Politik

Pemerintah Susun Langkah, Bentuk Tim Kaji Implikasi Putusan MK soal Pemilu Terpisah

29
×

Pemerintah Susun Langkah, Bentuk Tim Kaji Implikasi Putusan MK soal Pemilu Terpisah

Share this article
Pemerintah Susun Langkah, Bentuk Tim Kaji Implikasi Putusan MK soal Pemilu Terpisah
Mensesneg Prasetyo Hadi.

NewsRepublik.com, Politik – Pemerintah membentuk tim khusus untuk mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan pemilu nasional dan daerah digelar terpisah. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyebut, kajian ini penting karena putusan tersebut memiliki implikasi teknis yang luas.

“Kami di Kemensetneg bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum tengah menyusun tim untuk mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi yang baru saja dikeluarkan,” ujar Prasetyo di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

Ia menilai, kajian tidak cukup hanya dilakukan secara legal formal atas amar putusan, melainkan juga harus mempertimbangkan dampak teknis yang muncul di lapangan.

“Pemerintah membutuhkan waktu untuk menganalisa keseluruhan implikasi dari putusan MK soal pemilu terpisah ini,” lanjutnya.

Setelah kajian rampung, Prasetyo memastikan tim akan melaporkan hasilnya kepada Presiden Prabowo Subianto sebagai dasar untuk menentukan langkah selanjutnya.

“Nanti akan kami minta arahan dari Presiden. Jika kajian kementerian sudah selesai, tentu akan kami sampaikan pada waktunya,” jelasnya.

Meski begitu, ia menegaskan pemerintah tetap menghormati keputusan MK.

“Kami menghormati keputusan tersebut. Namun, pemerintah juga berkewajiban melakukan analisa menyeluruh terhadap dampak dari putusan MK itu,” tutup Prasetyo.


MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Digelar Terpisah

Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menetapkan bahwa pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) nasional dan pemilu daerah tidak lagi dilakukan serentak, melainkan dipisahkan dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan.

Pemilu nasional mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden. Sementara itu, pemilu daerah meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah beserta wakilnya.

“Mahkamah mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

Putusan ini merupakan respons atas gugatan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.

MK menyatakan bahwa Pasal 167 ayat (3) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali jika dimaknai sebagai berikut:

“Pemungutan suara dilakukan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, serta presiden dan wakil presiden. Selanjutnya, dalam kurun waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan DPD, atau sejak pelantikan presiden dan wakil presiden, dilakukan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota, yang digelar pada hari libur nasional atau hari yang diliburkan secara nasional.”