NewsRepublik.com, Lifestyle – Banyak yang mengira suasana hati di pagi hari terbentuk secara alami—dipengaruhi oleh mimpi atau kualitas tidur semalam. Namun, sejumlah studi dalam bidang neurosains dan psikologi perilaku menunjukkan bahwa cara seseorang bangun tidur justru memiliki peran signifikan dalam membentuk mood serta performa sepanjang hari.
Kebiasaan sederhana seperti menekan tombol snooze, langsung memeriksa ponsel, atau bangun secara tergesa-gesa dapat memicu stres mikro di awal hari. Dampaknya tidak hanya membuat seseorang lebih mudah merasa murung, tetapi juga berpotensi mengganggu fungsi otak, keseimbangan hormon, hingga tingkat produktivitas.
Artikel ini mengulas bagaimana kebiasaan saat bangun tidur berkontribusi terhadap kondisi emosional dan mental, serta langkah-langkah sederhana yang dapat diterapkan untuk menjaga kestabilan suasana hati sejak pagi hari. Berikut ulasan selengkapnya.
Dampak Menekan Tombol Snooze dan Bangun Tidur Secara Tergesa-Gesa

Menekan tombol snooze berulang kali kerap dianggap sebagai tambahan waktu istirahat yang menyenangkan. Namun, menurut studi yang dipublikasikan dalam Sleep Medicine Reviews (2014), kebiasaan tersebut justru mengganggu ritme tidur alami dan dapat memicu sleep inertia—kondisi ketika otak belum sepenuhnya terbangun meski tubuh sudah bangun.
Sleep inertia dapat berlangsung selama 15 hingga 60 menit dan berdampak pada penurunan fungsi memori jangka pendek, suasana hati yang buruk, hingga gangguan kognitif. Sementara itu, bangun dalam keadaan tergesa-gesa—disertai perasaan panik, jantung berdebar, atau tekanan waktu—dapat mengaktifkan sistem saraf simpatis sejak pagi hari dan memicu stres ringan yang berpotensi terbawa sepanjang hari.
Dalam bukunya Why We Sleep, Dr. Matthew Walker mengungkapkan bahwa kualitas saat seseorang bangun tidur bahkan lebih menentukan kesiapan mental dibandingkan durasi tidur itu sendiri.
Langsung Mengecek Ponsel Usai Bangun Tidur Berisiko Mood Negatif

Kebiasaan membuka ponsel sesaat setelah membuka mata menjadi hal lumrah di era digital. Namun, temuan dari Journal of Behavioral Addictions (2019) menunjukkan bahwa paparan informasi, notifikasi, dan rangsangan visual di pagi hari dapat memicu lonjakan hormon kortisol serta menyebabkan overstimulasi pada otak.
Padahal, pagi hari merupakan fase ketika aktivitas gelombang otak masih berada dalam rentang alpha–theta, kondisi yang ideal untuk refleksi diri dan ketenangan. Interaksi langsung dengan notifikasi, e-mail pekerjaan, atau berita bernada negatif justru berisiko menimbulkan reaksi emosional sebelum individu siap secara mental, sehingga berdampak pada suasana hati sepanjang hari.
Para ahli menyarankan untuk memberikan jeda setidaknya 30 hingga 60 menit setelah bangun tidur sebelum mulai menggunakan ponsel. Waktu ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan peregangan ringan, meditasi singkat, atau menulis jurnal sebagai langkah awal menjaga kestabilan emosi di pagi hari.
Peran Hormon Kortisol dalam Rutinitas Bangun Pagi

Secara alami, tubuh manusia mengalami lonjakan hormon kortisol di pagi hari, yang dikenal sebagai Cortisol Awakening Response (CAR). Respons ini merupakan mekanisme biologis tubuh untuk mempersiapkan diri menghadapi aktivitas harian. Namun, jika lonjakan kortisol dipicu oleh stres atau gangguan pada ritme bangun, efek yang ditimbulkan justru bisa berdampak negatif.
Studi yang dimuat dalam Psychoneuroendocrinology Journal (2015) mencatat bahwa lonjakan kortisol yang tidak seimbang akibat kebiasaan bangun dalam kondisi panik, alarm yang terlalu keras, atau kecemasan terkait pekerjaan dapat menyebabkan iritabilitas, gangguan pencernaan, serta ketegangan otot sejak pagi hari.
Untuk menjaga keseimbangan hormonal dan kesehatan emosional, para ahli merekomendasikan penerapan rutinitas bangun yang tenang dan konsisten. Beberapa langkah yang disarankan antara lain bangun pada jam yang sama setiap hari, segera mendapatkan paparan cahaya alami, serta menghindari tekanan atau gangguan mendadak sesaat setelah bangun tidur.
Bangun Tidur yang Damai Tingkatkan Kemampuan Regulasi Emosi

Memulai hari dengan suasana yang tenang tanpa tergesa-gesa, tanpa suara alarm yang mengagetkan maupun distraksi dari gawai, terbukti berkaitan erat dengan kestabilan emosi sepanjang hari. Hal ini disebabkan oleh kerja otak, khususnya bagian amigdala dan prefrontal cortex—dua wilayah yang berperan penting dalam pengaturan emosi—yang lebih optimal ketika tidak dibebani stres sejak pagi.
Dalam buku Atomic Habits karya James Clear, disebutkan bahwa rutinitas pagi seperti afirmasi positif, pencatatan rasa syukur (gratitude journaling), hingga olahraga ringan terbukti dapat membantu membentuk suasana hati yang lebih stabil dan produktif. Aktivitas-aktivitas tersebut menciptakan jalur saraf baru yang memperkuat perasaan tenang dan fokus dalam menjalani hari.
Sejumlah studi dari Harvard Medical School turut merekomendasikan penggunaan musik dengan tempo lambat, pencahayaan alami, serta aroma terapi sebagai cara efektif untuk menciptakan pengalaman bangun tidur yang lebih damai dan menyenangkan.
Sarapan dan Asupan Pagi Berperan Penting dalam Menjaga Mood Otak
Meski banyak orang melewatkan sarapan karena kesibukan, sebenarnya asupan pagi sangat dibutuhkan otak untuk mempertahankan kadar glukosa yang stabil. Glukosa ini penting untuk mendukung produksi serotonin dan dopamin, dua hormon utama yang berperan dalam pengaturan suasana hati.
Menurut studi yang dipublikasikan di Frontiers in Human Neuroscience (2020), individu yang mengonsumsi sarapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat kompleks dan protein menunjukkan tingkat iritabilitas lebih rendah serta performa kerja yang lebih optimal dibanding mereka yang melewatkan sarapan.
Dengan demikian, pola makan di pagi hari bukan sekadar soal mengisi energi fisik, melainkan juga menentukan kesiapan otak dalam mengelola tekanan dan emosi sepanjang hari.
Olahraga Ringan atau Jalan Pagi Efektif Tingkatkan Mood Alami

Melakukan aktivitas ringan di pagi hari, seperti jalan santai selama 10–15 menit, ternyata mampu merangsang pelepasan endorfin dan hormon kebahagiaan lainnya. Hal ini didukung oleh berbagai studi kesehatan, termasuk Journal of Sport and Exercise Psychology (2017), yang menyebut olahraga pagi sebagai “mood primer” alami.
Selain meningkatkan suasana hati, olahraga pagi juga membantu menyelaraskan ritme sirkadian tubuh, memperbaiki kualitas tidur malam, dan meningkatkan metabolisme. Dengan memulai hari melalui gerakan aktif, tubuh menjadi lebih siaga sekaligus stabil secara emosional.
Kebiasaan ini bahkan dapat menjadi alternatif pengganti kafein untuk meningkatkan kewaspadaan mental, dengan efek yang lebih tahan lama dan tanpa risiko ketergantungan seperti kopi.
Ritual Pagi yang Disadari Membentuk Karakter dan Keseimbangan Hidup
Ritual pagi bukan sekadar bangun dari tempat tidur, melainkan bagaimana kita menyambut hari dengan penuh kesadaran. Meluangkan waktu 5–10 menit untuk meditasi, peregangan ringan, menyeduh teh hangat, atau menyusun niat harian ternyata memiliki pengaruh besar terhadap stabilitas psikologis.
Dalam bukunya The Miracle Morning, Hal Elrod menjelaskan bahwa pagi hari merupakan momen sakral di mana kondisi mental sangat plastis. Apa yang kita lakukan dalam 60 menit pertama setelah bangun dapat menentukan suasana hati, motivasi, hingga dialog batin (self-talk) sepanjang hari.
Kebiasaan sadar saat bangun — seperti journaling, afirmasi positif, atau sekadar mengucap syukur — merupakan micro-habit yang memberikan dampak signifikan bagi ketenangan batin dan fokus jangka panjang.












