NewsRepublik.com, Lifestyle – Sebuah video mengharukan yang menampilkan Hafizi Hamdan, pemuda tunarungu dan bisu, tengah berdoa di makam ibunya menggunakan bahasa isyarat, viral di media sosial dan menyentuh hati jutaan warganet.
Dikutip dari Sinar Daily, Senin (1/7/2025), momen penuh haru tersebut diabadikan dalam video TikTok yang diunggah oleh bibinya, Hasmalina Ahmad. Hingga kini, tayangan tersebut telah ditonton hampir empat juta kali.
Dalam video itu, Hafizi yang berusia 25 tahun terlihat berdiri di samping makam sang ibu, Salawati Ahmad, di Pemakaman Muslim Kampung Mahang, Seremban, Malaysia. Ia melafalkan doa dalam bahasa isyarat, dengan gerakan tangan yang lembut dan penuh penghayatan.
Salawati diketahui meninggal dunia pada Agustus tahun lalu akibat kanker ovarium. Dalam rekaman itu pula, Hafizi tampak menutup doa dengan gerakan melambai, seolah mengucapkan salam perpisahan kepada ibunya.
Unggahan ini dinilai sebagai pengingat sunyi namun mendalam tentang cinta dan bakti seorang anak kepada orangtuanya, bahkan dalam keterbatasan.
Sejak Lahir Alami Gangguan Pendengaran
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5270002/original/099846200_1751367028-Screenshot_2025-07-01_174725.jpg)
“Dia memang tidak berbicara, tapi setiap tindakannya mampu menyampaikan perasaannya. Doanya, rasa rindunya kepada sang ibu—semuanya bisa dirasakan tanpa perlu satu kata pun,” ujar Hasmalina Ahmad, bibi dari Hafizi Hamdan.
Hafizi diketahui mengalami gangguan pendengaran dan bicara sejak lahir. Namun di mata keluarga dan orang-orang terdekatnya, pria 25 tahun itu dikenal sebagai sosok yang penuh perhatian, penyayang, serta memiliki tanggung jawab besar.
Sebagai anak sulung dari dua bersaudara, Hafizi kini tinggal bersama neneknya di bawah pengasuhan keluarga Hasmalina. Dalam pesan yang disampaikan melalui Harian Metro, Hafizi mengaku bahwa kehilangan sang ibu menyisakan kesunyian yang mendalam dalam hidupnya.
“Saya masih merindukannya hingga sekarang. Kami sangat dekat. Itu sebabnya saya sering datang ke makamnya. Setiap kali berziarah, saya selalu membacakan doa untuknya. Dalam video yang viral itu, saya membaca Al-Fatihah sebelum berpamitan,” tutur Hafizi.
Hasmalina juga menambahkan bahwa keponakannya bukan hanya penyayang, tetapi juga dikenal sebagai pekerja keras. Hafizi kerap membantu di kantin sekolah yang dikelola Hasmalina di kawasan Oakland, Seremban.
Cinta yang Tak Terbatas
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5270001/original/039725000_1751367014-Screenshot_2025-07-01_174713.jpg)
Di balik video yang menyentuh hati itu, Hafizi Hamdan memberikan pelajaran berharga tentang arti kasih sayang yang tak terikat oleh kata dan suara. Tindakannya menjadi pengingat kuat akan pentingnya menghargai keluarga, mencintai orang terkasih, dan memahami bahwa cinta sejati melampaui batas bahasa maupun kemampuan fisik.
“Sebagian besar tanggapan sangat positif. Banyak yang mengaku mendapatkan pelajaran dari video tersebut dan menjadi lebih menghargai kehadiran orangtua mereka selagi masih ada,” tutur Hasmalina Ahmad.
Ia berharap momen viral ini menjadi titik refleksi bagi banyak orang, sekaligus membuka mata masyarakat terhadap kemanusiaan dan kedalaman emosi dari para penyandang disabilitas.
“Mereka bukan kekurangan, hanya mengekspresikan perasaan dengan cara yang berbeda. Namun cinta mereka tetap utuh—bahkan bisa jadi jauh lebih dalam,” ujarnya penuh makna.
Di sisi lain, bahasa isyarat telah menjadi sarana komunikasi utama bagi komunitas tuli di seluruh dunia. Meski berbeda dengan bahasa vokal yang digunakan mayoritas masyarakat, bahasa ini tak kalah kuat dalam menyampaikan pesan dan perasaan. Lantas, bolehkah orang yang tidak tuli mempelajari bahasa isyarat ini?
Belajar Bahasa Isyarat
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3279000/original/069439400_1603762968-pexels-dids-1366997.jpg)
Co-Founder Feminis Themis, Nissi Taruli Felicia, menegaskan bahwa bahasa isyarat merupakan media komunikasi dan penyerapan informasi yang dapat dipelajari oleh siapa saja. Pernyataan itu disampaikannya saat menghadiri acara Kick-off “FeminisThemis Academy” di Jakarta Selatan, 29 Mei 2024.
Nissi, yang juga merupakan penyandang tuli, menjelaskan bahwa bahasa isyarat sama pentingnya dengan bahasa lain dan tidak terbatas bagi kalangan tertentu. Semakin banyak masyarakat yang menguasai bahasa isyarat, maka kesadaran terhadap komunitas tuli di Indonesia pun akan meningkat.
Meski demikian, Nissi menekankan pentingnya pembelajaran bahasa isyarat langsung dari penyandang disabilitas agar pengalaman dan pelajaran dapat disampaikan secara autentik. Ia juga menyarankan agar proses belajar bahasa isyarat dimulai dari lingkungan terdekat terlebih dahulu, tanpa harus menunggu lembaga formal yang kerap terbatas dan penuh persaingan.
“Kalau kita punya kenalan orang tuli, belajar langsung dari mereka adalah cara terbaik. Tunggu lembaga bahasa isyarat bisa lama dan kadang malah berebut kelas dengan penyandang tuli lainnya,” ujar Nissi.