Politik

Partai Non-Parlemen Dirikan Sekber, Desak Penghapusan Ambang Batas Parlemen

11
×

Partai Non-Parlemen Dirikan Sekber, Desak Penghapusan Ambang Batas Parlemen

Share this article
Partai Non-Parlemen Dirikan Sekber, Desak Penghapusan Ambang Batas Parlemen
Ketua umum atau Ketum Partai Hanura Oesman Sapta Odang atau Oso mengumumkan pembentukan Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat. (Antara)

NewsRepublik.com, Politik – Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (Oso), resmi mengumumkan berdirinya Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat. Inisiatif ini digagas bersama sejumlah partai politik non-parlemen sebagai wadah perjuangan politik kolektif.

Pertemuan digelar di kediaman Oso, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (24/9/2025) malam. Dalam forum tersebut, sembilan partai menyatakan komitmennya membentuk Sekber, di antaranya PBB, Partai Buruh, Perindo, PKN, Prima, PPP, Partai Berkarya, Hanura, dan Partai Ummat.

“Malam ini telah diputuskan berdirinya Sekber Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat dari 12 partai, 9 partai yang hadir. Yang lain nanti mau nyusul silakan, untuk bergabung dalam rangka membangun sesuatu yang dapat memberikan nilai suara rakyat berdaulat untuk kepentingan rakyat di tahun 2029 yang akan datang,” ujar Oso dalam keterangan tertulis, Kamis (25/9/2025).

Menurut Oso, Sekber dibentuk untuk mengawal perjuangan penghapusan parliamentary threshold (PT) atau ambang batas parlemen. Saat ini, aturan mengharuskan partai politik peserta pemilu meraih minimal 4 persen suara agar bisa memperoleh kursi di DPR.

“Kenapa sekarang kita sudah siap dari awal, karena supaya jangan terjadi lagi last minute aturan itu dirubah-rubah gitu, sehingga merugikan perjuangan dari partai-partai yang hadir di sini, yang non-parlemen,” jelasnya.

Ia menegaskan, keberadaan aturan ambang batas tersebut telah membuat jutaan suara rakyat tidak terwakili.

“Sayangin suara hilang milik rakyat di sini tercatat 17.304.303 suara rakyat hilang atau tidak terwakili di DPR RI. Penghilangan 17.304.303 itu suara rakyat karena PT bukan sekadar statistik elektoral tetapi kejahatan representasi pelanggaran atas azas kedaulatan rakyat dan penyimpangan teori prinsip demokrasi,” kata Oso.

Lebih lanjut, ia menilai kondisi itu bertentangan dengan prinsip kesetaraan politik yang menjadi dasar demokrasi modern.

“Tidak terwakilinya 17 juta tersebut suara rakyat di DPR RI bertentangan dengan prinsip political equality yang menjadi dasar demokrasi modern. Jika PT 4 persen masih diberlakukan maka demokrasi dikerdilkan menjadi masalah angka bukan lagi prinsip kedaulatan rakyat. Betul teman-teman,?” pungkasnya.


Oso Tegaskan Kedaulatan Rakyat Tak Bisa Dihapus Lewat Ambang Batas

Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Ketum Partai Hanura) Oesman Sapta Odang (Oso) saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) I Tahun 2025 Partai Hanura, Rabu (21/5/2025). (Ist)
Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Ketum Partai Hanura) Oesman Sapta Odang (Oso) saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) I Tahun 2025 Partai Hanura, Rabu (21/5/2025). (Ist)

Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (Oso), menegaskan kedaulatan rakyat tidak boleh dihapus melalui mekanisme parliamentary threshold (PT) atau ambang batas parlemen. Ia mengingatkan bahwa dalam sistem demokrasi, setiap suara memiliki kedudukan yang sama.

“Secara teori politik, kedaulatan rakyat adalah milik rakyat. Secara absolut kedaulatan rakyat tidak boleh dihapus oleh mekanisme ambang batas PT. Dalam prinsip demokrasi, tidak ada suara yang lebih tinggi atau lebih rendah teori Robert Dewey dalam political chief,” terang dia.

Oso menjelaskan, Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat yang baru dibentuk menargetkan penerapan ambang batas nol persen. Dalam waktu dekat, kata dia, Sekber akan menggelar pembahasan khusus terkait hal tersebut.

“Kita harus sesuaikan dengan sesuai mekanisme tentang undang-undang pemilu yang sebenarnya. Kan kita punya undang-undang pemilu. Jangan dilanggar. Karena itu telah sah secara hukum. Dan harus dimaknai berdasarkan hati nurani,” beber Oso.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa PT nol persen merupakan sikap yang akan diperjuangkan bersama partai-partai yang tergabung dalam Sekber.

“PT-nya 0 persen. Ya kami, ya maaf ya, kalau disuruh ngumpulkan bersama-sama ini dengan persatuan ini, ya Insyaallah kami akan berkumpul,” sambung dia.


Sekber Pastikan Ambang Batas Parlemen Akan Dihapus

Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Ketum Partai Hanura) Oesman Sapta Odang (Oso) membuka Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Laskar Muda Hanura (Lasmura). (Ist)
Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Ketum Partai Hanura) Oesman Sapta Odang (Oso) membuka Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Laskar Muda Hanura (Lasmura). (Ist)

Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (Oso), memastikan struktur kepengurusan Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat akan diumumkan dalam waktu dekat. Meski demikian, ia masih merahasiakan siapa yang akan memimpin organisasi tersebut.

“Nanti rahasia, rahasia, rahasia, nanti kita umumkan setelah strukturnya terbentuk. Insyaallah dalam waktu paling lama 7 hari,” jelas Oso.

Acara deklarasi Sekber turut dihadiri sejumlah tokoh partai non-parlemen, antara lain Presiden Partai Buruh Said Iqbal, Dewan Pertimbangan PBB Fahri Bachmid, Ketua Umum Partai Ummat Aznur Syamsu, Sekjen Perindo Fery Kurnia Rizkiyansyah, Sekjen PKN Sri Mulyono, Wasekjen Partai Prima Ika Apriliani, Ketua LBH PPP Erfandi, serta Sekjen Partai Berkarya Irman Jaya Tahrir.

Dewan Pertimbangan PBB, Fahri Bachmid, menegaskan bahwa pembentukan Sekber bertujuan mengawal penghapusan ambang batas parlemen sebesar 4 persen.

“Kita merumuskan dua langkah yang harus dilakukan. Pertama perlawanan secara konstitusional melalui saluran hukum yang ada, MK dst atau ingin memastikan bahwa putusan MK itu konsisten, bisa ditransfer dalam bentuk norma hukum, terus ada perubahan UU Pemilu,” kata Fahri.

Ia menambahkan, revisi UU Pemilu harus menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Pasal 414 UU Pemilu tidak lagi konstitusional untuk diberlakukan pada Pemilu 2029.

“Bagaimana rumusan dari DPR untuk menerjemahkan itu, apakah dinolkan atau diturunin atau seperti apa. Putusan MK mengatakan bahwa harus metodelogi yang rasional, berbasis akademik, sampai didapatkan rumusan persentase yang betul-betul masuk akal,” urai Fahri.

Selain jalur hukum, lanjutnya, Sekber juga menyiapkan langkah politik dengan mendorong partisipasi publik yang lebih luas.

“Artinya UU Pemilu itu harus didorong dengan meluaskan partisipasi publik. Ini butuh pergerakan sistemik, ga bisa bicara dengan opini saja, harus melalui gerakan sistemik yang bisa dilakukan oleh partai-partai nonparlemen saat ini,” tutup Fahri.