Sejarah

8 Juli 2003: Tragedi Penerbangan Sudan Airways, Hanya Bayi yang Selamat dari 116 Penumpang

55
×

8 Juli 2003: Tragedi Penerbangan Sudan Airways, Hanya Bayi yang Selamat dari 116 Penumpang

Share this article
8 Juli 2003: Tragedi Penerbangan Sudan Airways, Hanya Bayi yang Selamat dari 116 Penumpang
Tidak di bagaimana bayi itu selamat dari kecelakaan yang menyebabkan pesawat Sudan Airways hancur dan sebagian besar orang didalamnya dilaporkan mengalami luka bakar parah.

NewsRepublik.com, Sejarah – Hari ini, 22 tahun yang lalu, Sudan mencatat salah satu tragedi penerbangan paling memilukan dalam sejarah negaranya.

Sebuah pesawat milik Sudan Airways jatuh di Sudan timur pada pagi hari Selasa, 8 Juli 2003, menewaskan 115 dari 116 orang di dalamnya. Satu-satunya korban selamat adalah seorang bayi. Pesawat nahas itu merupakan Boeing 737 yang lepas landas dari Port Sudan, Laut Merah, dengan tujuan ibu kota Khartoum.

Dilansir dari Middle East Online, korban tewas termasuk seorang perwira tinggi militer Sudan serta delapan warga negara asing.

Pejabat Sudan Airways, Jalal Mahmud al-Ajab, mengidentifikasi perwira tersebut sebagai Mayor Jenderal Nur al-Hoda Fadlallah, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Pertahanan Udara Sudan dan bermarkas di Port Sudan.

Selain warga negara Sudan, kecelakaan ini juga merenggut nyawa tiga warga India, satu warga Inggris, satu warga Tiongkok, satu warga Ethiopia, dan satu warga Uni Emirat Arab. Identitas satu warga asing lainnya belum dapat dipastikan pada saat itu.

Hingga beberapa saat setelah insiden, belum ada konfirmasi resmi dari kedutaan masing-masing korban terkait kabar duka tersebut.

Seluruh korban, termasuk warga negara asing, dimakamkan di lokasi kejadian. Ajab menyebut insiden ini sebagai “kecelakaan murni”, meski belum ada pernyataan resmi lebih lanjut terkait penyebab kecelakaan.


Laporan Gangguan Teknis 10 Menit Setelah Lepas Landas

Pemerintah Sudan mengungkapkan bahwa pilot pesawat Sudan Airways sempat melaporkan adanya “masalah teknis” sekitar 10 menit setelah lepas landas dari Bandara Port Sudan. Pilot juga menyampaikan niatnya kepada menara pengawas untuk kembali ke bandara.

“Namun, pesawat jatuh di lahan terbuka dekat garis pantai Laut Merah, sekitar 18 kilometer dari bandara,” kata juru bicara pemerintah, Abdel Hamid Abdeen.

Khartoum, ibu kota Sudan, berada sekitar 650 kilometer barat daya dari Port Sudan.

“Lokasinya sangat dekat dengan laut,” tambah Abdeen, meski ia mengaku belum dapat memastikan apakah pilot mencoba melakukan pendaratan darurat di perairan. “Kami belum tahu pasti apa yang sebenarnya ingin dilakukan pilot.”

Tidak ada korban di darat dalam peristiwa ini.

Sudan Airways kemudian merilis daftar penumpang yang menunjukkan bahwa di dalam pesawat nomor penerbangan SD139 terdapat 33 wanita dan 14 anak-anak, termasuk empat bayi.

Pejabat maskapai Jalal Mahmud al-Ajab mengidentifikasi satu-satunya korban selamat sebagai Mohammed al-Fatah, bayi laki-laki berusia sembilan bulan. Ia kini dirawat di rumah sakit Port Sudan setelah kehilangan satu kaki dan mengalami luka bakar di bagian leher. Tidak disebutkan secara pasti bagaimana ia berhasil selamat dari kecelakaan yang merenggut nyawa mayoritas penumpang dan menyebabkan sebagian besar tubuh mereka mengalami luka bakar parah.

Tim penyelidik telah dikerahkan ke lokasi jatuhnya pesawat. “Mereka sedang mengumpulkan informasi dan akan segera merilis hasilnya,” ujar Abdeen.


Sejarah Kecelakaan Penerbangan Militer di Sudan

Radio pemerintah Omdurman, mengutip pernyataan pejabat setempat, melaporkan bahwa pesawat Boeing 737 milik Sudan Airways lepas landas sekitar pukul 04.00 waktu setempat (01.00 GMT) pada hari kecelakaan terjadi.

Menteri Negara Urusan Penerbangan, Mohamed Hassan al-Bahi, menyampaikan bahwa dirinya akan bertolak ke Port Sudan guna memimpin langsung investigasi penyebab kecelakaan.

Meski Sudan tidak mengalami kecelakaan besar dalam penerbangan sipil dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah insiden fatal melibatkan pesawat militer telah terjadi.

Pada April 2002, sebuah kecelakaan pesawat militer yang dipicu badai pasir menewaskan 14 perwira tinggi, termasuk Wakil Menteri Pertahanan yang saat itu memimpin operasi militer melawan pemberontak di Sudan selatan.

Empat tahun sebelumnya, pada Februari 1998, Wakil Presiden Pertama Sudan, Jenderal al-Zubair Mohammed Saleh, meninggal dunia bersama 25 orang lainnya dalam kecelakaan pesawat militer di Bandara Nassir, negara bagian Upper Nile. Insiden itu terjadi ketika pesawat gagal melakukan pendaratan darurat.

Sementara itu, pada Juni 1999, sebuah pesawat militer jatuh di negara bagian Kassala, dekat perbatasan Ethiopia, akibat gangguan teknis yang tidak dijelaskan secara rinci. Kecelakaan tersebut menewaskan 50 orang, termasuk enam perwira militer.