam atas tindakan intoleransi tersebut. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Minangkabau yang menjunjung tinggi sikap saling menghormati antarumat beragama.

Berikut rangkuman pernyataan sejumlah pihak atas insiden perusakan rumah doa di Padang.


1. Polisi Tangkap 9 Terduga Pelaku Perusakan, Jumlah Bisa Bertambah

Ilustrasi garis polisi.

Aksi perusakan terhadap rumah doa milik jemaat GKSI Anugerah di Padang, Sumatera Barat, pada Minggu, 27 Juli 2025, menuai sorotan publik setelah rekaman kejadian tersebut viral di media sosial. Sejumlah orang diketahui mendatangi lokasi ibadah yang tengah berlangsung dan memicu kekacauan di tempat kejadian.

Imbas dari insiden tersebut, aparat kepolisian telah mengamankan sembilan orang terduga pelaku. Wakil Kepala Kepolisian Daerah Sumbar, Brigjen Pol Solihin, menyampaikan bahwa jumlah tersebut masih mungkin bertambah seiring proses penyelidikan yang terus berjalan.

“Percayalah, polisi akan menindaklanjuti kasus ini. Tidak boleh ada yang main hakim sendiri di Sumatera Barat,” ujar Brigjen Pol Solihin, seperti dikutip dari Antara, Senin, 29 Juli 2025.


2. Insiden Perusakan Dikecam Kemenag dan Setara Institute

ilustrasi garis polisi.

Sekelompok orang melakukan tindakan perusakan terhadap rumah doa milik jemaat Kristen GKSI Anugerah di Kota Padang, pada Minggu, 27 Juli 2025. Peristiwa tersebut menjadi viral di media sosial. Sejumlah individu mendatangi lokasi yang saat itu sedang berlangsung kegiatan doa, hingga menyebabkan kekacauan di tempat kejadian.

Insiden ini memicu beragam kecaman. Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama menyatakan keprihatinan mendalam atas peristiwa tersebut.

Diharapkan masyarakat tidak mudah terprovokasi dan dapat mengedepankan dialog dalam menyelesaikan persoalan.

“Saya sangat menyayangkan kejadian tersebut. Rumah doa kembali menjadi titik gesekan karena kurangnya komunikasi dan miskomunikasi di lapangan. Saya berharap masyarakat tidak mudah terprovokasi dan lebih mengedepankan tabayyun, musyawarah, dan dialog lintas pihak sebagai jalan penyelesaian,” kata Kepala PKUB Kemenag Muhammad Adib Abdushomad seperti dilansir dari laman Kemenag, Senin 28 Juli 2025.

Ia mengungkapkan bahwa PKUB telah melakukan koordinasi dengan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sumatera Barat, yang kemudian langsung ditindaklanjuti oleh FKUB Kota Padang dengan melakukan kunjungan ke lokasi kejadian.

Sementara itu, Presidium Dialog Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (PP ISKA) Restu Hapsari menyatakan bahwa dirinya tidak membenarkan peristiwa tersebut.

“Aparat penegak hukum harus memastikan bahwa semua fakta terungkap, termasuk motif di balik perusakan,” kata dia dalam keterangannya, Senin 28 Juli 2025.

Restu menuturkan bahwa kehadiran pemerintah daerah tidak cukup hanya setelah kejadian berlangsung. Dalam konteks kerukunan umat beragama, negara semestinya tidak hanya hadir saat penanganan pasca-konflik. Edukasi dinilai menjadi hal yang krusial.

“Penting bagi pemerintah daerah untuk tidak hanya berfokus pada penanganan pasca-kejadian, tetapi juga mengedukasi masyarakat mengenai toleransi beragama dan pentingnya menjaga kerukunan antarumat beragama,” jelas dia.

Setara Institute juga mengecam keras peristiwa tersebut.

“Aparat penegak hukum juga mesti segera melakukan proses penegakan hukum atas tindakan kriminal yang dilakukan,” kata Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan dalam keterangannya.

Dia mengingatkan bahwa intoleransi bukan hanya sekadar peristiwa sesaat, melainkan sebuah bibit yang jika dibiarkan dapat berkembang luas.

“Intoleransi akan mengalami penjalaran dan merusak kohesi sosial, modal sosial, serta stabilitas sosial dalam tata kebinekaan Indonesia,” ucap Halili.


3. LBH Padang Desak Pengusutan Tuntas

Ilustrasi Garis Polisi.
Ilustrasi Garis Polisi.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mendesak agar kasus penyerangan dan perusakan terhadap rumah doa atau tempat pembinaan pendidikan agama Kristen di RT 03 RW 09, Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat, diusut secara tuntas. Peristiwa ini terjadi pada Minggu, 27 Juli 2025. Dalam insiden tersebut, dua anak dilaporkan menjadi korban kekerasan fisik oleh pelaku penyerangan.

Direktur LBH Padang, Diki Rafiki, menjelaskan bahwa peristiwa itu terjadi saat jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) sedang melaksanakan kegiatan pembelajaran agama.

“Peristiwa ini menunjukkan bahwa tindakan intoleransi masih menjadi ancaman serius terhadap hak-hak warga negara, khususnya hak atas kebebasan beragama dan beribadah,” ujarnya melalui siaran resmi, Selasa (29/7/2025).

Padahal, Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 secara tegas menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut keyakinannya masing-masing.

Selain itu, Pasal 18 dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) juga menegaskan hak setiap orang atas kebebasan berpikir, hati nurani, dan beragama—termasuk hak untuk berpindah agama dan mengungkapkan keyakinan secara pribadi maupun bersama-sama, di ruang publik maupun tertutup.

Namun, jemaat GKSI yang tengah melangsungkan ibadah secara damai justru mengalami gangguan serius. Meskipun pada hari yang sama telah dilakukan mediasi antara jemaat, warga, pemerintah Kota Padang, dan aparat penegak hukum sehingga kegiatan ibadah dapat dilanjutkan, peristiwa ini tetap meninggalkan trauma mendalam, terutama bagi anak-anak.

Diki menyebutkan bahwa dalam video yang beredar dan telah dikonfirmasi, terlihat anak-anak yang sedang mengikuti pelajaran tampak sangat ketakutan. Mereka berteriak, menangis, dan berlarian mencari perlindungan.

Dua anak mengalami kekerasan fisik. Seorang anak berusia 11 tahun mengalami luka parah dan tidak dapat berjalan setelah dipukul dengan kayu.

Anak lainnya, berusia 13 tahun, menderita cedera di bagian punggung akibat tendangan. Keduanya segera dibawa ke RS Yos Sudarso untuk mendapatkan perawatan medis.

“Anak-anak lain mengalami trauma berat dan rasa takut yang mendalam. Akibatnya, kegiatan ibadah dan pengajaran harus dihentikan total,” jelas Diki.

Selain kekerasan terhadap anak, sejumlah fasilitas rumah ibadah juga mengalami kerusakan, seperti pecahnya kaca jendela dan pintu, serta rusaknya perlengkapan ibadah.

Aliran listrik di lokasi juga diputus secara sepihak, sehingga mengganggu kenyamanan dan keamanan jemaat. Peristiwa ini tidak hanya menunjukkan tindakan intoleransi, tetapi juga pelanggaran terhadap hak-hak konstitusional warga negara.

LBH Padang mendesak aparat kepolisian untuk segera menindak tegas para pelaku persekusi dan kekerasan terhadap kelompok keagamaan. Tindakan semacam ini termasuk dalam kategori delik umum, sehingga dapat diproses tanpa menunggu laporan dari korban. Penegakan hukum dapat menggunakan Pasal 156 dan 175 KUHP sebagai dasar.

“Negara harus melindungi kebebasan beragama, tidak memberikan ruang bagi tindakan intoleransi yang mengancam persatuan dan kebhinekaan bangsa. Penegakan hukum atas pembubaran paksa dan penyerangan terhadap aktivitas ibadah yang sah adalah kewajiban konstitusional negara. Negara harus hadir, berpihak pada keadilan, dan menindak tegas pelaku kekerasan berbasis kebencian,” ujarnya.

Pemerintah daerah juga diminta segera mengambil langkah-langkah rekonsiliasi dengan menempatkan prinsip kesetaraan, melindungi kelompok minoritas, serta mendorong peran aktif kelompok mayoritas yang menjunjung nilai-nilai toleransi.

Tuntutan LBH Padang Terkait Perusakan Rumah Ibadah GKSI

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menyampaikan sejumlah tuntutan menyusul insiden kekerasan dan perusakan terhadap rumah ibadah jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Kota Padang, Sumatera Barat. LBH Padang menilai negara harus hadir dan bertindak tegas dalam menjamin hak kebebasan beragama.

Berikut poin-poin tuntutan yang disampaikan LBH Padang:

  1. Kepolisian diminta untuk mengusut tuntas serta memproses secara hukum seluruh pihak yang terlibat dalam aksi kekerasan dan perusakan rumah ibadah.

  2. Pemerintah Kota Padang didesak untuk menjamin perlindungan terhadap hak beribadah seluruh warga tanpa adanya diskriminasi atas dasar agama maupun keyakinan.

  3. Kementerian Agama bersama Komnas HAM diharapkan melakukan pemantauan secara aktif dan memberikan perlindungan terhadap kelompok minoritas beragama, serta mencegah adanya pembiaran terhadap tindakan intoleransi.

  4. Masyarakat luas diajak untuk menjaga kerukunan antarumat beragama dan tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang berpotensi memecah belah persatuan.

LBH Padang kembali mengingatkan agar aparat kepolisian menindak tegas pelaku persekusi dan kekerasan terhadap kelompok keagamaan. Tindakan tersebut merupakan tindak pidana yang tergolong sebagai delik umum dan dapat diproses tanpa laporan dari korban. Penegakan hukum bisa merujuk pada Pasal 156 dan 175 KUHP.

“Negara harus melindungi kebebasan beragama, tidak memberikan ruang bagi tindakan intoleransi yang mengancam persatuan dan kebhinekaan bangsa. Penegakan hukum atas pembubaran paksa dan penyerangan terhadap aktivitas ibadah yang sah adalah kewajiban konstitusional negara. Negara harus hadir, berpihak pada keadilan, dan menindak tegas pelaku kekerasan berbasis kebencian,” ujarnya.

LBH Padang juga menilai bahwa pemerintah daerah perlu segera mengambil langkah-langkah rekonsiliasi dengan menempatkan prinsip kesetaraan, perlindungan terhadap kelompok minoritas, serta mendorong keterlibatan aktif kelompok mayoritas yang menjunjung tinggi nilai toleransi.

“Peristiwa ini bukan hanya persoalan hukum, melainkan menyangkut nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan persatuan bangsa,” tambahnya.


4. Tanggapan Polisi dan Pemkot Padang

ilustrasi garis polisi.

Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Sumatera Barat, Brigjen Pol Solihin, menyampaikan bahwa hingga saat ini pihak kepolisian telah menangkap sembilan orang terkait insiden perusakan rumah ibadah jemaat GKSI yang tengah ditangani oleh Polresta Padang.

Brigjen Pol Solihin menekankan pentingnya menjaga kehidupan bertoleransi antarumat beragama. Ia mengingatkan bahwa Sumatera Barat dikenal sebagai wilayah yang menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal dan kehidupan damai antarumat beragama. Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan tindakan main hakim sendiri dalam menghadapi persoalan.

“Siapa pun yang melanggar hukum akan ditindak tegas oleh Polri. Kami juga mendorong masyarakat untuk memanfaatkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagai wadah untuk menyelesaikan permasalahan secara damai,” ujar Brigjen Pol Solihin.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor Kota Padang, Kombes Pol Apri Wibowo, menyatakan bahwa penyelidikan intensif sedang berlangsung. Pihaknya telah melakukan olah tempat kejadian perkara dan mengamankan sembilan orang yang diduga terlibat, baik sebagai saksi maupun pihak yang diduga melakukan perusakan, untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

Pihak kepolisian juga terus menyusun langkah tindak lanjut melalui koordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan FKUB guna menyelesaikan permasalahan hingga ke akar permasalahan.

“Pengamanan dan pemantauan lokasi akan terus ditingkatkan, diiringi dengan penggalangan dan pemantauan di lokasi untuk mencegah kejadian serupa terulang. Yang tak kalah penting, penegakan hukum akan dijalankan tegas bagi siapa pun yang terbukti melanggar, memastikan keadilan dan kondusifitas wilayah tetap terjaga,” katanya.

Ia menambahkan, situasi di Padang Sarai saat ini telah terkendali, dan Polda Sumbar terus melakukan langkah-langkah preventif serta penegakan hukum guna menjaga stabilitas dan ketertiban wilayah.

Di sisi lain, Wali Kota Padang, Fadly Amran, menyampaikan penyesalannya atas peristiwa yang terjadi di Kelurahan Padang Sarai. Ia menilai kejadian tersebut bukan merupakan konflik berlatar belakang agama, melainkan insiden kesalahpahaman.

“Pertama, kita harus memahami lukanya perasaan saudara-saudara kita yang mengalami tindakan pengerusakan bahkan juga sampai ada korban luka. Untuk kesalahpahaman sudah clear. Bahwa insiden ini tidak terkait SARA, untuk tindakan yang masuk ranah pidana ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku,” ujarnya.


5. Wagub Sumbar Tegaskan Tak Cerminkan Nilai Masyarakat Minangkabau

Ilustrasi Garis Polisi (Freepik/Kjpargeter)

Wakil Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Vasko Ruseimy, menyampaikan penyesalannya atas insiden perusakan rumah doa jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugerah Padang. Ia menilai tindakan tersebut tidak mencerminkan jati diri masyarakat Minangkabau yang menjunjung tinggi nilai toleransi.

Menurutnya, tindakan sejumlah orang yang menyerang rumah ibadah umat Kristen itu sama sekali tidak mewakili semangat masyarakat Sumbar yang selama ini hidup rukun dalam keberagaman.

“Bagaimana pun juga, saya tidak membenarkan adanya kekerasan dan intimidasi dalam bentuk apapun. Peristiwa seperti ini (perusakan rumah doa) harus kita sikapi secara berimbang,” kata Wagub Sumbar Vasko Ruseimy di Kota Padang seperti dilansir dari Antara.

Vasko menambahkan bahwa Sumatera Barat dikenal sebagai daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal, semangat toleransi, serta kehidupan beragama yang harmonis. Oleh karena itu, setiap bentuk intoleransi tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun.

Sikap semacam itu, lanjutnya, bertentangan dengan prinsip dasar masyarakat Minangkabau yang berpegang pada falsafah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.”


6. Menag Nasaruddin Umar Siap Terapkan Kurikulum Cinta untuk Cegah Intoleransi

Menteri Agama Nasaruddin Umar berbincang dengan jemaah lansia dari Kloter UPG 07 saat memantau situasi pemulangan jemaah haji dari Bandara Internasional King Abdulaziz Jeddah, Minggu, 15 Juni 2025.

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyampaikan penyesalan atas insiden penyerangan rumah doa umat Kristen GKSI Anugerah di Padang yang terjadi pada Minggu, 27 Juli 2025. Ia memastikan akan mengirimkan tim dari Kementerian Agama untuk menyelidiki kasus tersebut sekaligus mencari solusi terbaik guna mencegah kejadian serupa, tidak hanya di Padang, tapi juga di seluruh Indonesia.

“Saya berharap itu peristiwa yang terakhir dengan kejadian itu. Kesalahpahaman dan sebagainya harus sudah dihentikan,” ujar Menag Nasaruddin Umar usai membuka rapat evaluasi pelaksanaan haji 1446H/2025 di Tangerang, Senin malam, 28 Juli 2025.

Menag menilai peristiwa tersebut mencoreng citra Indonesia sebagai bangsa yang majemuk namun saling menghormati. Sebagai langkah antisipasi, Kemenag berencana menerapkan pendekatan baru melalui kurikulum cinta yang akan diajarkan kepada seluruh santri, siswa, dan mahasiswa.

Menurut Nasaruddin, kurikulum cinta ini bertujuan menanamkan semangat kebersamaan dan kemanusiaan. Ia meyakini bahwa jika pendekatan ini sudah mendarah daging sejak usia dini, segala sekat, prasangka, kecurigaan, dan kesalahpahaman dapat dihapuskan.

“Insya Allah kurikulum yang kita perkenalkan ini akan menekankan aspek humanity-nya, identity-nya. Kesamaan dan kemanusiaannya akan menyelesaikan perbedaan,” kata Nasaruddin.


7. Anggota DPR Desak Hukuman Berat bagi Pelaku

Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanul Haq

Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Maman Imanul Haq, mengecam keras insiden penyerangan dan perusakan rumah doa milik jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugerah di Padang Sarai, Sumatera Barat. Ia meminta agar sembilan pelaku yang telah ditangkap dijatuhi hukuman berat.

Maman menegaskan bahwa tindakan intoleransi tersebut mencederai nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan yang menjadi fondasi kehidupan bernegara. Menurutnya, penyerangan dan perusakan rumah ibadah tidak boleh dibiarkan terjadi.

“Saya mengecam keras aksi perusakan rumah ibadah GKSI Anugerah di Padang Sarai. Ini adalah tindakan intoleran yang tidak bisa ditoleransi dalam negara Pancasila. Para pelaku harus dihukum seberat-beratnya sesuai hukum yang berlaku,” ujar Maman dalam pernyataan resmi, Selasa (29/7/2025).

Polisi telah menangkap sembilan orang yang diduga terlibat dalam perusakan tersebut. Menanggapi hal ini, Maman mendorong agar proses hukum berjalan transparan dan tegas tanpa pandang bulu.

“Kita harus memberikan efek jera. Penegakan hukum tidak boleh ragu dalam menangani kasus-kasus intoleransi seperti ini,” tambahnya.

Maman juga menyoroti peran pemerintah daerah dan aparat keamanan dalam mencegah terulangnya insiden serupa. Ia menilai lemahnya deteksi dini dan minimnya pendekatan dialog antarumat beragama menjadi salah satu faktor pemicu konflik horizontal yang berulang.

“Pemda dan aparat tidak boleh pasif. Harus ada langkah-langkah preventif yang konkret agar perusakan rumah ibadah, apapun agamanya, tidak terjadi lagi. Negara harus hadir melindungi seluruh warganya, tanpa kecuali,” tegas Maman.