Internasional

Dikepung dari Dua Arah, Begini Kisah Israel Dihantam Negara Arab dalam Perang Yom Kippur

19
Dikepung dari Dua Arah, Begini Kisah Israel Dihantam Negara Arab dalam Perang Yom Kippur
Dikepung dari Dua Arah, Begini Kisah Israel Dihantam Negara Arab dalam Perang Yom Kippur

NewsRepublik.com, Internasional – Israel pernah mengalami momen genting saat dikepung dua negara Arab dalam sebuah konflik besar. Mengutip laporan Al Jazeera, Kamis (19/6/2025), insiden tersebut terjadi pada Oktober 1973 ketika Perang Arab-Israel meletus dan berlangsung selama kurang lebih tiga pekan.

Perang yang dikenal sebagai Yom Kippur War oleh Israel, dan disebut sebagai Perang Oktober oleh dunia Arab, dimulai saat Mesir dan Suriah meluncurkan serangan serempak ke wilayah Israel. Serangan dua front ini bertujuan merebut kembali wilayah yang hilang usai Perang Enam Hari tahun 1967, termasuk Semenanjung Sinai yang direbut dari Mesir dan Dataran Tinggi Golan yang sebelumnya dikuasai Suriah.

Mengutip Brittanica, serangan yang dimotori Mesir dan Suriah dimulai pada 6 Oktober 1973—bertepatan dengan hari suci umat Yahudi, Yom Kippur. Menariknya, pertempuran juga berlangsung selama bulan Ramadan, yang menjadi bulan suci bagi umat Islam. Konflik ini berlanjut hingga 26 Oktober 1973.

Presiden Mesir saat itu, Anwar Sadat, mengambil langkah agresif sebagai bentuk kekecewaan atas penolakan Israel terhadap inisiatif perdamaian pasca kekalahan Arab di Perang Enam Hari. Situasi pun berkembang menjadi konflik bersenjata berskala penuh pada 1973.


Serangan Dua Front: Saat Israel Terdesak

Pada 6 Oktober sore, Mesir dan Suriah menggencarkan serangan secara bersamaan dari dua arah berbeda. Efek kejutan berada di pihak Arab. Pasukan Mesir berhasil melintasi Terusan Suez lebih mudah dari perkiraan dengan korban minimal. Di sisi lain, pasukan Suriah melancarkan serangan intens ke posisi Israel dan menembus pertahanan di Dataran Tinggi Golan.

Berbeda dari Perang Enam Hari pada 1967, serangan kali ini berlangsung intens dan membuat Israel kewalahan. Persediaan amunisi cadangan mulai menipis akibat serangan tanpa henti.

Perdana Menteri Israel saat itu, Golda Meir, segera meminta bantuan dari Amerika Serikat. Sementara itu, militer Israel menyusun ulang strategi secara tergesa-gesa. Awalnya, AS enggan terlibat, namun sikap ini berubah drastis ketika Uni Soviet mulai mengirimkan bantuan militer ke Mesir dan Suriah.

Merespons langkah Soviet, Presiden AS Richard Nixon memerintahkan pembukaan jalur pasokan senjata darurat ke Israel. Hal ini dilakukan meski negara-negara Arab merespons dengan embargo minyak dan sejumlah sekutu AS menolak memfasilitasi pengiriman senjata.

Dibantu suplai militer dari AS, militer Israel segera bangkit. Serangan balasan dilancarkan dan sistem pertahanan udara Mesir berhasil dilumpuhkan. Dipimpin Jenderal Ariel Sharon, pasukan Israel menyeberangi Terusan Suez dan mengepung Tentara Ketiga Mesir.

Di front Golan, pasukan Israel juga berhasil memukul mundur militer Suriah. Meski menelan banyak korban, mereka mampu mendorong posisi hingga ke tepi Dataran Tinggi Golan, mendekati Damaskus.

Gencatan Senjata dan Dampak Jangka Panjang

Pada 22 Oktober, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 338 yang menyerukan penghentian segera konflik bersenjata. Namun, pertempuran masih berlanjut selama beberapa hari. PBB lalu kembali menyerukan gencatan senjata lewat Resolusi 339 dan 340.

Tekanan internasional yang meningkat akhirnya membuat konflik resmi berakhir pada 26 Oktober. Israel dan Mesir menandatangani kesepakatan gencatan senjata pada 11 November. Gencatan senjata dengan Suriah baru tercapai pada 31 Mei 1974.

Meski tidak langsung mengubah lanskap konflik Arab-Israel, perang ini menjadi titik balik penting dalam proses perdamaian antara Israel dan Mesir. Perjanjian damai keduanya kelak menghasilkan pengembalian penuh Semenanjung Sinai ke Mesir sebagai imbalan perdamaian permanen.

Konflik ini terbukti menimbulkan kerugian besar bagi ketiga negara: Israel, Mesir, dan Suriah. Jumlah korban jiwa yang tinggi serta hancurnya peralatan militer secara signifikan menjadi catatan kelam. Walaupun Israel berhasil mempertahankan Semenanjung Sinai, mereka tak pernah sepenuhnya membangun kembali sistem pertahanan kuat yang dihancurkan Mesir di sepanjang Terusan Suez pada 6 Oktober.

Situasi inilah yang memaksa kedua negara menyusun pengaturan penarikan pasukan secara bertahap dan mempercepat upaya negosiasi menuju penyelesaian damai yang bersifat permanen.

Exit mobile version