NewsRepublik.com, Entertaiment – Pasangan selebritas Igor Saykoji dan sang istri, Tessy Penyami, membagikan pengalaman mendaki Gunung Rinjani—salah satu gunung tertinggi dan terindah di Indonesia. Bagi mereka, pendakian bukan hanya soal menaklukkan puncak, tetapi juga tentang kesiapan fisik, mental, dan perencanaan yang matang.
Dalam keterangannya di kawasan Tendean, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu, Igor menekankan bahwa persiapan adalah kunci utama, bahkan bagi mereka yang sudah berpengalaman di dunia pendakian.
“Memang naik gunung itu yang paling penting persiapan matang. Pastikan, meskipun kita sudah sering naik gunung, jangan merasa sudah jadi ‘role model’, tetap harus ada yang membimbing,” ujar rapper yang juga dikenal sebagai aktor ini.
Menurut Igor, jalur menuju puncak Rinjani menyimpan tantangan tersendiri. Salah satu titik yang paling membekas baginya adalah Cemoro Kembang. Jalur ini dikenal ekstrem karena dipenuhi kerikil longgar dan medan yang cukup curam, yang membutuhkan kewaspadaan tinggi serta stamina prima.
Pengalaman mereka menjadi pengingat bahwa mendaki gunung bukanlah aktivitas yang bisa disepelekan atau hanya untuk konten media sosial. Dibutuhkan riset medan, kesiapan logistik, serta kepatuhan terhadap etika pendakian dan keselamatan.
Pesan Igor dan Tessy menjadi penting di tengah tren mendaki yang kini digandrungi banyak kalangan. Bahwa di balik pemandangan indah dan momen Instagramable, ada tantangan alam yang nyata dan harus dihadapi dengan serius.
Cemoro Kembang
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4586447/original/002145700_1695520969-Saykoji_0.jpg)
Dalam cerita pendakiannya ke Gunung Rinjani, Igor Saykoji menyoroti salah satu titik paling menguras tenaga dan mental: Cemoro Kembang. Ia menyebut titik ini sebagai “tempat yang mengecoh” karena membuat pendaki seolah-olah sudah dekat dengan puncak, padahal masih butuh perjuangan panjang.
“Nah, ada tempat tuh yang kita lewatin, namanya Cemoro Kembang. Dari situ ke atas, kita bisa lihat puncaknya, seakan-akan, tapi sebenarnya itu jauh, prosesnya jauh,” ujar Igor Saykoji.
Tantangan tak berhenti di situ. Sang istri, Tessy Penyami, menambahkan bahwa dalam pendakian perdana mereka ke Rinjani, sebagian anggota timnya gagal mencapai puncak. Faktor cedera dan perlengkapan yang kurang memadai menjadi kendala utama.
Pengalaman pasangan ini jadi pengingat penting bahwa mendaki Rinjani bukan sekadar perkara fisik, melainkan juga strategi, persiapan logistik, dan kondisi tim secara menyeluruh. Rinjani memang memesona, namun menaklukkannya butuh lebih dari sekadar semangat.
Setengah Tim Gugur di Pendakian Rinjani
Tessy Penyami mengungkap bahwa dari total 10 orang yang ikut dalam pendakian pertama mereka ke Gunung Rinjani, hanya setengah yang berhasil menuntaskan perjalanan. Termasuk dirinya dan Igor Saykoji, lima orang terpaksa menghentikan pendakian karena kondisi fisik dan perlengkapan yang tidak memadai.
“Karena kan dari 10 orang deh kalau enggak salah, waktu itu awal pendakian itu 10 orang. Itu setengahnya tuh 5 orang gugur termasuk kita,” kata Tessy.
Namun, pengalaman mereka tak hanya soal fisik. Igor Saykoji juga membagikan cerita mistis yang ia alami saat perjalanan turun dari gunung. Ia mengaku mendengar suara musik tradisional yang tidak jelas asalnya.
“Waktu turun tuh saya sempat dengar suara kayak musik tradisional, tapi enggak tahu dari mana sumbernya. Enggak ada orang, tapi terdengar jelas,” tutur Igor.
Pengalaman ini memperkuat keyakinan mereka bahwa mendaki gunung tak hanya soal menaklukkan alam, tetapi juga menghormati tempat yang mereka pijak—baik secara fisik maupun spiritual.
Pengalaman Mistis di Rinjani
Berkaca dari pengalaman mendaki Gunung Rinjani, Igor Saykoji menuturkan bahwa momen-momen yang berbau mistis justru memperkuat rasa hormatnya terhadap alam dan budaya lokal. Salah satunya adalah ketika ia mendengar suara gamelan tradisional meski tak ada satu pun tanda keberadaan manusia di sekitar.
“Ada beberapa tempat yang kita lihat, wah enggak ada orang nih. Ada desa yang kita lihat ada kabut, kadang kita dengar suara musik tradisional dari mana,” ujar Igor.
Ia menilai, kejadian seperti itu bukan sekadar kebetulan, melainkan pengingat agar pendaki selalu menjaga sikap, menjaga alam, dan menghormati kearifan lokal di mana pun berada.
“Pengalaman mistis seperti itu justru bikin kita makin respek sama tempat yang kita kunjungi dan budaya masyarakatnya,” pungkasnya.