NewsRepublik.com, Ekonomi – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah menyelidiki dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat dalam proyek digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik PT Pertamina (Persero) senilai Rp 3,6 triliun.
Kepala Biro Hubungan dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, mengungkapkan adanya indikasi diskriminasi dalam proses pengadaan penyedia proyek tersebut. Pertamina disebut melakukan penunjukan langsung kepada salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tanpa membuka peluang bagi pelaku usaha lainnya yang juga memiliki kapabilitas.
“Ini berpotensi menjadi praktik diskriminasi yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,” kata Deswin, Sabtu (5/7/2025).
Proyek digitalisasi ini mencakup penerapan sistem near real-time monitoring distribusi dan penjualan BBM di 5.518 SPBU Pertamina dari total sekitar 7.000 SPBU nasional. Tujuannya adalah memperkuat pengawasan konsumsi BBM, khususnya jenis solar subsidi.
Deswin menegaskan bahwa nilai proyek yang besar serta kaitannya dengan penggunaan anggaran negara menuntut transparansi lebih tinggi dalam proses pengadaan. “Pertamina seharusnya membuka tender terbuka agar diperoleh penawaran terbaik dari sisi harga dan kualitas,” jelasnya.
Sebelumnya, KPPU juga pernah menjatuhkan sanksi kepada Pertamina atas praktik serupa dalam proyek pembuatan logo, sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor: 02/KPPU-L/2006.
Sinergi BUMN Perlu Ditinjau Ulang
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyoroti praktik sinergi antar-BUMN dalam proyek digitalisasi SPBU Pertamina senilai Rp 3,6 triliun. Lembaga pengawas itu menilai kebijakan tersebut berisiko menimbulkan inefisiensi serta menghambat persaingan usaha sehat.
“Rekomendasi kami kepada pemerintah adalah untuk meninjau ulang kebijakan sinergi BUMN yang berpotensi menimbulkan hambatan masuk (entry barrier) bagi pelaku usaha lain,” ujar Kepala Biro Hubungan dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, Sabtu (5/7/2025).
Menurut Deswin, sistem pengadaan berbasis wilayah dengan mekanisme tender terbuka seharusnya menjadi solusi alternatif. Dengan begitu, efisiensi kinerja dapat terukur dan ruang kompetisi tetap terjaga.
“Apalagi terdapat pelaku usaha lain yang sebelumnya menyatakan kesediaan untuk ikut serta dalam proyek serupa, namun tidak diberi kesempatan,” katanya.
Penunjukan Langsung Dinilai Diskriminatif
KPPU menilai penunjukan langsung terhadap satu BUMN tanpa membuka peluang bagi pelaku usaha lain mengarah pada dugaan pelanggaran Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pasal ini melarang praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Berdasarkan bukti awal yang dihimpun, KPPU resmi memulai proses penyelidikan atas dugaan praktik diskriminatif dalam proyek digitalisasi SPBU tersebut.
“Langkah ini bagian dari komitmen KPPU menjaga iklim persaingan usaha yang sehat dan transparan, terlebih dalam proyek strategis nasional yang menyerap dana publik dalam skala besar,” tegas Deswin.
KPPU Jalin Kemitraan Strategis dengan Muhammadiyah untuk Perkuat Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bersama Pimpinan Pusat Muhammadiyah menandatangani nota kesepahaman (MoU) sebagai langkah strategis memperkuat pengawasan persaingan usaha dan kemitraan UMKM yang sehat di Indonesia.
Penandatanganan kerja sama tersebut juga menjadi momentum penting dalam mendorong amandemen atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. MoU ini berlaku selama lima tahun ke depan dan mencakup kerja sama di bidang advokasi, pendidikan, hingga pengawasan kemitraan usaha.
Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa mengatakan, kolaborasi ini bukan sekadar bentuk kerja sama kelembagaan, melainkan juga menyangkut dakwah ekonomi yang menegakkan nilai-nilai keadilan sosial.
“Kami percaya, penguatan literasi ekonomi serta perlindungan terhadap pelaku usaha kecil dari ketimpangan struktural merupakan bagian dari amar ma’ruf nahi munkar di sektor ekonomi,” ujar Ifan, sapaan akrabnya, Selasa (27/5/2025).
Perluas Literasi dan Pengawasan Usaha
Kerja sama ini merupakan kelanjutan dari kolaborasi yang telah terjalin sejak 2019. Kemitraan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengawasan, serta advokasi terhadap prinsip persaingan usaha sehat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, serta UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM.
Melalui jaringan amal usaha Muhammadiyah yang luas, KPPU berharap literasi mengenai persaingan usaha dan perlindungan pelaku UMKM dapat diperluas hingga ke akar rumput.
Muhammadiyah Dukung Amandemen UU Persaingan Usaha
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam mendorong amandemen Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Amandemen ini dinilai penting untuk menyesuaikan regulasi dengan dinamika usaha dan ekonomi saat ini.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, keberadaan UU yang kuat dan akomodatif penting untuk mencegah praktik monopoli serta menciptakan iklim usaha yang sehat. Ia pun mengapresiasi peran aktif KPPU dalam menjaga keseimbangan pasar dan keberlanjutan pelaku usaha kecil.
“Kami mendukung penuh langkah KPPU, termasuk usulan amandemen UU Nomor 5 Tahun 1999 yang saat ini masuk dalam Prolegnas DPR. Kami juga berharap KPPU memberi perhatian kepada pelaku usaha kecil agar tidak terjebak dalam praktik persaingan yang merugikan,” ujar Haedar, Sabtu (27/5/2025).
Dorong Iklim Usaha yang Adil
Dukungan senada disampaikan Ketua PP Muhammadiyah Agung Danarto. Menurutnya, perubahan UU Persaingan Usaha menjadi langkah penting untuk menjawab tantangan ekonomi kekinian, sekaligus memperkuat posisi hukum pelaku usaha, khususnya UMKM.
“Regulasi harus adaptif terhadap perubahan zaman. Amandemen ini akan meningkatkan kepastian hukum, memperkuat daya saing nasional, dan memberi perlindungan lebih baik terhadap pelaku UMKM,” tegas Agung.
Ia juga menambahkan bahwa PP Muhammadiyah melalui Majelis Hukum dan HAM akan terus mendukung penguatan kelembagaan KPPU sebagai garda utama pengawas persaingan usaha di Tanah Air.