NewsRepublik.com, Kesehatan – Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan, dr. Ina Agustina Isturini, menegaskan bahwa HIV dan infeksi menular seksual (IMS) harus dipandang sebagai persoalan kesehatan, bukan isu moral.
“Sampaikan pesan anti-stigma. Ini penting untuk disebarluaskan. HIV dan IMS bukanlah masalah moral, melainkan masalah kesehatan,” ujar Ina dalam temu media secara daring, Jumat (20/6/2025).
Ia menekankan, HIV dan IMS dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang usia. “Seperti yang kita lihat, penyakit ini bisa dialami semua kelompok usia, dari bayi baru lahir hingga lansia. Artinya, seluruh lapisan masyarakat dan populasi umum berisiko. Ini adalah masalah kesehatan. Siapa pun yang mengalaminya tidak layak untuk dihakimi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ina menjelaskan bahwa penularan HIV tidak hanya terjadi melalui hubungan seksual, tapi juga bisa melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril atau dari ibu ke anak saat kehamilan, persalinan, maupun menyusui.
“Tidak semua orang yang terinfeksi HIV atau IMS adalah pelaku seks bebas. Dalam sejumlah kasus, seorang istri bisa tertular dari suaminya yang diam-diam melakukan hubungan dengan pekerja seks komersial. Ini menunjukkan bahwa kelompok kunci dan rentan tetap perlu menjadi perhatian dalam upaya pencegahan,” tuturnya.
Kemenkes: IMS Bisa Jadi Pintu Masuk HIV
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan, dr. Ina Agustina Isturini, mengungkapkan bahwa infeksi menular seksual (IMS) dapat menjadi faktor risiko utama penularan HIV. Luka atau peradangan pada area genital akibat IMS seperti sifilis, kata Ina, dapat mempermudah virus HIV masuk ke dalam tubuh.
“Ada lebih dari 30 mikroorganisme penyebab IMS. Delapan di antaranya memiliki angka kejadian tinggi, yaitu sifilis, gonore, klamidia, trikomoniasis, hepatitis B, herpes simpleks, HIV, dan human papilloma virus (HPV),” jelas Ina dalam temu media daring, Jumat (20/6/2025).
Ia menambahkan, IMS pada perempuan dapat menyebabkan radang panggul yang berujung pada infertilitas serta meningkatkan risiko kehamilan ektopik. Pada ibu hamil, IMS juga bisa berdampak serius, termasuk risiko kematian akibat infeksi atau sepsis pascapersalinan.
“Sifilis pada ibu hamil bisa menyebabkan bayi lahir mati, lahir prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), hingga sifilis kongenital yang berisiko menimbulkan disabilitas pada bayi,” paparnya.
Data Kemenkes mencatat, mayoritas kasus IMS terjadi pada kelompok usia produktif, yakni 25–49 tahun. Namun, dalam tiga tahun terakhir, tren peningkatan kasus juga terlihat di kalangan remaja usia 15–19 tahun.
“Edukasi tentang kesehatan reproduksi sejak dini sangat penting, dengan mengedepankan upaya promotif dan preventif,” tegas Ina.
Kemenkes: Indonesia Masuk 15 Besar Dunia untuk Jumlah ODHIV per 2023
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan, dr. Ina Agustina Isturini, mengungkapkan bahwa HIV sejatinya termasuk dalam kategori infeksi menular seksual (IMS), meski kerap dibahas secara terpisah karena kompleksitasnya.
“HIV masih menjadi persoalan kesehatan yang signifikan di Indonesia. Berdasarkan data global tahun 2023, Indonesia menempati peringkat ke-14 dunia dalam jumlah estimasi orang dengan HIV (ODHIV) terbanyak, dan berada di peringkat ke-9 untuk estimasi jumlah infeksi baru HIV terbanyak,” ujar Ina dalam temu media daring, Jumat (20/6/2025).
Ina menjelaskan, total estimasi ODHIV di Indonesia—baik dari kasus lama maupun baru—mencapai sekitar 570.000 orang hingga 2023. Sementara, estimasi infeksi baru HIV pada tahun yang sama tercatat sebanyak 28.000 kasus.
Lebih lanjut, Ina menambahkan bahwa data global terbaru untuk tahun 2024 belum tersedia, dan biasanya baru akan dirilis pada pertengahan tahun, tepatnya sekitar bulan Juli.
Post Views: 8